Pada tahun 2013 yang lalu aku adalah seorang santri pondok pesantren di Kota Semarang Jawa Tengah, aku duduk di bangku kelas 1 SMA. Di siang hari yang cerah kami para santri telah menyelesaikan hari terakhir ujian tengah semester (UTS) yang cukup melelahkan. Ketika aku sampai kamar kemudian aku bertemu dengan kakak kelasku yang bernama Kholid. Aku bertanya padanya, "Bang! aku dengar mau mendaki Gunung Merbabu?" Khalid menjawab, "Iya". Aku bertanya lagi, "Dengan siapa? Mau ikut dong!" Khalid menjawab, “Aku mau mendaki Gunung Merbabu sendiri." Akhirnya kami pun melaksanakan ekspedisi pendakian Gunung Merbabu berdua saja.
Di sore harinya selama perjalanan yang cukup melelahkan, kami meminta tumpangan ke sana ke mari dari pondok pesantren sampai basecamp. Begitulah kami harus menghemat biaya dan akhirnya kami pun sampai basecamp Gunung Merbabu. Ternyata ada hal yang cukup meresahkan kami. Khalid berkata, " waduh ternyata kita kurang logistik, nih." Dengan perasaan kecewa. Akupun menjawab, "Ya sudah bang kita cari mini market di desa bawah." Kami lupa membeli persediaan logistik yang cukup dan terpaksa kami berjalan sejauh 2 KM menurun untuk mendapatkan logistik tersebut. Setelah sampai di bawah kami membeli apa yang kami butuhkan. Tibalah waktu maghrib sambil menunggu kendaraan yang lewat kamipun berjalan menuju basecamp, dengan jarak yang sama 2 KM menanjak melewati hutan pinus yang gelap untuk sampai ke basecamp pendakian Gunung Merbabu.
Ketika kami ingin membayar biaya pendakian ternyata uang kami habis terpakai untuk membeli logistik. "Ya Allah udah capek, jauh, engga bisa bayar lagi." Ucap khalid sambil memengang kepalanya. Akupun bertanya kepada Khalid, "Gimana, nih, bang kita pulang, nih?" Khalid menjawab dengan tenang, "Ya sudah kita salat Magrib dulu, yuk!" Tenyata kami putar arah dan nekat menuju jalur pendakian tanpa ada izin dari basecamp tersebut karena kita tidak membayar biaya keamanan dll. Kami pun berlari sekencang mungkin dengan keadaan takut agar tidak ketahuan oleh penjaga basecamp tersebut dengan waktu beberapa menit saja kami telah sampai di pos bayangan 1. Khalid berkata, "Kita istirahat sebentar, isi tenaga, setidaknya kita sudah aman." Sambil terengah-engah. "Oke bang," jawabku dengan keadaan yang sama lelahnya berlari. Kemudian kami melanjutkan perjalanan tiba-tiba di tengah perjalanan aku bertanya, "Bang beneran jalannya ke sini?" Dengan berbekal satu buah senter saja, Khalid pun menjawab "Iya bener kok lewat sini," dan ternyata kita tersesat di hutan Gunung Merbabu sampai 3 kali kami mengelilingi tempat yang sama seakan-akan ada yang mempermainkan kami. Aku pun berkata, "Bang kayaknya kita engga di ridai oleh Allah deh, buktinya kita mutar-muter gini padahal jalan Pos bayangan 1 ini cukup jelas loh jalannya. Ini bukan yang pertama kalinya kita ke sini." Sambil merasakan gelisah dan putus asa. Khalid berkata, "Iya kayaknya nih, apa sebaiknya kita pulang saja?" Dan akhirnya kami pun berencana untuk pulang seketika itu juga kami menemukan jalur pendakian. "Bang! Bang! ini nih jalur pendakiannya." Sontak aku dengan wajah gembira. " Ohh iya bener," jawab Khalid. Kami pun melanjutkan ekspedisi pendakian Gunung Merbabu. Begitu banyak rintangan yang kami hadapi saat mendaki gunung seperti kaki yang keram, kehabisan air minum, sampai kami tersesat kembali dan kami hanya berdua selama perjalanan itu. Kami tempuh perjalanan selama 5 jam sampai pos 4 yang di situ terdapat bengker kosong, dan kami pun berlindung di bangker tersebut dari badai yang cukup besar. Sampai badanku terasa beku dan mati rasa, yang aku khawatirkan aku terkena penyakit hipotermia (keadaan suhu tubuh yang turun hingga 35 derajat celcius) yang aku pikirkan, "Ya Allah jangan sampai aku mati di sini," ucapku dalam hati dan Khalid mencoba membantuku untuk menetralisir suhu tubuhku.
Keesokan harinya badanku terasa segar dan pulih kembali. Kami melanjutkan perjalanan ekspedisi pendakian Gunung Merbabu dengan menikmati pemandangan yang sangat indah, berharap pulang dengan selamat.
Pelajaran yang bisa kita ambil di sini adalah sekecil apapun perbuatan baik dan buruknya kita, pasti ada balasannya dan ikutilah aturan-aturan yang sudah dibentuk karena pada saat kita melanggar aturan tersebut bisa jadi nyawa adalah taruhannya.
Sumber gambar : Royyan
Oleh : Muhammad Royyan Hidayat
Mahasiswa University of Africa
0 Comments
Posting Komentar