Mati Lampu Gapapa, Asal Jangan Mati Hati

 



Di Sudan, mati lampu merupakan hal yang sangat wajar, setiap hari akan selalu ada jadwal mati lampu bergilir, seakan segan untuk absen walau sehari. Namun, sesuatu yang sudah seakan menjadi kewajaran tersebut, akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya apabila menyentuh ranah pada jiwa, terlebih lagi menjangkit pada salah satu organ tubuh pengatur segala, baik tindakan maupun ucapan. Pengatur itu ada pada tubuh, yang mana Rasulullah
Shallahu ‘Alaihi Wasallam katakan pada hadisnya, yang artinya, “... Sesungguhnya pada diri itu ada segumpal darah. Jika baik maka baiklah seluruh tubuhnya, jika buruk maka buruklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal darah itu adalah hati.” (HR. Muslim). Ya, pengatur segala ucapan dan perbuatan itu adalah hati.

           Jika dilihat dari hadis di atas, hati bagaikan remot kontrol, dan anggota badan adalah perangkat yang dikontrol. Namun baik buruknya remot kontrol juga dipengaruhi dengan  stabil dan tidaknya perangkat yang dikontrol. Begitupun sama dengan hati. Hati memiliki tiga keadaan, yang mana dari ketiga keadaannya adalah dampak dari apa yang dikerjakan dari yang diatur olehnya, yaitu anggota tubuh manusia. Berikut adalah penjelasan dari tiga keadaan hati manusia.

  1.  Hati yang Sehat (Qalbun Saliim)

    Qalbun Saliim adalah hati yang bersih dan selamat dari syahwat, selamat dari hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam dan berbagai syubhat yang menyelisihi agama, bersih dalam menghamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (tidak menyukutukan-Nya dengan suatu apa pun), tidak menghamba pada makhluk, dan keridaan Allah adalah menjadi prioritas pertama dalam mengerjakan segala sesuatu. Namun, hal demikian tidaklah cukup jika hati dibiarkan begitu saja. Perlu adanya usaha untuk menjadikan hati tetap sehat, seperti memperbanyak amal saleh, melakukan kebaikan, dan lebih mendekatkan diri kepda-Nya. Jika hati sehat, maka sehatlah seluruhnya, baik perilaku maupun ucapan yang keluar dari lisan, selamat dari segala sesuatu yang bisa menjerumuskan kepada dosa.

    Disebut hati yang selamat karena sifat sehat dan selamat telah menyatu dengan hatinya.

  2.  Hati yang Mati (Qalbun Mayyit)

    Kondisi hati yang kosong, yang tidak tahu Rabb-Nya. Kondisi hati yang sepatutnya tidak menjangkit seorang muslim. Orang yang hatinya sakit, maka ia akan terus menuruti hawa nafsunya, ia tidak peduli dengan apa pun. Yang ia pentingkan hanyalah menuruti keinginan dan hawa nafsunya.

    Keadaan hati yang seperti ini bisa dipengaruhi oleh maksiat yang ia kerjakan, karena setiap maksiat yang dikerjakan yang dikerjakan seorang hamba akan menciptakan titik hitam yang akan menutupi hatinya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya, “Seorang hamba apabila melaksanakan suatu kesalahan, dititikkan pada hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya serta meminta ampun dan bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. ...” (HR. Tirmidzi)

    Dengan demikian, semakin banyak maksiat yang dilakukan, maka semakin tertutup pula hatinya, maka hati juga bisa mati karenanya. Taubat nasuha, memperbanyak kebaikan dan amal saleh, bisa menjadi solusi untuk memperbaiki hati yang telah tertutupi oleh titik-titik hitam atau pun hati yang telah mati.

  3.  Hati yang Sakit (Qalbun Mariidz)

    Hati yang sakit adalah hati yang tetap hidup namun ia sakit. Seakan memiliki dua unsur yang tarik menarik. Jika ia sedang giat beribadah dan melakukan amal saleh, maka hatinya sedang diliputi kecintaan kepada Allah, namun sebaliknya, kecintaan kepada nafsu juga terkadang mampir pada pemilik hati yang sakit.

    Keadaan hati yang seperti ini akan diuji oleh dua penyeru, menyerukan kecintaan kepada Allah dan kecintaan kepada hawa nafsu, sebaik-baik dari mereka adalah ia yang selalu berusaha memenuhi seruan kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

           Penyakit-penyakit hati mampu menimpa siapa saja, baik orang awam maupun yang sudah berilmu. Karenanya, Rasulullah sangat menekankan untuk selalu meperhatikan keadaan hati, begitu pun para sahabat yang mewasiatkan untuk selalu memperhatikan keadaan hati juga. Karena penyakit hati itu sukar dirasa, sehingga si penderita tidaklah merasakan jika ada penyakit hati yang menjangkit dirinya.

           Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya yang paling aku takutkan di antara kalian adalah syirik kecil. Mereka bertanya, ‘Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Ria.” (HR. Ahmad)

           Pada dasarnya, menjadikan hati untuk selalu sehat adalah sebuah kewajiban. Karena amalan hati adalah pokok dari segala amalan yang dikerjakan, tidak adanya keikhlasan dalam beramal, maka amalan tersebut tidak akan diterima. Maka sepatutnya untuk menjaga hati agar tidak mati. Mati Lampu gapapa, asal jangan mati hati.


Sumber gambar : pinterest

Nailul Rohmah

Mahasiswi International University of Africa

Posting Komentar

0 Comments

Formulir Kontak