![]() |
Negara-negara di dunia sekarang
tengah memperebutkan sebuah pencapaian Millennium Development Goals
(MDGs) yang titik fokusnya adalah berupaya dalam penanggulangan masalah
kemiskinan dan kesehatan. Melihat masalah dan perkembangan yang terjadi pada
dewasa ini, Indonesia perlu menyadari bahwa bangsa ini memiliki peluang emas
dalam menuju era ekonomi baru seperti yang disebutkan dalam majalah The
Economist.
Kishore Mahbubani, dalam bukunya Asia
Hemisfer Baru Dunia (2011) menyatakan bahwa akan terjadi pergeseran
kekuatan ekonomi secara global dari barat ke timur, untuk itu Indonesia perlu
optimis akan hal ini walaupun tantangan yang akan dihadapi sangat kompleks,
Indonesia sendiri telah terpilih sebagai anggota Grup-20 (G-20) yang elite dan
ini merupakan langkah awal untuk membuka peluang emas akan hal itu.
Bangsa-bangsa di dunia harus dipaksa
mengikuti pergolakan zaman dengan perubahan yang terjadi begitu cepat, maka
mereka harus cepat beradaptasi untuk mengikuti arus ombak dan arah angin
ekonomi baru. Begitu dinamis perubahan zaman sehingga pertumbuhan dalam
paradigma ekonomi baru harus melibatkan kekuatan inovasi dengan fokus utama
kekuatan Sumber Daya Manusia (SDM) tanpa mengesampingkan Sumber Daya Alam
(SDA).
Dalam hal ini, yang perlu menjadi
fokus utama untuk menuju era ekonomi baru bukanlah SDA lagi, namun SDM yang
berbasiskan pengetahuan, karenanya yang dibutuhkan oleh pasar dunia masa depan
bukan lagi “made in” tapi “inovation in”. Pertanyaannya: Mengapa
inovasi? Apakah masyarakat Indonesia sudah sampai pada tahap masyarakat yang
berbasiskan pengetahuan? Jika belum, langkah apa yang perlu dilakukan untuk
menujunya? Inilah yang menjadi PR besar bagi bangsa Indonesia.
Berbicara mengenai era ekonomi masa
depan, tentu akan membicarakan sebuah konsep ekonomi yang berkelanjutan. Indonesia
sendiri berada pada dua posisi yang bertolak belakang antara ramalan indah dan
kenyataan buruk yang berkesinambungan. Satu sisi, dunia internasional
memberikan prediksi dan apresiasi besar terhadap Indonesia, bahkan bank dunia
dan Goldman Sach memberikan prediksi positif bahwa Indonesia kelak akan menjadi
salah satu raksasa ekonomi dunia abad ke-21. Namun, faktanya Indonesia menjadi
negara paling konsumtif di dunia (mengacu laporan Global Consumer Report AC
Nielsen) dan salah satu masyarakat yang paling malas berinovasi (survei World
Intellectual Property Organization) sekaligus masih sangat bergantung pada
kegiatan eksploitasi SDA, menjadi penanda rendahnya kontribusi total factor
productivity (TFP) yang menjadi tolak ukur utama ekonomi inovasi masa
depan.
Dari segi SDM, Indonesia tidak
dipandang sebelah mata, contohnya pada tahun 2005 di Singapura, Indonesia
mendapatkan juara umum olimpiade fisika internasional, juga dalam kompetisi Image
cup 2010 di Polandia, Indonesia mendapatkan juara kedua kategori Windows
Phone 7 Rockstar Award dan juara ketiga kategori Interoperability Award
dan masih banyak segudang prestasi Indonesia di mata dunia. Ini menjadikan
indikator inovasi Indonesia berada pada peringkat ke-36 dari 139 negara yang
diberikan oleh World Economic Forum (WEF). Berpijak dari sini, negara
ini perlu membangun wadah atau sistem ekonomi inovasi yang berkelanjutan
sebagai salah satu langkah meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Teori ekonomi inovasi dicetuskan
pertama kali sekitar 80 tahun yang lalu oleh Schumpeter melalui karya klasik Capitalism,
Socialism and Democracy (1942), menurutnya jantung pertumbuhan ekonomi
sesungguhnya adalah evolusi kelembagaan, kewirausahaan, dan inovasi teknologi.
Kemudian teori ini dilanjutkan oleh para muridnya yaitu Robert sollow, Paul
Romer, Paul samuelson, dan Christopher Freeman. Misalnya dalam endogenous
growth theory, menurut Romer bahwa penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi
bukanlah faktor akumulasi kapital dan jumlah buruh, tetapi apa yang disebut
dengan total factor productivity (TFP), yakni faktor yang berkaitan
dengan penguasaan, kemajuaan, dan aplikasi teknologi. Pada pembuktiannya bisa
dilihat dari pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada periode 1948-1994 yang
berperan besar adalah TFP.
Ekonomi inovasi adalah pengembangan
dari teori ekonomi neoklasik, hanya yang membedakannya adalah model ekonomi
neoklasik tidak menjadikan knowledge, teknologi, dan inovasi sebagai variabel
fungsi produksi. Adapun kriteria dari inovatif itu sendiri adalah sebuah keberhasilan
(ini berkaitan dengan pengajuan paten yang dikabulkan), jangkauan global,
pengaruh, dan volume.
Pada abad ke-20, dewasa ini kita dituntut
memasuki sebuah era ekonomi baru, sebuah era ekonomi yang dipengaruhi oleh
penyebaran informasi dan kekuatan digital, justru berbeda dengan era ekonomi
masa yang akan datang yaitu era ekonomi inovasi yang mengandalkan teknologi
hayati, sebuah kondisi yang mengharuskan mengganti ide lama menjadi gagasan dan
terobosan baru dengan fokus pengembangan kekuatan SDM yang berbasiskan
pengetahuan. Ciri utama daripada ekonomi baru ini ditandai dengan munculnya apa
yang disebut dengan “teknologi hijau” (Green Technology).
Ada empat pilar kekuatan ekonomi
inovasi yaitu:
- Biomolekuler adalah teknologi penguraian DNA yang memungkinkan manusia mengurai atau mengotak-atik suatu gen sehingga bisa menghasilkan sesuatu yang baru dalam lingkup penyelesaian masalah pangan, kesehatan, dan lingkungan. Contohnya: gen ikan kutub yang disisipkan ke tanaman tomat memungkinkan buah-buahan ini dikembangkan di kawasan bersalju atau berpadunya gen manusia dan bakteri berubah menjadi penghasil insulin untuk mengatasi penyakit kencing manis.
- Teknologi nano adalah kemampuan merekaya materi pada skala nano memungkinkan teknik-teknik revolusioner dalam penciptaan bahan-bahan baru. Contohnya: kita dapat meningkatkan ketajaman dan keawetan daripada sebilah pisau dengan menata letak atom silikon dalam baja yang melapisi mata pisau tadi.
- Neuroteknologi adalah konvergensi atau keadaan menuju satu titik pertemuan antara komputer, nanotech (pengembangan dan perakitan peralatan), dan biotek (pemanfaatan sistem biologi untuk menghasilkan barang dan jasa bagi kepentingan manusia) akan menghasilakan terobosan baru di bidang kinerja pikiran (neurotek). Contohnya: EPOC Neuroheadseat, produksi emotiv, adalah produk konsumen berbasis perkembangan mutakhir teknologi neuro. Haedseat ini menggunakan serangkaian sensor yang menangkap sinyal elektrik dari otak sehingga pengguna dapat menyampaikan pikiran, perasaan, dan ekspresinya ke komputer biasa.
- Teknologi Informasi adalah pengembangan teknologi informasi akan sangat berdampak akan pengembangan komputer dan microchip serta pemanfaatan internet untuk sistem komunikasi, industri kreatif, dan hiburan.
Kemudian model pendekatan untuk
memahami cara kerja atau proses dari ekonomi inovasi ini disebut Triple
Helix (TH). Model ini muncul tahun 1996, pendekatannya adalah dengan menggabungkan
kerjasama antara akademik, pebisnis, dan pemerintah. Ketiga elemen ini
menjadi satu-kesatuan yang saling bekerja sama, di mana pihak akademik berperan
sebagai pemasok knowledge, pihak industri berperan sebagai pihak yang
memproduksi dari knowledge, dan pemerintah berperan sebagai fasilitator
yang memungkinkan interaksi stabil antara pemasok (akademik) dan pemanfaat
(pebisnis).
Proses untuk menuju perekonomian yang
lebih maju bisa dilakukan secara bertahap dengan menggabungkan semua elemen
yang ada, mulai dari pemerintah, pengusaha, akademisi, dan masyarakat yang
berbasiskan knowledge dalam sebuah wadah dan sistem yang terorganisir menjadi
satu-kesatuan. Kita perlu optimis, karena pada tahun 2010 Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono membentuk Komite Inovasi Nasional (KIN), kemudian Indonesia
juga masuk dalam G-20 yang merupakan kelompok negara-negara elite, ini menjadi
penanda sekaligus pembuka bagi bangsa Indonesia untuk lebih berani memandang masa
depan.
Toni Suhendra
Mahasiswa
Khartoum International Institute for Arabic Language
0 Comments
Posting Komentar