![]() |
"Antartica
is getting greenified. Many temperate species of plants that previously could
not survive in this frozen continent are now seen everywhere because of the
warming up of the continent," said Prof Bast.
Benua Antartika merupakan satu-satunya benua yang tidak dimiliki
oleh negara mana pun. Benua yang tidak memiliki penduduk
tetap. Benua paling dingin. Musim panasnya saja hanya mencapai 20
derajat celsius. Dan jika suhu di musim dingin mampu mencapai -73 derajat celsius. Dicatat
oleh stasiun vostok milik Rusia, benua Antartika pernah mengalami suhu paling
terendah pada 21 Juli 1983 yaitu mencapai -89,2 derajat celsius.
Kebalikannya dengan benua Afrika yang menjadi
benua dengan suhu paling tinggi di dunia.
Karena suhu yang sangat rendah di Benua Antartikalah, sangat sulit
bagi tanaman untuk tumbuh di sana. Namun ternyata ada sekitar 1.150 jenis jamur yang telah
teridentifikasi. Hal ini menunjukan keanehan yang kini terjadi di benua
Antartika. Salah satu faktornya adalah meningkatnya suhu yang disebabkan oleh
pemanasan global. Pemanasan global inilah yang memicu cairnya es yang
menyebabkan air laut meninggi disamping efeknya dalam perubahan iklim.
Selain meningginya air laut, Antartika yang mulai menghangat menyebabkan
tanaman beriklim mulai tumbuh dan akhirnya membuat Antartika menghijau. Seorang peneliti
ekspedisi enam bulan ke Benua Antartika dari India. Yaitu Dr. Felix Bast mengatakan, “Antartika semakin menghijau.
Banyak spesies tumbuhan beriklim sedang yang sebelumnya tidak dapat bertahan
hidup di benua beku ini sekarang terlihat di mana-mana karena pemanasan
benua," jelas Profesor Bast.
Profesor Raghvendra, seorang ahli biologi
terkemuka serta wakil rektor Universitas Pusat Punjab menambahi, "Temuan
bahwa Antartika sedang menghijau sangat mengganggu." "Kami tidak tahu apa
yang ada di bawah lapisan es yang tebal. Mungkin ada mikroba patogen yang bisa
muncul ketika es mencair karena pemanasan global."
Salah satu bukti Antartika mulai menghijau adalah dengan ditemukannya
spesies lumut baru di Antartika Selatan. Ilmuwan
India dari Central University of Punjab telah melakukan penelitian ini selama lima tahun lamanya.
Pertama kali ditemukan pada tahun 2017. Dan melakukan penelitian DNA dengan tanaman lainya. Hingga
bisa dipastikan kalau itu jenis lumut baru.
Lumut ini diberi
nama Byrum Bharatiensis. Berasal dari kata Bhara yang menunjukan nama stasiun penelitian India di Benua Antartika. Nama
statsiun itu sendiri adalahn dewi Hindu Bharati atau lebih dikenal dengan Saraswati. Hasil
penemuan B. Brahatiensis ini telah diterima oleh Journal of Asia Pacific
Biodivensity.
Dilansir pada indian express.com, Dr. Felix Bast selaku kepala departemen botani di
Universitas Pusat Punjab mengatakan, “Pengambilan sampel
dilakukan pada bulan Januari, yaitu saat musim panas di Antartika. Lumut
sepanjang 1,5 hingga 3 cm terlihat tumbuh di beberapa tempat di dekat stasiun
Bharati. Spora lumut ini tetap tidak aktif dan bertahan di musim dingin yang
parah.”
Yang menjadi pertanyaan besar adalah bagaimana lumut ini
bisa bertahan dengan suhu terendah dan sinar matahri yang sangat sedikit? Ternyata tumbuhan yang
bisa hidup di Benua Antartika kebanyakan tumbuh di
sekitar tempat
berkembang biaknya penguin. Di
mana kotoran penguin itu sendiri mengandung
nitrogen.
"Pada dasarnya, tanaman di sini bertahan hidup di
kotoran penguin. Ini membantu karena kotoran itu tidak membusuk di iklim
seperti ini," kata Prof Bast.
Sementara
dengan sinar matahari, peneliti sendiri masih belum sepenuhnya mengerti tentang
hal ini. Mereka baru mengatakan beberapa kemungkinan
yang terjadi pada lumut itu. Yaitu, “mengering sampai tahap tidak aktif, hampir
menjadi benih” dan berkecambah ketika musim panas tiba. Dan lumut yang
mengering menyerap air salju yang mencair. Sehingga ia bisa terus tumbuh.
Penemuan spesies lumut ini merupakan penemuan
pertama spesies tumbuhan bagi India dalam empat dekade sejak dibangunnya stasiun penelitian
tersebut. Sekaligus menjadi bukti tentang kondisi baru benua Antartika yang mulai
menghangat karena adanya perubahan iklim yang tidak stabil di dunia.
Kuni Abida Kamila
Mahasiswa International University of Africa
0 Comments
Posting Komentar