![]() |
‘Maklumat Penting Pake Banget dari
Warung Pakumis! Pakumis hari ini buka, ya. Menu lelenya dapet dua ekor, dong,
kakak-kakak. Yuk yang mau pesen buat makan siangnya ahlan, ya. Insyaallah start
delivery jam 11.30 CAT’
Pesan broadcast harian yang hampir mewarnai grup-grup mahasiswa Indonesia
setiap pagi, siang, dan sore itu tak lain datang dari Warung Makan Pakumis.
Kecuali hari Jumat, usaha Warung Makan
yang berada di bawah naungan Persatuan Pelajar Indonesia Sudan (PPI Sudan) itu
memang selalu rutin menyajikan makanan-makanan Indonesia yang variatif tiap
harinya. Tak terkecuali ketika Sudan menerapkan kebijakan mati internet karena
adanya ujian nasional beberapa hari silam, Pakumis tetap eksis dengan menyebar broadcast menu lebih awal dengan
mencantumkan informasi tambahan, ‘untuk antisipasi internet mati, hubungi nomor
di bawah’.
Menjadi salah satu usaha warung makan
Indonesia yang berada di Sudan, siapa sangka warung ini sudah memasuki tahun
kelima sejak masa berdirinya. Menurut pengakuan salah satu karyawan, tak
serta-merta Pakumis menyajikan makanan-makanan berat dengan paket nasi dan lauk
sebagaimana yang tersedia sekarang. Lima tahun silam, warung Pakumis hanya
menyediakan kudapan-kudapan ringan seperti keripik. Namun karena dinilai
pemasukan yang dihasilkan sedikit, maka Pakumis memutuskan untuk membuka warung
makan dengan konsep warteg yang
menyediakan nasi dan menu yang kental dengan sentuhan Indonesia.
“Kita kan badan usaha di bawah
naungan PPI Sudan. Dulunya tuh menu Pakumis masih belum kayak sekarang.
Kebutulan pada waktu itu jarang banget orang Indonesia yang jualan makanan
kayak sekarang. Kalau ada itupun yang di daerah Syarqi dan itu kan nggak buka setiap hari. Jadi ya berangkat dari itu,
lima tahun lalu, Pakumis inisatif didirikan dengan menyajikan menu makan khas
Indonesia yang bersahabat untuk mengobati kerinduan orang-orang Indonesia yang
pengen makan masakan khas negerinya.” tutur Cak Kholil, salah satu dari
perintis warung Pakumis saat ditanya bagaimana asal mula warung Pakumis
berdiri.
Warung Pakumis sendiri awalnya menerapkan
konsep warteg di mana para pembeli
bisa datang ke sekretariat PPI Sudan dan memilih sendiri menu yang disajikan di
dalam etalase kaca. Belum ada menu tetap dengan paket lauk dan nasinya. Menunya
juga sederhana, khas sekali dengan konsep warteg yang ada Indonesia. Nanti
ketika sudah selesai makan, tinggal totalan saja kepada pegawai yang menjaga.
Lima tahun silam, ketika usaha ini pertama kali buka, respon mahasiswa akan
warung Pakumis sudah luar biasa. Tak hanya mahasiswa, pelanggan warung Pakumis
juga datang dari Tentara Nasional Indoneia (TNI) yang sedang bertugas di Sudan,
“Warung ini harus punya ikon sih. Jadi kapan-kapan kalau kita pengen makan
masakan Indonesia kita tahu harus ke mana.” pesan bapak TNI yang disampaikan
untuk warung Pakumis beberapa tahun silam saat berkunjung ke warung makan ini.
Di balik 5 tahun eksistensi, bukan
berarti warung ini tak merasakan sepak terjang sebagaimana usaha yang lainnya
pada umumnya. Hal yang paling terasa adalah saaat Sudan sedang panas-panasnya
demonstrasi beberapa tahun silam hingga pada saat itu menyebabkan ketiadaan
internet. Warung Pakumis yang tetap berusaha eksis di balik kerumitan situasi
itu harus memutar otak untuk tetap bisa buka di tengah ketidak-stabilan situasi.
“Ya kita inisiatif belanja pagi-pagi
banget. Waktu polisi Sudan pada tidur, haha.
Terus kan pada waktu itu kondisi internet dimatiin, ya. Jadi mau nggak mau kita
share bc-an itu lewat pesan teks. Dan
dengan ketidak-stabilan itu wajarlah pasti ada penurunan jumlah pelanggan yang
datang. Tapi kita tetap buka. Di kondisi kayak gitu warung Pakumis mutusin buat tetep buka.” kata Sultan
Taharuddin Rani dalam salah satu kesempatan wawancara.
Berkembangnya usaha rumah makan
Indonesia yang ada di Sudan beberapa tahun terakhir, warung Pakumis ikut mengikuti
konsep perkembangan zaman dengan menawarkan kemudahan akses dan kepuasan
pelayanan publik bagi para pembeli, seperti diadakannya menu yang variatif,
layanan delivery atau mahalli atau makan di tempat, dan
penyebaran broadcast yang masif
dengan keterangan waktu kapan mulai start
delivery. Jika dulu hanya ada menu-menu sederhana, kini Pakumis sudah
memiliki banyak menu. Mulai dari ayam kecap, ayam gulai, ayam rendang, ayam
crispy, lele goreng, lele crispy, lele sambel ijo, nila bakar, dan nila goreng.
Semua menu itu tidak dikeluarkan sekali waktu, namun dibagi dengan sistem open order dua waktu.
“Usaha warung makan itu kan nggak
selamanya untung. Nggak setiap hari laku. Nah untuk itu Pakumis menginisiasinya
dengan menerapkan sistem dua kali open
order. Mulai pukul 09.00 CAT – 13.00 CAT. Dan open order kedua mulai jam 16.00 CAT – 20.00 CAT. Ini untuk
meminimalisir adanya ketidaktentuan jumlah pembeli.” tutur Sultan.
Keistimewaan warung Pakumis yang
lain, tentu karena warung ini bernaung di bawah naungan organisasi PPI Sudan.
Alokasi keuntungan yang didapat dari usaha ini tak serta-merta masuk ke kantong
pribadi pegawainya, melainkan juga disalurkan untuk kepentingan akan
berlangsungnya roda perjuangan dari PPI Sudan sendiri.
“Pasti
ada kendala ya ketika memutuskan menjadi mahasiswa sekaligus bekerja di Sudan.
Tapi yang kita harus sadari, kita kerja di warung Pakumis juga secara nggak
langsung juga kerja di PPI. Sementara kerja di PPI itu kerja untuk umat.
Bekerja untuk kepentingan umum itu pasti nggak bakal sia-sia. Jadi itu juga sih
yang perlu disadari, membeli di warung Pakumis secara nggak langsung juga
membantu PPI Sudan. Menyumbang untuk umat.”
Saat
ini warung Pakumis tetap buka dan berkembang, sebagai salah satu badan usaha
yang menopang keberlangsungan roda perjuangan PPI Sudan. Dengan menu variatif
dan tentunya bc-an yang setiap hari
selain Jumat nggak pernah berhenti. Harapannya di tahun kelima ini Pakumis bisa
menjadi warung makan yang selalu bisa menjadi andalan WNI pada umumnya dan
menjadi badan usaha yang terus bisa membantu perjuangan PPI Sudan. Dengan
slogan khasnya yang selalu istimewa; dari
kita untuk kita. Jadi gimana, nih, sobat El-Nilein, kamu udah beli warung Pakumis belum hari ini? Bagi ceritamu sini!
Faradilla
Awwaluna Musyafa
Mahasiwa
International University of Africa
0 Comments
Posting Komentar