Ahad [19/12] puluhan ribu
pengunjuk rasa memenuhi jalan-jalan utama di Khartoum untuk menuntut
pemerintahan sipil dan juga memprotes dominasi tentara yang memegang kekuasaan
di pemerintahan.
Sejak dini hari,
pasukan tentara dan polisi telah menutup jembatan utama yang menghubungkan
Khartoum pusat dengan wilayah Omdurman (barat ibu kota) dan Bahri (utara) untuk
mencegah pengunjuk rasa mencapai markas besar tentara. Pada waktu yang
bersamaan pasukan keamanan juga telah dikerahkan untuk patroli dan mengangkut
pasukan di pusat Khartoum, untuk mencegah para demonstran menyusup.
Tentara menutup semua
jalan di sekitar markasnya di pusat kota dengan kendaraan bersenjata, kawat
berduri, dan penghalang beton. Di sekitar bandara, jalan terpenting di
kota, ditutup dengan kendaraan militer bersenjata. Jalan-jalan di pusat
Khartoum kosong dari pejalan kaki dan mobil kecuali sedikit saja kendaraan umum
yang beroperasi. Toko-toko menutup pintu mereka dan polisi dikerahkan di
persimpangan utama membawa gas air mata.
Pasalnya, Komite
Perlawanan, Asosiasi Profesional, dan kekuatan politik lainnya telah menyerukan
demonstrasi massal di Khartoum dan kota-kota besar lainnya, menolak perjanjian
politik yang ditandatangani antara Panglima Angkatan Darat, Abdel-Fattah
Al-Burhan dan Perdana Menteri Abdullah Hamdok, dan untuk menuntut pemerintahan
sipil penuh.
Pada sore hari polisi mulai
menembakkan gas air mata pada pengunjuk rasa di dekat istana presiden di ibu
kota. Di daerah Omdurman para demonstran juga berhasil menyeberangi jembatan
setelah pasukan keamanan polisi tidak dapat mengendalikan massa, menurut saksi
mata, Muhammad hamid.
Sejak Senin [25/10]
lalu, Sudan telah menyaksikan protes yang menolak tindakan luar biasa, termasuk
menyatakan keadaan darurat, membubarkan Dewan Kedaulatan dan Menteri Transisi,
memberhentikan Perdana Menteri Abdullah Hamdok, dan menangkap para pemimpin dan
pejabat partai.
Sumber : DM.COM
Penulis : April Setiawan,
Mahasiswa Kuliah Jabroh Ilmiah
0 Comments
Posting Komentar