![]() |
Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Laa Ilaaha Illallah..
Allahu Akbar wa Lillaahil Hamd..
Segala pujian hanya untuk Allah, Zat Yang Maha
Menguasai segala sesuatu termasuk hidayah yang diberikan-Nya untuk
hamba-hamba-Nya yang berpasrah, tunduk pada syariat-Nya. Terima kasih Allah
atas segala pemberian-Mu hingga detik ini, matikanlah kami dalam Islam. Amin.
Jikalau ungkapan syukur itu dituliskan di sini maka
isinya hanya tentang-Nya. Ah, sudahlah semoga tulisan ini juga menjadi
bagian dari mewakili rasa syukur karena titipan ilmu yang sedikit ini bisa
diolah.
Sejenak hening, jujur penulis terdiam ketika menulis
paragraf ketiga ini. Ya Allah begitu agungnya Engkau, yang bisa menjadikan
setiap hari adalah momen besar untuk beribadah. Bulan ini Engkau hadiahkan
salah satu mahluk-Mu yang agung, berisikan empat hari dengan keistimewaan yang
Engkau berikan dengan dilarangnya kami berpuasa. Ada apalagi gerangan ya Allah?
Apa hikmah di balik semua ini?
Engkau merahasiakan-Nya hingga detik ini, namun
membebaskan seluruh hamba-Nya untuk mencari hikmah apa yang sebenarnya ada di
balik pengharaman puasa selama empat hari ini. Ditambah pula kita mendapatkan
pahala tambahan dari setiap takbir yang kita lantunkan jahran wala sirran,
yang terdengar ataupun yang berbisik bahkan dalam hati.
Saat ini kita sama-sama kalut dalam masalah, baik di
perantauan ataupun di kampung halaman. Dunia kita, khususnya negara kita masih
sakit, adapun yang sehat sejatinya tetap tidak nyaman karena saudaranya terkena
virus covid-19. Isu pandemik menjadi bulan-bulanan hingga akan genap umurnya
dua tahun sebentar lagi. Namun, semoga kita bisa mengambil banyak hikmah
sembari tetap berikhtiar sebisanya untuk percepatan bangkitnya kita dari
pandemik saat ini.
Hampir-hampir penulis pesimis apakah pandemik ini akan
selesai dalam waktu dekat atau masih sangat lama, hingga muncul putus asa.
Mungkin perasaan ini muncul juga terlintas di benak pembaca sekalian atau
beberapa saja. Itu wajar, namun sebaiknya cepat-cepat kita mentas atau
selesai menyelam dari kekalutan ini karena putus asa adalah salah satu perasaan
yang Allah benci hadir di hati kaum muslimin. (Surat Yusuf: 87)
Narasi optimisme sebaliknya adalah yang selalu Allah
dan Rasul-Nya sampaikan kepada kaum muslimin, seburuk apa pun kondisinya.
Narasi itulah yang membuat Bilal bin Rabbah mengikrarkan keimanannya di depan
majikannya dengan kata ajaibnya, “Ahadun ahad.. Ahadun ahad.” Narasi
optimisme disampaikan ketika kaum muslimin juga sedang membangun parit untuk
persiapan perang pada tahun 5 Hijriah tepatnya di bulan Syawal, pesan visioner
Rasulullah Muhammad bahwa Islam akan menyebarkan kegemilangannya hingga ujung
barat dan ujung timur, juga ditaklukkannya Persia dan Syam.
Seburuk apa pun kondisi yang terjadi menimpa kaum muslimin,
sejatinya bukanlah semata-mata menganiaya mereka, justru kalutnya kita dalam
konflik walau sebentar akan mengantarkan pada keberanian kolektif untuk bangkit
bersama. Bisa dibayangkan saat itu ketika persiapan perang Khandaq,
hampir-hampir kita tidak percaya, jika tidak di landasi dengan keimanan akan
pesan Rasul tadi. Bagaimana mungkin umat yang jumlahnya kala itu sangat sedikit
akan menghancurkan dua imperium besar di zaman itu dan akan meluaskan ekspansi
dakwahnya ke seluruh penjuru bumi?
Ya, karena kita punya iman. Dalam saat-saat krisis
ini, Allah masih mensyariatkan kita untuk banyak-banyak bertakbir khususnya
selama empat hari ini (tanggal 10 Zulhijah ditambah 3 hari tasyrik). Allah
menyiratkan pesan untuk hamba-hamba-Nya saat ini agar tetap optimis, yakin
pada-Nya bahwa pandemik ini akan segera berakhir.
Selain itu, penulis juga ingin mengajak para pembaca
untuk bernostalgia melihat satu tahun ke belakang. Apa saja yang sudah kita
lewati? ”Dan tidaklah mereka memikirkan kecuali orang-orang yang menggunakan
akalnya.” (Surat Al Baqarah: 269)
Bukan cocoklogi, namun penulis ingin memanfaatkan
momen empat hari diharamkannya puasa dan
disunahkannya bertakbir untuk sama-sama mengingat kebaikan kita yang sudah kita
beri untuk Allah, setidaknya ada empat hal besar:
1. Berkurban
Betul, tentu yang pertama adalah berkurban. Kegiatan
penuh makna juga penuh pahala disisi-Nya. Selain pesan-pesan yang sudah
disampaikan oleh banyaknya khatib pada pelaksanaan salat Iduladha, penulis di sini
juga ingin mengajak seluruh pembaca untuk memulai suatu kebaikan yang mungkin
bisa menjadi hal baru bagi yang belum melakukannya, ataupun agar tetap
istikamah menjalankannya. Ajakan penulis kepada semua untuk menabung kurban. Berapa
pun yang kita punya, walau itu juga dari uang bulanan yang orang tua berikan, coba
sama-sama kita ikhtiarkan untuk ditabung sebagiannya. Jika ada yang ingin
memulai dengan merutinkan setahun kurban satu kali itu mulia, jika ada yang
ingin memulai dengan merutinkan setiap dua tahun kurban satu kali itu juga
mulia, bahkan lebih dari itu juga mulia. Ya, tergantung niat kita.
Prinsipnya tinggal kita breakdown saja dari
harga hewan kurban dibagi jumlah bulan hingga akhirnya menemukan jumlah yang
harus kita sisihkan setiap bulannya. Berangkat untuk memacu diri lebih baik
dari hari ke hari selanjutnya bukankah itu karakter muslim sejati? Tahun ini
boleh kita belum berkurban namun insyaallah tahun depan kita akan berkurban.
2. Kembali ‘Suci’
Perjuangan namun nikmat dengan waktu yang cukup
panjang selama kurang lebih tiga puluh hari berperang melawan musuh terberat
(hawa nafsu) lalu berhasil menjadikan kita menang. Menang juga dengan harap
semoga Allah menaungi kita dengan kenaikan derajat takwa yang kita dapatkan
dari Madrasah Ramadan kemarin.
Banyak sekali evaluasi dari ayat qauliyah
ataupun kauniyah-Nya selama kita bersekolah satu bulan kemarin. Semoga
tidak hanya diingat, namun juga menjadi catatan resolusi kita di Madrasah
Ramadan tahun depan. Allahumma Ballighna Ramadhan. Amin.
3. Berpuasa Satu Bulan
Sebelum merayakan kemenangan, kita mendapatkan banyak
pelajaran yang sudah Allah siapkan di kawah Candradimuka-Nya. Namun entah
mengapa saat-saat itu adalah saat-saat paling nikmat untuk bermuamalah dengan
kalam-Nya, menyalakan gelapnya malam dengan salat-salat dan sujud pada-Nya,
senyuman tulus sepanjang bulan hingga zakat fitrah yang disalurkan membuat kita
rindu akan hari-hari itu.
Namun apakah pantas kita menyematkan rasa rindu di
hati jika di luar bulan itu ternyata ibadah kita sama saja seperti sebelum
datangnya Ramadan? Bukankah Tuhan kita Allah? Atau Ramadan? Kun Rabbaniyyan
wa laa Takun Ramaadhiyyan. Jadilah hamba Allah (yang beribadah sepanjang
waktu) dan janganlah menghamba ketika datangnya Ramadan saja. Mari kita
sama-sama belajar.
4. Tekad Bersama Merayakan Kemerdekaan
Berangkat dari semangat menadaburi kisah-kisah besar
yang sudah kita buat sebelumnya, membuat kita hadir ingin mewujudkan kemerdekaan
bangsa ini. Awal tahun 1443 Hijriah sudah di depan mata, bertepatan nantinya
dengan tanggal 10 Agustus 2021 atau 76 tahun Indonesia merdeka.
Tujuan negara kita sepenuhnya belum terwujud. Menjadi
pekerjaan kita bersama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut andil dalam
perdamaian pabadi dan keadilan sosial di tingkat terkecil hingga yang terbesar
yaitu dunia. Pekerjaan yang cukup berat, mari kita selesaikan bersama-sama. Apa
yang bisa kita beri? Jika belum bisa, maka ambillah dari mana saja hal yang
baik lalu berjanjilah akan kembali kepada bangsa ini sebagai bentuk
pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak.
Semangat kolektif yang kita bangun semoga bisa
diterima dan diridai oleh Allah, hingga Allah akan menghadiahkan kita atas kesembuhan
bangsa ini dari pandemik covid-19. “Tuhanku, jadikanlah negeri kami negeri
yang aman dan berikanlah rezeki kepada setiap penduduknya yang mengimani Allah
dan hari akhir melalui buah-buahan yang Engkau tumbuhkan.” (Surat Al
Baqarah: 126)
Farrel
Izham Prayitno
Mahasiswa
International University of Africa
0 Comments
Posting Komentar