Abu Zakaria
Muhyiddin Yahya bin Syaraf bin Hisyam An-Nawawi, atau biasa dikenal dengan
sebutan Imam Nawawi, menulis kitab At-Tibyan
Fi Adab Hamalatil Qur’an, sebuah kitab yang mengulas tentang bagaimana
seorang muslim berinteraksi dengan Al-Qur’an. Tak hanya itu kitab yang ditulis
dan dirancang beliau dalam 10 bab ini juga menjelaskan tentang keutamaan
membaca Al-Qur’an, adab mengajarkan dan mempelajarinya, ayat-ayat ataupun surat
yang disukai untuk dibaca dalam kondisi tertentu, dan salah satunya juga membahas
bagaimana adab kita sebagai seorang muslim ketika membaca Al-Qur’an.
Saat membaca
Al-Qur’an, selain diwajibkan untuk mengikhlaskan niat dalam melakukannya, juga
perlu dibarengi dengan mempraktikkan adab-adab saat membacanya. Bukan tanpa
alasan, sebab Al-Qur’an merupakan kalamullah
yang tidak ada keraguan di dalamnya dan terjaga dengan penjagaan-Nya. Dan
sebagaimana Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisikan wahyu Allah Subhanahu
Wa Ta’ala, patutlah kita sebagai seorang muslim untuk menjaga adab ketika
membersamainya.
Berikut 5 adab
membaca Al-Qur’an dari beberapa himpunan adab yang dijelaskan Imam Nawawi dalam
kitabnya sebagai berikut:
1.
1. 1. Bersiwak Sebelum Membaca Al-Qur’an
Pada
bab tentang adab membaca Al-Qur’an, Imam Nawawi pertama kali menyebutkan himbauan
untuk bersiwak atau membersihkan mulut sebelum membaca Al-Qur’an. Apabila tidak
ada siwak, maka diperbolehkan menggunakan sesuatu yang memiliki fungsi yang
sama dengannya dalam hal membersihkan mulut. Seperti sikat gigi, kain, atau
menggosok gigi dengan jari.
Sementara
dimakruhkan apabila kondisi mulut dalam keadaan najis entah karena darah atau
sebab yang lainnya. Abu Wahid bin Ismail mengatakan bahwa kondisi ini tidak
sampai menyebabkan pengharaman membaca.
2.
2. 2. Dalam Keadaan Suci
Dianjurkan
membacanya dalam keadaan suci. Adapaun diperbolehkan membacanya dalam keadaan
berhadas dan bukan termasuk kemakruhan. Abu Malik bin Abdullah bin Yusuf Abu
Ma’aly atau biasa dikenal dengan Imam Haramain menyebutkan bahwa tidak
dikatakan sebuah kemakruhan ketika membaca Al-Qur’an dalam keadaan berhadas.
Akan tetapi hal yang demikian termasuk meninggalkan keutamaan-keutamaannya.
3.
3. 3. Membacanya dengan Khusyuk
Dianjurkan
untuk membacanya dengan khusyuk dan
disertai pula dengan tadabur. Karena hal tersebut dapat memberikan kelapangan
hati dan cahaya di dalamnya.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
اَفَلَا
يَتَدَبَّرُوۡنَ الۡقُرۡاٰنَؕ وَلَوۡ كَانَ مِنۡ عِنۡدِ غَيۡرِ اللّٰهِ لَوَجَدُوۡا
فِيۡهِ اخۡتِلَافًا كَثِيۡرًا
“Maka
tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur'an? Sekiranya (Al-Qur'an) itu
bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di
dalamnya.”
(QS. An-Nisa: 82).
Dan firman-Nya dalan QS.
AS-Shad ayat 29,
كِتٰبٌ
اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ مُبٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْٓا اٰيٰتِهٖ وَلِيَتَذَكَّرَ
اُولُوا الْاَلْبَابِ
“Kitab
(Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati
ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.”
4.
4. 4. Mengulang-ulang Ayat
Kebanyakan
dari kaum muslim saat membaca AlQur’an termotivasi untuk membacanya dengan
cepat karena menginginkan kuantitas yang banyak dalam membacanya. Padahal
mengulang-ulang ayat Al-Qur’an disertai dengan tadabur akan makna yang
terkandung di dalamnya
merupakan cara Rasul dan para sahabat terdahulu dalam berinteraksi dengan
Al-Qur’an.
Dalam
hadis yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan Ibnu Majah, Rasulullah Sallallahu
'Alaihi wa Sallam mengulang-ulang ayat dari QS. Al-Ma’idah ayat 118, “ اِنْ
تُعَذِّبْهُمْ فَاِنَّهُمْ عِبَادُكَ” sampai waktu subuh. Hal serupa juga
dilakukan oleh Tamim Ad-Daari, Asma’ binti Abu Bakar, Ibnu Mas’ud, Sa’id bin
Jubair, dan para sahabat lainnya, di mana mereka sengaja mengulang-ulang dalam
membaca suatu ayat untuk memahami kandungan yang tersimpan di dalamnya.
5.
5 5. Membaca Al-Qur'an
dengan Tartil
Para
ulama bersepakat bahwa membaca Al-Qur’an dengan tartil adalah perkara yang mustahab (dianjurkan). Sebagaimana firman Allah Subhanahu
wa
Ta’ala,
وَرَتِّلِ
الۡقُرۡاٰنَ تَرۡتِيۡلًا
“Dan bacalah Al-Qur'an itu
dengan perlahan-lahan”
(QS. Al-Muzammil: 4)
Imam
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal bahwa ia melihat
melihat Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam pada hari penaklukkan
Kota Makkah sedang menunggang unta. Beliau membaca surat Al-Fath di mana dalam bacaan itu
beliau melakukan tarji’ (bacaan lambat dan dengan
mengulang-ulang).
Adapun
dilarang untuk membaca Al-Qur’an dengan asal-asalan. Sebagaimana jawaban Ibnu
Mas’ud ketika seseorang berkata kepadanya,
قَرَأْتُ المُفَصَّلَ اللَّيْلَةَ
فِي رَكْعَةٍ
“Semalam
aku membaca (semua) surat mufashshal dalam satu rakaat.”
Lantas
Ibnu Mas’ud menjawab,
هَذًّا كَهَذِّ الشِّعْرِ
“Itu
seperti membaca puisi (syair) dengan tergesa-gesa (cepat).”
Imam
Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin mengatakan
bahwa membaca Al-Qur’an dengan tartil hukumnya mustahab (dianjurkan) untuk
orang ‘ajamy atau orang asing karena
hal tersebut mnedekatkan kepada adab memuliakan Al-Qur’an kendati mereka tidak
mengetahui maknanya. Dan lebih meninggalkan bekas di hati ketimbang membacanya
secara cepat dan tergesa-gesa.
5 adab dulu ya, Ners! Dalam kitab
karangan Imam Nawawi dijabarkan lebih banyak lagi penjelasan terkait adab
seseorang ketika membaca Al-Qur’an. Semoga lain waktu bisa kembali mengulas
adab-adab yang lain dari buku tersebut,
ya, Ners! Semoga bermanfaat.
Faradilla Awwaluna Musyaffa'
Mahasiswi International University of Africa - Sudan
0 Comments
Posting Komentar