Keberlangsungan hidup manusia telah banyak berdampak besar kepada alam semesta, hal ini sejalan dengan nas (Al-qur’an) bahwa manusia adalah Khalifah fil Ardl pemimpin di dalam kehidupannya sendiri secara kuusus dan pemimpin alam semesta secara umum. Perjalanan kehidupan dari generasi ke generasi memiliki karakter, cerita sendiri, dan ciri yang melekat pada diri generasi. Ada suatu zaman di mana generasinya sibuk mendalami unsur agama, ada juga zaman yang selalu ramai dengan pengembangan pemikiran. Dari semua itu tidak lain adalah niatan baik dari penunggang zaman agar dapat berdedikasi kepada kehidupannya dan kehidupan generasi selanjutnya.
Belakangan ini banyak fenomena yang terjadi pada alam, yang akhirnya berdampak pada manusia. Pandemi wabah virus Covid-19 di seluruh dunia kemarin merupakan contoh nyata yang jelas kita saksikan, dari kasus tersebut mengakibatkan ketergangguan pada beberapa faktor; ekonomi, pendidikan, sosial, dan pastinya sangat berimbas pula manusia.
Hari ini kita masih belum selesai menyaksikan kisah penderitaan manusia. Sebagian besar masyarakat dunia tengah menderita dan terlunta-lunta karena kemiskinan dan ketertindasan. Sebagian manusia juga masih banyak yang menderita karena penyakit dalam dirinya yang diakibatkan oleh keadaan. Kita tidak bisa menolak bahwa manusia adalah anak dari lingkungannya (Al Insanu ibnu Al Biah).
Lingkungan adalah faktor yang sangat berpengaruh bagi manusia. Esensi lingkungan dapat diartikan secara beragam. Lingkungan bisa berupa hal yang kasat mata dan lingkungan yang di luar kasat mata (dimensi akal, hati, dan jiwa). Hal ini lah yang mungkin banyak dari manusia belum menyadarinya. Permasalahan dalam diri itu disebabkan oleh lingkungan yang di luar kasat mata, buruknya kondisi mental, kurangnya rasa kepercayaan dalam diri, kejenuhan dalam diri, dan sekelumit masalah yang mengganggu dalam diri lainnya (mental illness).
Agama Islam adalah agama samawi yang memiliki peradaban luar bisa gemilang. Di dalamnya banyak terdapat kosep-konsep kehidupan khas dengan unsur Islam yang membuat para pemeluknya bisa terus berkembang dan eksis. Konsep tadabur, tafakur, dan tawakal merupakan hasil ekstraksi dari Al-Qur’an dan hadis. Islam juga merupakan agama yang paling sempurna, karena di samping menganjurkan kepada pemeluknya untuk beribadah kepada Allah, Islam juga sangat memperhatikan keadaan jiwa setiap penganutnya.
Sedikit saja kalau kita bisa luangkan waktu untuk bertadabur dan bertafakur tehadap sertiap ritualitas keislaman banyak sekali hal yang menjurus terhadap kesehatan mental (mental health). Misalnya, dari hal yang paling fundamental dan paling awal adalah bersyahadat atau berikrar terhadap Allah dan kepada Nabi Muhammad beserta ajarannya. Artinya kita harus yakin bahwa tidak ada yang menyekutuinya dan yang lebih besar dari pada Allah, dan tidak ada yang harus ditakutkan karena Allah yang akan mengatur dengan sebaiknya pengaturan. Ikrar kesaksiannya tersebut mengandung implikasi-implikasi dan refleksi besar dan luas; moral, intelektual dan spiritual.
Munculnya ketidaktenangan dalam jiwa adalah sebab dari banyaknya penyandaran manusia terhadap sesuatu selain Allah. Apabila manusia telah menyandarkan dirinya kepada tuhan dengan yakin dan berserah diri karena ia tahu bahwa tuhan tidak akan mungkin memberinya yang buruk, maka dia akan dipastikan dapat lebih tenang dan berefek baik pula pada dirinya. Semakna dengan “Islam” yang berarti “keselamatan” atau “kedamaian” yang berlaku bagi individual maupun universal.
Peranan Islam dalam merawat manusia adalah hal yang nyata kita rasakan. Mulai dari yang berbentuk fisik sampai metafisik terdapat dan terkaji dalam Islam, dari masalah kehidupan pribadi (akhlak) sampai kehidupan sosial (muamalah), dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kehidupan dan kemanusiaan.
Sudah selayaknya kita sebagai pemeluk agama Islam, agama yang sempurna agar dapat kembali mengkaji konsep-konsep kehidupan yang telah diajarkan nabi Muhammad dan para ulama untuk kita praktekan terhadap kehidupan kita agar dapat menghasilkan kehidupan yang indah dan jauh dari kecemasan dunia. Mengambil segala hikmah yang terjadi dan meresapinya secara mendalam, disampaikan oleh Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, “Hikmah adalah barang milik orang Islam yang hilang, namun orang muslim (mukmin) tdak dapat menemukan hikmah yang hilang kecuali ia mengetahui apa itu hikmah”. Wallahu ‘alam.
Sumber ilustrasi: IStock
Oleh: Hadziq Mubarok
Mahasiswi International University of Africa
0 Comments
Posting Komentar