Kasus persidangan pencemaran nama baik antara Johnny Depp melawan Amber
Heard menjadi skandal paling menarik perhatian dunia dalam sebulan terakhir.
Tagar #JusticeForJohnnyDepp ramai diperbincangkan di jagat twitter. Setelah
bertahun-tahun Johnny terlihat seperti ‘orang jahat’ akhirnya ia merasa
dibenarkan pasca ia mengungkapkan kebenaran dan mendapat dukungan global dari
publik.
Sidang yang dimulai sejak 11 April 2022 ini bermula ketika Johnny Depp
mengajukan gugatan pada 2019 atas tulisan Amber Heard di Washington Post pada
Desember 2018. Dalam tulisan itu, Amber Heard mengaku sebagai korban kekerasan
rumah tangga yang kemudian mengarahkan nama Johnny Depp sebagai pelakunya. Kehebohan atas tulisan itulah yang menjadi awal mula efek cancel
culture dialami oleh Johnny Depp.
Cancel culture bisa diartikan sebagai budaya pengenyahan atau boikot massal di
mana seseorang dikeluarkan dari lingkaran sosial baik secara daring di media
sosial, di dunia nyata, atau keduanya. Ketika Amber Heard mengaku disakiti,
seluruh dunia langsung percaya, karena perspektif publik bahwa perempuan selalu
menjadi korban dan tidak pernah salah mungkin menjadi suatu alasan.
Dampak dari tulisan Amber juga membuahkan
kecaman kepada Johnny Depp dan membatalkan banyak proyek aktor tersebut karena
reputasinya yang anjlok. Salah satunya series ternama Pirates of The
Caribbean yang ia bintangi. Kontrak sudah dibatalkan, sekarang kita tidak
akan menjumpai Kapten Jack Sparrow lagi. Karenanya Depp yang resmi bercerai
dari Heard pada 2017 menggugat perempuan itu melalui meja hijau dengan tuntutan
senilai US$ 50 juta.
Setelah dua tahun tertunda akibat
pandemi, proses meja hijau kembali dilaksanakan. Namun dalam persidangan yang
digelar di Fairfax, Virginia, ini rupanya bukan sekedar perang antar mantan
pasangan, tetapi juga membuka kotak pandora segala ketoksikan hubungan dua
aktor Hollywood itu.
Saling serang antara dua kubu
dimulai sejak 11 April 2022. Pihak Amber menyebut Johnny sebagai “monster”.
Sementara pihak Johnny menyebut berbagai klaim atau tuduhan dari Amber Heard
adalah “fiktif” dan pengacara Depp menyebut Heard hanya
memanfaatkan momen untuk karirnya saja. Hingga akhirnya kebenaran mulai terkuak
saat Johnny memberikan kesaksian untuk pertama kalinya dan memutar rekaman
percakapan dirinya dengan Amber Heard. Amber mengaku memukul Johnny Depp.
Ditambah kesaksian dokter pribadi Johnny yang memperkuat fakta bahwa Johnny
kehilangan ujung jari tengahnya akibat pertengkaran dengan Amber.
Sampai saat ini, kasus ini masih bergulir. Berkaca dari apa yang terjadi
pada mantan pasangan Amber Heard dan Johnny Depp, satu pelajaran yang bisa kita
ambil bahwa dalam keseharian KDRT tidak hanya dialami perempuan alias istri.
Sebab, selama ini sering dijumpai kasus KDRT dialami perempuan, tapi jarang
sekali seorang laki-laki atau suami mengalami KDRT.
Situs Help Guide menyebutkan, satu dari tiga kasus KDRT dialami laki-laki
dengan beragam rentang usia, pekerjaan, dan latar belakang. Layaknya pada perempuan,
KDRT pada laki-laki juga bisa berupa kekerasan fisik, verbal, atau psikis.
Sayangnya, laki-laki enggan melaporkan KDRT yang dia alami dengan alasan malu, takut
tidak dipercaya, dan takut melawan kodrat dari masyarakat patriarki bahwa
laki-laki adalah pemegang kekuasaan dan mendominasi dalam peran kepemimpinan. Yakali
kalah sama perempuan?
Pola fikir seperti itu yang menyebabkan maraknya kekerasan terhadap
perempuan. Memberi perlawanan balik dalam bentuk fisik bukanlah jawaban. Ketika
laki-laki melaporkan saat mengalami KDRT atau kekerasan lainnya bukan berarti
ia gagal menjadi seorang laki-laki. Sama halnya saat KDRT terjadi pada
perempuan, cukup tinggalkan pasangan, minta bantuan pihak yang dipercaya.
Ketenangan dan langkah bijak Johnny Depp bisa menjadi contoh saat kekerasan
terjadi pada laki-laki.
Lucunya, masih saja ada yang mengangkat isu gender dan saling beradu
satu sama lain. Orang-orang ini apa tidak lelah tiap ada kasus seperti ini,
porosnya selalu berputar soal perempuan vs laki-laki melulu. Padahal
kita tidak saling berdebat buat jadi makhluk paling tersakiti atau paling
benar. Seolah-olah perempuan tidak pernah salah, laki-laki selalu mau menang
sendiri.
Dari hakikatnya saja laki-laki dan perempuan memang sudah diciptakan
berbeda. Ajaran Islam datang ke bumi mewartakan soal perlunya bersikap adil,
setara, saling menghargai sesama manusia tanpa didasarkan pada perbedaan,
termasuk gender. Saat terjadi kasus seperti ini, yang dibutuhkan hanyalah
keadilan pada peristiwanya, partisipasi yang tidak jomplang, sesuai konteks.
Selesai.
Sumber gambar : Twitter
Oleh: Muhammad Saifurrohman
0 Comments
Posting Komentar