Pendahuluan
Pernahkah Anda mendengar kata ‘literasi? Ada berbagai macam pengertian yang dapat mendefinisikan literasi. Seringkali literasi digunakan untuk mewakili suatu kondisi individu atau masyarakat yang mampu untuk membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan serta mampu memahami konteks yang terkandung di dalamnya. Kini, kemampuan literasi menjadi suatu hal yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Banyak terobosan-terobosan baru lahir berkat minat literasi masyarakat yang tinggi. Rasa ingin tahu yang didapat dari membaca dapat mendorong seseorang untuk berkreasi dan menciptakan suatu hal baru.
Dilansir dari Badan Pusat Statistik, tingkat melek huruf bagi penduduk usia 15 tahun ke atas di Indonesia sudah cukup tinggi dengan mencapai 96,35%. Namun, hasil yang bertolak belakang terjadi pada survei Angka Literasi Membaca (Alibaca) yang dirilis oleh Kementerian Pendidikan RI pada tahun 2019. Hasil survei tersebut menyebutkan bahwa indeks perhitungan Alibaca Nasional tergolong pada kategori aktivitas literasi rendah, yakni hanya sebesar 37,32%. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan Indeks Alibaca di tingkat provinsi. Terhitung dari 34 Provinsi, terdapat 9 provinsi pada kategori sedang, 24 provinsi pada kategori kurang, dan 1 provinsi berkategori sangat kurang. Indeks Alibaca paling tinggi yang didapatkan oleh provinsi pun hanya sebesar 58,16%.
Adapun survei yang telah dilakukan di Sudan, menunjukkan bahwa ketertarikan membaca dan menulis cenderung lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki. Namun mereka menemukan kesulitan yang dihadapi saat membaca adalah kosakata baru yang belum sepenuhnya mereka pahami, terutama bagi siswa yang menimba ilmu di sekolah yang menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa utamanya. Rendahnya capaian literasi di Sudan dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut laporan UNICEF, faktor tersebut antara lain kelas yang memiliki kapasitas berlebih, infrastruktur yang kurang mendukung, kualitas guru yang masih di bawah standar, dan wilayah belajar yang tidak kondusif akibat menjadi zona peperangan.
Bagaimana dengan negara kita? Rendahnya minat baca di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, terbatasnya akses terhadap fasilitas seperti perpustakaan dan ketersediaan buku yang tidak beragam. Kedua, adanya peningkatan terhadap teknologi menyebabkan masyarakat malas meluangkan waktu untuk membaca. Perkembangan teknologi memiliki dua sisi yang berbeda, keuntungannya adalah memudahkan untuk memperoleh informasi. Akan tetapi, hal tersebut dapat merugikan apabila seseorang tidak mengetahui bagaimana dan dari mana memperoleh informasi yang benar sehingga akan mudah termakan berita bohong. Ketiga, kemampuan masyarakat untuk membeli buku. Harga masih dirasa mahal dan bukan menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Keempat, orang tua tidak menanamkan sikap gemar membaca kepada anaknya. Sering kali dijumpai orang tua membiarkan anaknya bermain dengan gadget sendiri daripada membacakan buku.
Literasi merupakan hal yang penting untuk membentuk peradaban yang lebih maju. Dengan membaca, seseorang dapat memperoleh banyak pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat menanamkan nilai-nilai budi pekerti yang luhur. Membaca juga membantu untuk berpikir secara kritis dan tidak akan mudah terpengaruh berita bohong. Kecerdasan yang didapatkan dari membaca dapat membantu untuk meningkatkan pembangunan pemerintah.
Sebenarnya pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan minat literasi pada masyarakat, khususnya peserta didik. Seperti buku pembelajaran elektronik yang dapat diakses secara daring. Atau perpustakaan keliling yang diadakan oleh Kemendikbud. Bahkan pemerintah telah mengundangkan kebijakan Peraturan Kemendikbud Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Dalam kebijakan tersebut, tertuang upaya pembiasaan membaca bagi siswa-siswi selama 15 menit sebelum jam pelajaran dimulai.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, namun hal tersebut masih belum cukup untuk meningkatkan minat baca pada masyarakat. Ibaratnya pemerintah hanya membuat kebijakan dan pembangunan sarana prasarana sedangkan dalam praktiknya masih belum terlaksana dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan minat baca di Indonesia yang masih rendah. Oleh karena itu, diperlukan solusi lain untuk meningkatkan literasi pada masyarakat.
Salah satu solusi yang dapat ditawarkan adalah mengintegrasikan pembiasaan literasi ke dalam kurikulum dan kegiatan-kegiatan sekolah. Tujuannya adalah untuk memupuk rasa gemar membaca sejak dini. Manfaat literasi sejak dini ibaratnya sebagai sebuah investasi bagi bangsa untuk maju. Seperti yang istilah kita tahu, sebuah peradaban dimulai ketika penduduknya mengenal simbol huruf dan angka untuk berkomunikasi.
Isi
Pengintegrasian pembiasaan literasi dengan kurikulum dapat dikatakan sebagai suatu langkah yang aplikatif. Hal tersebut beralasan, karena pembiasaan literasi tidak dapat berdiri sendiri. Perlu adanya suatu program yang telah lebih diterima masyarakat terlebih dahulu. Salah satunya adalah kurikulum pendidikan yang sudah ada sejak tahun 1947 dan akan terus berkembang seiring zaman.
Program literasi pada kurikulum sekolah dapat dimulai dari membiasakan guru untuk mewajibkan siswanya membaca buku. Kemudian dari membaca ini siswa akan diminta untuk merangkum dan mempresentasikannya dalam kelas. Sekolah juga dapat mengadakan acara klub belajar orang tua dan siswa. Peran orang tua untuk meningkatkan literasi kepada anak sangat penting sehingga edukasi kepada orang tua perlu dilakukan agar dapat membentuk lingkungan belajar yang kondusif di rumah.
Demi tercapainya tujuan dan manfaat, penyelenggaraan solusi ini perlu diwujudkan secara bertahap. Pertama, adanya uji coba kurikulum integrasi ini sebagai langkah untuk mengetahui kendala apa yang dihadapi. Langkah ini diperlukan sebagai trial and error sehingga dapat segera dibenahi. Kedua, dalam melakukan literasi, diperlukan waktu yang cukup sehingga peserta didik mengerti akan esensi membaca. Pembiasaan membaca hasil literasi di depan kelas berguna untuk membentuk kepercayaan diri peserta didik dalam menyampaikan pendapatnya. Ketiga, adanya klub literasi yang digolongkan menurut usia peserta didik. Bagi usia prasekolah dan taman kanak-kanak, klub literasi dapat diadakan dengan menghadirkan pendongeng dan pencerita boneka. Sedangkan pada usia remaja, diskusi literasi di sekolah dapat menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan minat baca pada peserta didik. Acara tahunan juga dapat diselenggarakan seperti Festival Literasi dan Bulan Bahasadengan narasumber penulis ataupun organisasi yang berkutat di bidang literasi.
Solusi yang berkelanjutan tentunya membutuhkan peran dari banyak pihak. Dalam solusi ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama sebagai pemegang kebijakan kurikulum berperan besar atas berjalannya solusi. Guru dan orang tua turut berperan dalam menyukseskan program. Guru sebagai perwakilan orang tua di rumah memegang andil besar dalam pembiasaan membaca bagi peserta didik. Orang tua di rumah pun seyogyanya dapat turut menciptakan lingkungan yang suportif bagi anak untuk kegiatan membaca.
Berikut ini adalah analisis SWOT dari solusi alternatif untuk pembiasaan literasi sejak dini.
Penutup
Pembiasaan minat baca sejak dini di Indonesia tidak lepas dari campur tangan pemerintah dan orang tua. Kualitas sebuah bangsa ditentukan oleh kecerdasan intelektual yang didapatkan dari membaca. Begitu pentingnya literasi untuk membangun peradaban bangsa sehingga patut untuk mendapat alokasi dan perhatian khusus oleh pemerintah. Solusi hanyalah sekedar tulisan biasa apabila tidak ada sinergi untuk mewujudkannya bersama-sama.
Referensi
Abdelrady, A.H. et al. (2022) ‘The Attitude of Sudanese EFL Students towards Literature to Enrich Their Vocabulary Building’, Education Research International, 2022. Available at: https://doi.org/10.1155/2022/7569371.
Anisa, A.R., Ipungkarti, A.A. and Saffanah, K.N. (2021) ‘Pengaruh Kurangnya Literasi serta Kemampuan dalam Berpikir Kritis yang Masih Rendah dalam Pendidikan di Indonesia’, Current Research in Education Series Journal, 01(1), pp. 1–12.
Badan Pusat Statistik (2022) Angka Melek Huruf Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Provinsi (Persen), 2020-2022. Jakarta. Available at: https://www.bps.go.id/indicator/28/1458/1/angka-melek-huruf-penduduk-berumur-15-tahun-ke-atas-menurut-provinsi.html.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (2015) ‘Peraturan Kemendikbud Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti’. Jakarta.
Solihin et. al. (2019) Indeks Aktivitas Literasi Membaca 34 Provinsi. 1st edn. Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Tahmidaten, L. and Krismanto, W. (2020) ‘Permasalahan Budaya Membaca di Indonesia (Studi Pustaka Tentang Problematika & Solusinya)’, Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 10(1), pp. 22–33. Available at: https://doi.org/10.24246/j.js.2020.v10.i1.p22-33.
UNICEF Sudan (2019) SUDAN EDUCATION: GLOBAL THEMATIC REPORT JANUARY – DECEMBER 2018. Khartoum.
Oleh: Laila Aghnia
International University of Africa
(Juara 2 Lomba Menulis Esai El-Nilein Festival 2023)
Sumber gambar: theconfidentteacher.com
0 Comments
Posting Komentar