Pemuda adalah tonggak sebuah peradaban, ketika
pemudanya rusak maka rusaklah peradaban itu. Begitulah kira-kira perkataan
seorang alim ulama yang sangat cocok sekali kita ambil pada zaman ini, yaitu
zaman yang penuh fitnah.
Teknologi dan peradaban modern seringkali dijadikan
acuan utama kemajuan sebuah negeri. Itulah yang dijadikan landasan utama oleh
masyarakat saat ini, terutama oleh para pemudanya. Tidak perlu heran berapa
banyak pemuda-pemudi kita di Indonesia sangat memuja-muja dunia barat dan
menjadikannya kiblat untuk mencapai hasrat tujuan dan kesenangan mereka, atau
jika kita melihat waqi’ lebih dalam berapa banyak wanita-wanita muda
yang tertarik dengan idola-idola K-Pop misalnya, atau menari-nari dengan
percaya diri dan menyebarkannya di media sosial dan melepaskan sifat thobi’iyyah
wanita yaitu rasa malu dan menjaga diri.
I.
Mental antara hamba dan Tuhanya
Mental terbentuk karena lingkungan sekitar.
Kesehatan mental menjadi hal trending kira-kira menurut penulis sehingga
memunculkan istilah self healing sebagai obat bagi mereka.
Teknologi yang begitu canggih tidak bisa
disalahkan ketika manusia itu tidak bisa memanfaatkan media itu, karena teknologi
hanyalah wasilah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Orang yang
menggenggam teknologi sendiri itulah yang akan menentukan kemana kemajuan
zaman ini akan diarahkan. Tidak heran sekali target yang diarahkan oleh para
pengembang teknologi adalah para pemuda dan pemudi karena merekalah yang akan
menentukan nantinya, akan tetapi teknologi seperti gadget yang tidak di arahkan
dengan baik akan menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi kesehatan mental.
Ketika
para orang tua, sebagai guru bagi anak-anaknya tidak mengatur penggunaan
teknologi ini akan menimbulkan penyakit seperti rasanya kurang percaya diri
untuk bergaul dengan orang-orang sekitar alias anti sosial atau sifat
narsisisme, rasa percaya diri yang sangat tinggi dan menunjukkan jati dirinya
kepada khalayak ramai. Apalagi kita sendiri tahu, di era abad kini aplikasi
untuk mengekspresikan diri sangatlah banyak seperti tik-tok dan lain
sebagainya yang sekiranya sudah begitu masyhur dikalangan masyarakat dunia.
Maka bisa dikatakan teknologi yang tak dimanfaatkan secara baik, akan
menimbulkan banyak sekali kerusakkan mental.
Bukan saja teknologi perang pemikiran yang tak
nampak juga sangatlah dashyat, jika kita perhatikan juga sebagai propaganda
barat untuk meghancurkan mental para pemuda Islam. Gaya berpakaian, gaya hidup,
cara berpikir yang liberal dan pluralis sehingga menjauhkan mereka dari nilai
syariat-syariat Islam. Lalu jatuhlah mereka pada penyakit
mental yang sangat berbahaya, yaitu Islamophobia. Tak bisa dibayangkan ketika
seorang yang mengaku dirinya pemuda muslim tetapi membenci syariat Allah yang mutlak
kebenaran dan hakikatnya? Bukankah ini adalah penyakit mental berbahaya yang
sedang menggerogoti umat ini?
Karena itu, ketika manusia memahami untuk apa
dirinya ada di dunia? Itu akan memahamkan dirinya secara gamblang
bahwa ia adalah seorang yang diberi taklif oleh Allah, sehingga tidak
akan terombang-ambing dengan segala macam carut-marut peradaban dunia. Dia paham bahwasanya dirinya diciptakan
didunia dengan satu tujuan yang mutlak, yaitu beribadah kepada Allah Subhanahu wa
ta’ala yang diabadikan dalam surat Adz-Dzariyat ayat
56. Imam Mujahid menafsirkan bahwasanya “Liya’budun
adalah Liya’rifuuni untuk mengenal dan mengetahui tentang diri-Ku (Allah
Subhanahu wa ta’ala)”.
Imam As-Sya’di berkata mengenai ayat ini “Ini
adalah Ghoyah (tujuan paling utama) diciptakannya manusia dan jin. Dan
diutusnya para Rasul pun tujuannya adalah untuk menyeru pada hal
tersebut, yakni ibadah. Dan ibadah mencakup dan berhubungan dengan pengetahuan Rabb
dan rasa cinta pada-Nya. Dan memberikan segala kekuasan pada-Nya dan menerima
itu. Dan mengingkari segala selain-Nya. Sesungguhnya kesempurnaan ibadah itu
tergantung pada pengetahuan kita tentang Rabb. Setiap kali hamba
bertambah dalam mengetahui ma’rifat Rabb-Nya, maka kesempurnaan
ibadah itu hadir. Maka itulah sebab-sebab manusia dan jin sebagai mukallafin
diciptakan”.
Dari sini kita tahu bahwasanya problematika
kerusakan mental semua ini adalah kurangnya pemahaman manusia terhadap Rabb-Nya
juga lupanya tujuan mereka untuk apa diciptakan.
II. Solusi dan
wasiat di zaman fitnah
Peradaban yang maju tidak mesti menghasilkan sumber
daya manusia yang baik, karena hakikatnya semakin besarnya peradaban
akan semakin berat ujiannya. Apalagi menghadapi perang yang tak terlihat dan
tak dirasa tiba-tiba sudah menimbulkan banyak sekali penyakit pada diri manusia
seperti yang penulis sudah jelaskan di atas.
Nabi Shallallahu A’laihi wa Sallam
bersabda dalam hadits yang diriwatkan Imam Muslim dengan sanad dari sahabat Abu
Hurairah Rodiyallahu A’nhu:
بادروا بالأعمال فتنا كقطع الليل
المظلم
“Segeralah
beramal sebelum datangnya fitnah seperti malam yag gelap gulita”
Syeikh Sulayman Al-Ulwan Hafidzahullah wa
fakkallahu asrahu berkata mengenai hadits ini: “Fi’il amr disini itu yufiidu
al-wujub yang artinya adalah sebuah perintah. Dan maksud amal disini ialah
mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan menjauhkan diri
dari segala perbuatan hina dan segala yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Bersegera mengerjakan sunah Nabi dan taat dengan perintahnya serta menjauhkan
diri dari hal-hal yang dimakruhkan, karena hamba pada zaman fitnah ini
sangatlah butuh pada Rabbnya.”
Para aimmatus-salaf ketika dilanda
fitnah di zaman nya, entah itu karena pemikiran
khawarij, mu’tazilah, jahmiyyah, murjia’ah dan lain
sebagainya, yang menurut penulis tidak ada jauh bedanya dengan fitnah saat ini
yang akan menimbulkan jatuhnya mental kita, karena tak mampu membendung segala
macam propaganda dan fitnah, yang jika ditarik pada era modern saat ini adanya
pemikiran liberalisme, komunisme, ekstremis Islam, pluralisme hingga atheisme. Para
aimmatus-salaf menyibukkan diri dengan dua hal, yaitu menuntut ilmu juga ibadah.
Ilmu adalah bashiroh dan hidayah yang
mampu merealisasikan ghoyah manusia sebagai mukallaf yaitu ibadah, alias mentauhidkan
Allah dan mengetahui ma’rifat Rabbnya. Keterkaitan antar ibadah
dan ilmu tak terpisahkan, keduanya saling tarik-menarik bagaikan magnet. Jika salah satu
keduanya hilang maka rusaklah semuanya. Ilmu yang tak ditathbiqkan akan
menjadi sia-sia sebagaimana yang dilakukan oleh orientalis barat. Mereka
mempelajari ilmu Islam dengan sungguh-sungguh, akan tetapi tujuan mereka adalah untuk
menghancurkan Islam, karena ibadah
bersifat tauqifiyyah harus ada dalil yang menopang sebuah amalan.
Kedua elemen ini sangat penting untuk
memperbaiki mental-mental yang rusak yang sudah menyebar di kalangan pemuda.
Kita bisa berkaca pada sejarah masa lalu bagaimana para pemuda Islam begitu
gagah dalam membela agamanya dan mereka tidak ada satu pun yang terdampak
penyakit mental yang melemahkan, itulah arti dari seorang pemuda. Usamah bin
Zaid, Abdullah bin Abbas, Zaid bin Tsabit, Muhammad al-Fatih adalah contoh konkret
untuk itu semua.
Akhir kata, pemuda adalah elemen yang bersifat
fundamen. Ketika mental mereka baik maka baik dan bermanfaatlah peradaban itu.
Jika ia buruk maka rugilah peradaban itu. Kita dihadapkan dengan masa depan
yang tidak bisa di raih oleh para pemuda yang sakit. Dan perlu kita ingat orang-orang yang
sakit bisa disembuhkan selama mereka masih hidup. Dan kita dituntut untuk
berjuang, bukan untuk menang, karena kemenangan adalah sunnah kauniyyah
jika kita bersungguh-sungguh di dalamnya.
Muhammad Hamzah Al-Faruq
Mahasiswa International University of Africa
Peserta Lomba Menulis Opini El-Nilein Minor tema “Kesehatan
Mental"
0 Comments
Posting Komentar