“Mental yang sehat dipengaruhi oleh kesempurnaan jiwa manusia di realitas.”- Ibnu Miskawaih
Menyikapi pandangan Ibnu Miskawaih,
dapat diketahui bahwa mental yang sehat karena kondisi jiwa yang sempurna.
Menurut Ibnu Miskawaih, jiwa merupakan substansi keberadaan manusia untuk
mengetahui kebahagiaan dan kesedihan di realitas. Ibnu Miskwaih merujuk
pemikiran Ibnu Sina yang memandang jiwa sebagai kesempurnaan pertama yang
bersifat potensial. Potensial jiwa terdiri dari akal, pancaindra, dan khayal.
Akal sebagai potensi tertinggi jiwa berperan untuk menganalisis berbagai
pengetahuan yang diperoleh oleh pancaindra dan khayal. Jika akal tidak dapat bekerja
secara sempurna, maka jiwa manusia akan mengalami kesakitan. Lebih lanjut, Ibnu
Miskawaih juga merujuk pada QS. Ar-Ra’ad ayat 28 untuk membuktikan kondisi
manusia yang dipengaruhi oleh jiwa, yang artinya;
“(Yaitu) orang-orang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah SWT. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi
tentram.”
Ibnu Miskawaih memaknai kata hati dalam
QS. Ar-Ra’ad ayat 28 sebagai eksistensi yang merasakan ragam kondisi, seperti tenteram,
senang, dan bahagia. Perasaan hati tidak terlepas dari pikiran sebagai salah
satu potensi jiwa. Dalam wacana kesehatan mental hari ini, diketahui masalah
kesehatan mental merupakan salah satu isu penting yang mengalami peningkatan
kasus di realitas, sebagaimana Riset Kesehatan Dasar mencatat sedikitnya 12
juta penduduk Indonesia mengalami depresi dan gangguan mental sepanjang tahun
2018. Tingginya kasus depresi di Indonesia dipertegas dengan pertumbuhan kasus
gangguan emosional, sebanyak 19 juta di tahun 2018. Menurut Riset Kesehatan
Dasar, kasus gangguan emosional naik sebesar 9,8 % daripada tahun 2013 yang
berkisar sebesar 6 %.
Para psikolog barat, berusaha
menyikapi pertumbuhan kasus depresi dan gangguan emosional, seperti Erich
Fromm, dikutip melalui buku Hasan Yusufian yang berjudul “Kalam Jadid:
Pendekatan Baru dalam Isu Agama”, menjelaskan tingginya kasus depresi dan
gangguan mental didasari oleh hilangnya ketenangan dan harapan yang didasari oleh
persepsi individu memandang kehidupan sebatas ruang kompetisi untuk memenuhi
kebutuhan materialis. Pandangan Erich Fromm dipertegas oleh Sigmund Freud dalam
salah satu karyanya berjudul “The Ego and Id” menjelaskan penyakit
mental didasari oleh hilangnya objek kehidupan individu yang mengindikasikan
rusaknya keseimbangan manusia dalam memandang arah hidup. Demi mengatasi ragam masalah
tersebut, Sigmund Freud menawarkan tiga konsep utama sebagai langkah terapi
penyakit mental yang meliputi id, ego, dan super ego yang
dipandang sebagai struktur kepribadian manusia.
Id
dalam pandangan Sigmund Freud, ialah pribadi bawaan yang senantiasa mendorong
manusia untuk memperoleh kesenangan dan kepuasaan fisik di realitas. Akan
tetapi, Sigmund Freud menilai id tidak dapat mengatasi permasalahan
mental manusia, sehingga ego perlu mengatur id untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Artinya, ada aksi untuk memenuhi id, demi mencegah
terjadinya ketegangan dalam kepribadian manusia. Adapun super ego merupakan
sistem kepribadian yang berisi nilai-nilai moral bersifat evaluatif untuk mengontrol
perilaku individu.
Berdasarkan ragam penjelasan di
atas, dapat diketahui para psikolog modern menilai kesehatan mental manusia
dipengaruhi oleh kepuasan materi. Akan tetapi, perlu dipahami bahwa secara
eksistensi manusia terdiri dari
keberadaan utama, yaitu materi dan jiwa. Kita dapat mengetahui bahwa
para psikolog modern menempatkan wacana kesehatan mental pada ruang materi,
tanpa melibatkan pembahasan jiwa sebagai substansi keberadaan manusia. Tentu
diperlukan solusi untuk memotret wacana kesehatan mental secara komprehensif
dalam diri manusia. Tulisan sederhana ini, berusaha menjelaskan pandangan Ibnu
Miskawaih mengenai kesehatan mental dalam wacana pemikiran Islam.
Lebih lanjut, telah diketahui bahwa konsep
kesehatan mental dalam perspektif Ibnu Miskawaih merujuk pada QS. Ar-Ra’ad ayat
28 dan pemikiran Ibnu Sina mengenai eksistensi jiwa. Berdasarkan dua rujukan
tersebut, Ibnu Miskawaih menilai bahwa perasaan sedih dan takut didasari oleh
respon jiwa terhadap suatu objek, seperti jiwa merespon suatu harapan yang
tidak mungkin terealisasi di realitas. Demi mengatasi kondisi sedih dan takut,
Ibnu Miskawih menawarkan dua pendekatan, antara lain; pertama,
kemungkinan berpikir, ialah meluruskan cara pandangan individu untuk mengatasi tidak
terciptanya harapan. Kemungkinan berarti ketidakpastian suatu perkara akan
menimpa individu yang didasari oleh suatu sebab, seperti jika seseorang yang
berdiri di atas ketinggian, maka dia berpikir akan terjatuh dan tewas. Menurut
Ibnu Miskawaih, kemungkinan berdiri di atas ketinggian dan terjatuh merupakan
dua relasi yang berjauhan, sehingga tidak akan terjadi. Begitu pun kesedihan
dan ketakutan manusia terhadap suatu harapan, perlu untuk memperbaiki cara
berpikir untuk memperoleh ketenangan. Kedua, berpikir kritis daripada
perasaan yang meledak-ledak. Penawaran kedua dalam pandangan Ibnu Miskawaih,
berusaha mengarahkan manusia untuk berpikir positif daripada takut mengambil
suatu tindakan yang didasari oleh kekhawatiran terhadap suatu peristiwa di masa
mendatang.
Dengan demikian, dapat diketahui
bahwa kesehatan mental dalam pemikiran Ibnu Miskawaih menitikberatkan
rehabilitas pikiran manusia sebagai salah satu potensi jiwa untuk memperoleh
kebahagiaan di realitas. Meskipun, perlu digarisbawahi bahwa Ibnu Miskawaih
juga memandang bahwa kesehatan mental manusia harus ditinjau dari pendekatan
materi, seperti diabetes dan obesitas. Dalam ilmu medis, diketahui bahwa
diabetes tidak sebatas disebabkan oleh konsumsi makanan yang tidak sehat,
melainkan juga diakibatkan oleh stres yang dapat meningkatkan glukosa darah
yang menyebabkan individu terkena diabetes. Dalam kasus lain, diketahui penyakit
obesitas juga disebabkan oleh pola pikir yang menyikapi suatu permasalahan.
Akibatnya, manusia mengalami stres yang meningkatkan kadar hormon kortisol yang
tertumpuk dalam tubuh manusia, sehingga individu mengalami obisitas.
Berdasarkan ragam penjelasan di
atas, dapat disimpulkan bahwa potret wacana kesehatan mental dalam psikolgi
Islam, khususnya pemikiran Ibnu Miskawaih dikaji melalui pendekatan materi dan
jiwa dengan merujuk eksistensi manusia secara universal. Pendekatan materi
dalam pandangan Ibnu Miskawaih, ialah proses menilik akar penyakit dalam tubuh
manusia yang berkaitan dengan kondisi jiwa, sedangkan pendekatan jiwa dalam
pandangan Ibnu Miskawaih berusaha membatasi ragam pemikiran negatif yang
dipandang mempengaruhi kondisi tubuh manusia di realitas. Artinya, tubuh dan
jiwa memiliki keterhubungan dan tidak bisa dipisahkan untuk merespon berbagai
permasalahan sebagai ruang kebahagian dan kesedihan di realitas, sebagaimana
Ibnu Miskawaih dalam “Tahdzīb al-Akhlāq” menyebutkan; “Kesehatan
mental manusia dapat dinilai melalui kesempurnaan pikiran dan perilaku dalam
merespon suatu masalah”. Hasil akhir dari pemikiran Ibnu Miskawaih terhadap
kesehatan mental berlandaskan pada QS. Al-Imran ayat 110 dan QS. Az-Zariyat
ayat 56 bahwa kebahagiaan yang dimiliki oleh individu harus diberikan kepada
individu lain untuk menciptakan ketentraman dan kedamaian, serta ketakwaan
dirinya kepada Tuhan di realitas. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
penawaran Ibnu Miskawaih selaras dengan ajaran Islam, sekaligus juga
menyempurnakan ragam kekurangan psikolog modern yang sebatas mengkaji kesehatan
mental manusia secara partikular.
Nurul Khair
Mahasiswa Ahlul Bayt International University, Iran
Peserta Lomba Menulis Opini El-Nilein Minor tema "Kesehatan Mental"
0 Comments
Posting Komentar