![]() |
Baru-baru ini media nasional hangat mengangkat kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh ayah kandung kepada tiga orang anaknya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Kasus yang diberhentikan secara sepihak oleh pihak kepolisian dengan dalih tidak cukup bukti ini ramai diangkat dan didukung untuk dibuka serta diusut kembali oleh media. Ibu korban melaporkan kasus yang menimpa ketiga anaknya kepada kepolisian setelah menemukan luka lebam di paha anaknya dan keluhan sakit pada bagian vagina.
Kasus
pelecehan seksual pada tiga anak di bawah umur tersebut bukanlah kasus pertama
yang terjadi di Indonesia. Hal ini semakin miris dengan adanya data bahwa 90%
kasus pelecehan seksual pada anak justru dilakukan oleh orang yang mereka
kenal. Kasus lain yang serupa, terjadi pada Maret silam terkait ayah kandung
yang melecehkan anaknya yang berusia 16 tahun, ketika diusut kepolisian, pelaku
berinisial DJ mengaku tidak ingat berapa kali melakukan tindakan bejat itu,
sebab ia mengaku hampir setiap hari melakukan pencabulan pada putri kandungnya.
Sang Istri yang melaporkan kasus tersebut ke kepolisian Jakarta Utara setelah
korban yang tidak tahan dengan ancaman dan pelecehan yang bertubi-tubi menimpanya
melapor pada ibunya.
Mengulik
kasusnya, Indonesia memiliki banyak sekali usutan kasus pelecehan yang menimpa
anak. Bentuk yang variatif mulai dari sekedar melayangkan ancaman hingga tidak
segan membunuh korban. Kendati korban adalah darah dagingnya. Sayangnya
beberapa kasus yang diusut dan didokumentasikan menyisakan kasus lain yang
tidak terdokumentasikan. Pengusutan kasus pelecehan seksual harus menyertakan
bukti bahwa ia diperkosa, disetubuhi, dan dipaksa, sementara hal itu tidak
cukup mudah untuk didapat.
Di Indonesia sendiri terkait
pelecehan seksual pada tahun 2021 ada 215 kasus yang dilaporkan secara nasional
yang menunjukkan angka penurunan di mana pada tahun 2019 jumlahnya mencapai 822
kasus. Namun, hal ini bukan merupakan sesuatu yang aman ditanggapi karena
pandemi Corona justru membatasi akses layanan hingga mobilitas korban terbatas
dan justru terperangkap dalam rumah sebelum ada laporan yang mampu
terdokumentasikan.
Kasus pelecehan seksual yang menimpa
anak di Indonesia juga berpotensi menambah jumlah anak yang trauma dikarenakan
insiden pelecehan yang menimpanya. Kesembuhannya akan lebih lama jika pelaku
adalah orang yang dikenalnya. Hal ini semakin kompleks dengan fakta bahwa
pelecehan seksual yang menimpa anak, memicu kekhawatiran dan ketakutan untuk
menceritakan kekerasan seksual yang mereka alami lebih besar. Korban bisa
merasakan ketakutan dan kecemasan tiba-tiba kendati pelaku sudah menerima
konsekuensi hukum. Apalagi jika pelaku masih bebas atau justru diterima
masyarakat setelah melakukan tindak pelecehan. Hal inilah yang juga menjadi
kritik untuk media yang memberikan tempat pada artis yang melakukan glorifikasi
terhadap pelaku pencabulan anak di televisi akhir-akhir ini.
Dalam segi kesehatan, pelecehan
seksual pada anak usia dini dapat memicu penyakit yang beragam. Mulai dari
meningkatkan komplikasi kehamilan di kemudian hari, anemia, pendarahan saat
persalinan, prematur, dan memicu adanya kanker serviks.
Payung
hukum untuk korban kekerasan seksual terus digalakkan di Indonesia. Latar
belakang pelecehan seksual, apalagi yang dilakukan oleh orang terdekat di mana
persentase menunjukkan hingga 90% kasusnya, seperti ayah kandung, baru-baru ini
dirilis oleh Polda Metro Jaya. Diantaranya adalah kecanduan pornografi, rumah
petak yang tidak ada privasi, istri yang jarang di rumah, ekonomi lemah, hobi
‘jajan’ pelacur, dan pendidikan serta spiritual yang lemah.
Secara
garis besar, latar belakang tersebut merupakan perwujudan dari krisis moral
yang terjadi, terutama pada orang tua yang seharusnya menjadi tempat berlindung
untuk anak dan orang yang memberikan teladan yang baik selama menemani tumbuh
kembangnya, yang justru kini menjadi bumerang pada kehidupan anak.
Selain perlunya memberikan edukasi
seks pada anak yang sesuai dengan usianya serta mengusahakan lingkungan yang
baik untuknya, tugas kita, para orang tua ataupun calon orang tua, adalah
memperbaiki diri semaksimal mungkin, terutama mulai mengeliminasi
keburukan-keburukan yang dimiliki sedini mungkin supaya tidak berdampak pada
darah daging sendiri. Jika tidak bisa membantu banyak, mari jangan menambah
kasusnya dengan menjadi pribadi yang baik terutama dari segi adab, pendidikan,
spiritual, dan aspek-aspek lainnya sehingga anak-anak bisa memiliki lingkungan
yang baik untuk mereka dan dapat tumbuh dari pengasuhan manusia yang baik juga
kepribadian dan moralnya. Indonesia tidak
boleh lagi darurat kasus pelecehan seksual, apalagi pada anak!
Mahasiswa International University of Africa
0 Comments
Posting Komentar