Terima Kasih Demokrasi


Bismillah. Terima kasih Allah atas segala perhatian dan pemberian-Mu hingga saat ini untuk keberlangsungan negeri ini. Semoga dengan ungkapan syukur di awal mampu menjadikan negeri ini semakin baik. Amin

“Terima Kasih Demokrasi” atau yang bisa penulis singkat menjadi “TEKAD” adalah salah satu bentuk curahan hati seorang penulis yang tak tahu diri, dan belum memiliki kapasitas pastinya untuk berbicara tentang demokrasi, ataupun sekelumit apapun tentang masalah negeri ini. Namun, tulisan ini berangkat karena rasa cinta dan peduli pribadi penulis akan harapan baik untuk negeri ini ke depannya.

Tulisan ini lahir di kala negeri ini sedang mengalami krisis oksigen. Menurut penulis, saat ini adalah saatnya bangsa memulai untuk mengurangi hingga menghilangkan prasangka-prasangka buruk tanpa data terhadap kinerja pemerintah. Mari kita fokus melawan musuh kita bersama saat ini, covid-19.

Penanganan, sosialisasi, mitigasi dan hal lainnya soal covid-19 ini tentu melibatkan banyak profesional di dalamnya. Lagi-lagi ini bukan soal pemerintah, bukan berarti tak menganggap kewajiban mereka, namun ini soal momentum. Momentum terlibatnya para ekonom senior, tenaga medis, ahli gizi, pemerhati lingkungan, hingga pakar geopolitik dan militer negara, menjadi kontributor kelas kakap demi percepatan pemulihan pandemik di negeri ini. Dua tahun lamanya kurang lebih hingga detik ini saat penulis mengirimkan tulisannya, Allah masih ‘merahasiakan’ kapan sebenarnya pandemi ini akan berakhir.

Perasaan ‘gemas’ yang berangkat dari idealisme abal-abal penulis, ingin ditumpahkan karena kondisi yang sedang tidak baik-baik saja yang masih berlaku, ditambah dengan beberapa kejadian upnormal yang mencederai keberlangsungan kehidupan rakyat Indonesia.

Banyak berita meliput begitu kerasnya kehidupan, banyak kepala daerah berpikir mencari solusi dan terjun langsung ke lapangan untuk melakukan sidak dari kantor-kantor besar hingga warung-warung kecil. Mereka semua seolah ‘mengemis’ iba pada seluruh rakyatnya untuk taat menyukseskan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang merupakan titah dari Presiden Joko Widodo sejak tanggal 3 sampai 20 Juli 2021.

Menteri Agama misalnya, juga mengafirmasi melalui kebijakannya yang memerintahkan seluruh warga yang terlibat PPKM ini untuk tidak menyelenggarakan salat Iduladha dan juga takbiran keliling seperti biasanya.

Berita yang didapat oleh penulis yaitu, dibegalnya sebuah mobil ambulans setelah mengantar pasien covid-19 di Bengkulu (sumber: CNN Indonesia). Sebenarnya apa yang salah? Siapa yang salah? Kenapa bisa salah? Bagaimana tetap ada peristiwa seperti ini terjadi walau nurani sebenarnya tetap menyatakan tidak setuju atas perbuatannya sendiri?

Menurut pandangan subjektif penulis, penyebab terbesar hal-hal ‘konyol’ tersebut bisa terjadi karena faktor pendidikan. Karena pendidikan adalah salah satu modal besar dalam pemberdayaan Sumber Daya Manusia.

Ada juga yang mengartikan bahwa PPKM adalah singkatan dari “Pak Presiden Kapan Mundur?” yang mungkin menurut subjektif penulis hal ini timbul karena ketidakpuasan mereka atas kinerja Presiden. Dijadikannya singkatan tersebut sebagai paradoks, itu adalah hak kebebasan berbicara mereka. Namun kita juga memiliki hak untuk mempercepat negara ini mencapai salah satu tujuan agungnya yaitu, “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Terima Kasih Demokrasi.

Menurut penulis, pesta demokrasi yang akan diselenggarakan pada tahun 2022 dan puncaknya pada tahun 2024, pasti masih ada kaitannya dengan penanganan covid-19 saat ini. Penulis sengaja menjadikan isu covid-19 sebagai salah satu instrumen pemersatu bangsa.

Pada bagian awal tadi, penulis menyampaikan bahwa kondisi pandemik saat ini melahirkan empati para profesional untuk melawan musuh bersama. Penulis ingin menyelipkan momentum ini, yang sebenarnya bertujuan untuk mengajak seluruh lapisan bangsa agar makin jernih dan terbuka untuk menerima kebaikan, meredam keburukan, dan melahap sebanyak-banyaknya pendidikan dari literatur mana pun di concern-nya masing-masing.

Makin mengerucut, pada akhirnya pandemik ini akan segera berakhir, bangsa kita akan makin bahagia. Namun masalah-masalah negeri ini belum diselesaikan sepenuhnya, masih banyak pekerjaan rumah ataupun kotoran-kotoran yang harus dibersihkan di dapur kita.

Marilah bersama-sama belajar meniru kebaikan seluruh profesional yang saat ini mereka kerahkan untuk melawan musuh bersama. Setelah ini kita akan ikut berlayar bersama mereka, kita berangkat dari pelabuhan menuju pulau peradaban yang lebih sejuk dan rindang dibanding saat ini. Pulau peradaban yang sudah cerdas bangsanya, sudah damai nan tertib seluruh rakyatnya, tidak ada lagi kata penjajahan, kesejahteraan mereka sudah didapatkan, dan seluruh tumpah darah mereka terlindungi. Itulah tujuan negara kita yang termaktub jelas dalam Mukadimah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Semangat kita akhirnya sama, demokrasi bisa menjadi selimut besar bangsa untuk saling berkompetisi demi kebaikan mereka masing-masing. Pesta demokrasi yang dilaksanakan pada puncaknya yaitu pemilihan presiden, nantinya akan menjadi momentum penuh kebahagiaan, karena Presiden dan Wakilnya yang terpilih mencerminkan wajah rata-rata pendidikan rakyat Indonesia, mencerminkan kualitas pemberdayaan sumber daya mereka. TEKAD kita ternyata sama.

Inilah yang juga penulis inginkan, kita bersyukur bahwa demokrasi adalah yang paling bisa kita pakai untuk saat ini. Tidak ada lagi permusuhan, upaya polarisasi, dan sentimen-sentimen antar golongan yang sama sekali tidak diperlukan ada di negara ini. Semoga Rasulullah Muhammad bisa menjadi contoh kita semua dalam menyatukan seluruh rakyat yang ada di Madinah, walau ada perbedaan daerah asal hingga agama, tidak menjadikannya alasan bangsa mereka tak bisa maju. Terima Kasih Demokrasi.

Allahu Ta’ala wa Rasuluhu A’lam.

 

 Sumber gambar : pinterest

Farrel Izham Prayitno

Mahasiswa International University of Africa


Posting Komentar

0 Comments

Formulir Kontak