Peran Islam dalam Kesehatan Mental

 



Sehatnya manusia itu tidak hanya dilihat dari sehat fisiknya saja, akan tetapi sehat antara jasmani dan rohaninya juga mampu berpikir secara jernih, bisa menyelesaikan berbagai masalah dengan sendirinya di dalam hidupnya. Pandai bersosialisasi dengan teman atau keluarganya, semangat menjalani hidup, dan menyebar kebahagiaan kepada orang lain. Hal ini termasuk bukti bahwa sehatnya mental seorang manusia.

Kesehatan mental juga sama pentingnya dengan kesehatan fisik, cuman memang sangat berbeda dari segi gejala. Akan terlihat jelas ketika seseorang mengidap salah satu gejala dari suatu penyakit misalnya flu, dia akan mendapatkan gejala yang jelas seperti batuk-batuk, pilek, pusing. Lain halnya ketika seseorang yang sedang mengidap penyakit mental, gejala orang yang mengidap penyakit mental tidak sejelas gejala di penyakit fisik. Misalnya seseorang yang terkena depresi, dia akan mendapatkan gejala yang samar-samar seperti cemas, kehilangan energi, dan lain-lain, atau bisa juga dia sendiri tidak tahu bahwa gejala yang sedang dia rasakan adalah bentuk dari penyakit mental depresi.

Data dari WHO mengenai kesehatan mental di tahun 2020 meningkat drastis, bisa dilihat dari tingkat permintaan konseling yang meningkat drastis di semua negara. Kesadaran orang akan kesehatan mental ini lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi. karena sejatinya, seseorang tidak siap dengan perubahan keadaan yang signifikan seperti pandemi sekarang dan juga faktor yang dialami oleh mahasiswa Indonesia di Sudan yaitu penutupan kampus yang terjadi berulang kali hingga menyebabkan perlambatan kelulusan mahasiswa. Hal ini bisa menandakan bahwa salah satu penyebab banyaknya orang yang sedang mengalami penyakit mental.

Dan juga semenjak medsos menjadi candu bagi generasi z, berbagai masalah muncul salah satunya adalah self diagnosis atau mendiagnosa sendiri tanpa menggunakan tenaga ahli. Seperti halnya sebuah kasus yang sering kita temukan di masyarakat Indonesia, seorang pemuda yang lahir di generasi z kemudian curhat di medsos mengenai dirinya yang dia rasa mengidap penyakit mental karena putus cinta atau mendapat tekanan di organisasi. Dia bisa dengan mudahnya mendiagnosa dirinya sendiri tanpa tenaga ahli atau yang profesional seperti psikolog, padahal hal ini perlu kemampuan khusus dalam menentukan atau mendiagnosis suatu penyakit khususnya penyakit mental.

Terkadang juga orang yang menganggap dirinya punya penyakit mental itu kurang tepat dalam memilih solusi, yang dimana dia justru  merujuk penyakitnya ke salah satu ustaz yang dianggap kompeten dan menganggap bisa menyelesaikan masalah mental yang dia rasakan, padahal hal ini kurang tepat. Sang ustaz pastinya memberikan solusi dengan ilmu yang dia miliki yaitu ilmu agama, dan kemungkinan besar jawaban seorang ustaz adalah agar memperdalam ibadah atau memperkuat iman. Setelah mendapatkan wejangan dari sang ustaz, orang muslim sejati mungkin bisa menerimanya dan menjadikan solusi tetapi bagaimana seorang yang dia hanya muslim ktp, yang bisa dibilang Islam secara lisan atau bisa disebut juga orang awam, besar kemungkinan orang ini kurang mendapatkan jawaban yang solutif, karena ustaz ahli di bidang agama dan memberi solusi dengan ilmu agama yang dia kuasai.

Disini saya bukan menyalahkan orang yang sakit mental kemudian dia meminta solusi ke ustaz, bukan. Justru agama mempunyai peran besar juga dalam hal kesehatan mental, tapi jangan menyesal ketika kamu orang awam kemudian kamu disarankan oleh orang terdekatmu untuk pergi ke seorang ustaz, lalu kamu merasa ada penyakit mental di dalam dirimu dan jangan heran jika jawaban sang ustaz kurang memuaskan. Karena faktanya, orang yang sakit mental itu tidak hanya karena satu variabel penyebabnya, banyak faktor yang berperan disitu dan juga solusinya tidak hanya dari sudut pandang spiritual atau ibadah.

Pada hakikatnya manusia itu lemah dari beberapa aspek. Yang pertama aspek biologis, manusia sangat terbatas hingga dia butuh yang namanya makan, jika tidak makan normalnya manusia tidak akan bisa survive hingga sampai saat ini. Yang kedua dari aspek emosional atau ego. Tiap manusia mempunyai ego untuk sesuatu, tidak jarang kita mendapati orang yang masih terbawa oleh egonya sendiri, jangan jauh-jauh kita yang sekarang lagi membaca tulisan ini mungkin pernah juga terbawa oleh ego kita sendiri.

Ini menandakan bahwa kita tidak sekuat yang kita kira, kita tidak bisa hidup tanpa bergantung kepada sesuatu, kita itu lemah. Dengan segala kelemahan, manusia butuh sesuatu yang bisa melampaui semua kelemahan ini atau butuh sesuatu yang bisa buat manusia bergantung atau bersandar, yang menurut Islam bisa disebut dengan bersujud meminta pertolongan kepada yang maha segalanya yaitu Allah SWT.

Telah disebutkan paragraf di atas bahwa Islam juga mempunyai peran penting di dalam kesehatan mental walaupun tidak sepenuhnya. Secara fungsional ternyata agama adalah mekanisme manusia untuk mengurangi stresnya. Hasan Askari, beliau adalah seorang psikolog berkata “Bahkan salah satu proses pendekatan untuk mencari makna dalam pasien penderita penyakit terminal illness (yang dimana penyakit ini tidak bisa disembuhkan) dan bakal bentar lagi meninggal itu pendekatan spiritual yaitu ibadah dan lain-lain yang digunakan”.

Dari sini peran agama dalam hal kesehatan mental itu ada, karena orang yang telah divonis akan meninggal dalam waktu dekat dan diberi pendekatan secara spiritual dengan cara meyakinkan pasien tadi  untuk mencari makna kehidupan. Dalam Islam, orang yang diberi penyakit oleh Allah berarti tandanya dia masih dipedulikan sama Allah dengan diberikannya cobaan dan dijanjikan akan dihapuskan dosa-dosanya selama mengalami penyakit itu sebelum bertemu dengan Allah. Jadi secara fungsi agama memang menyelamatkan manusia dari kehancuran, depresi, kecemasan karena dia merasa ada yang akan membackup dosa-dosanya dan bisa meringankan siksanya di akhirat kelak.

Dinamika ketika seseorang mempunyai masalah itu semuanya sama menurut seorang psikolog muslimah yaitu Analisa Widyaningrum, beliau memberikan pengertian bahwa ketika manusia mempunyai masalah pasti akan merasa kecewa, sedih, cemas, dan lain-lain. Ini adalah manusiawi walaupun semisal dia mempunyai tingkat keimanan seperti kiai atau habib pasti akan merasakan hal seperti itu. Tetapi yang membedakan adalah dilihat dari respon terhadap kegelisahan ketika mempunyai masalah itu, orang yang mempunyai tingkat keimanan yang tinggi dia tidak akan berlama-lama merenungi kegelisahan yang dialami, dia akan berusaha menerimanya ikhlas, sabar, bersyukur dan berusaha ikhtiar agar masalah cepat terselesaikan seperti yang telah diajarkan Islam. Lain halnya dengan orang yang tingkat keimanannya rendah dia akan stuck di galau, cemas, sedih dan membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menerimanya. Ini merupakan kelebihan daripada kita yang sampai saat ini masih diberi nikmat iman dan takwa.

Dari sini saya menarik kesimpulan bahwa setiap manusia mempunyai disiplin ilmu tersendiri, orang yang sudah ahli dalam ilmu tertentu juga harus mengetahui porsi dia itu dimana, agar tidak terjadi over kompetensi, karena dalam Islam kita diajarkan bahwa “bertanyalah kepada ahlinya ketika kamu tidak tahu” seperti kasus diatas yang sudah saya sebutkan tadi.

Dan juga ternyata agama Islam mempunyai peran penting dalam kesehatan mental seseorang, karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang lemah dan butuh bergantung kepada sang pencipta, dengan ketergantungan ini seorang muslim sejati dia akan lebih tenang ketika mentalnya sedang terserang, karena dia percaya bahwa ada Allah yang akan menjaga, menjamin, dan menyelamatkan dia dari suatu masalah, sehingga hadirlah ketenangan dalam dirinya yang dapat meredakan penyakit mental yang sedang dia rasakan.

 

Sumber gambar : islampos.com

Muhammad Khalid Izzudin

Mahasiswa International of Africa

Peserta Lomba Menulis Opini El-Nilein Minor tema “Kesehatan Mental"

Posting Komentar

0 Comments

Formulir Kontak