![]() |
Bagaikan harta karun yang hanya
muncul setahun sekali, Allah Swt hadirkan puasa arafah begitu istimewa kepada
seluruh umat manusia. Terlepas dari perselisihan para ulama, Shaleh salah satu
mahasiswa Sudan mempercayai puasa itu ganjarannya dapat menghapus dosa setahun
yang lalu dan setahun yang akan datang. Sayang dia bukan termasuk orang yang
kuat berpuasa, puasa senin-kamis saja tak mampu ia tunaikan.
Dua hari sebelum puasa arafah,
Shaleh terbangun, terdiam sesaat, memikirkan bagaimana mendapatkan hadiah yang
Allah Swt janjikan ketika menuaikan puasa arafah. Sebagai pedagang ayam di
sela-sela kuliahnya, ia berinisiatif untuk membuatkan ayam bakar sebanyak mungkin
pada hari-H, dan mulai bertekad, yakin bahwasanya Allah Swt akan membantu
segalanya, entah bagaimanapun caranya.
Langkah pertama yang ia ambil adalah
dengan mengajak para donatur andalannya untuk berpartisipasi. Alhamdulillah
dari situ mendapatkan uang yang lebih dari cukup. Kemudian di pagi hari ketika
setiap orang mulai berpuasa, ia ditemani dua teman rumahnya membeli bahan-bahan
yang dibutuhkan. Jumlahnya tak pernah tebayangkan sebelumnya, mereka menjarah
sekarung ayam dengan berkilo-berkilo bumbu tambahan, ditambah lagi beberapa
botol kecap manis yang harganya bisa tiga kali lipat lebih mahal dari di
Indonesia.
Aldi dan Acan yang
menemaninya ke pasar hari ini, memilih untuk beristirahat penuh sesampainya di
rumah. Shaleh tak bisa diam, meski hanya untuk merebahkan kakinya sesaat. Ia
khawatir, mungkinkah ayam sekarung ini akan terselesaikan dalam kurun waktu
kurang dari 6 jam. Tak mau menyerah dengan keadaan, ia lekas membuat bumbu dan
merendam beberapa ayam.
Shaleh ragu bisa menyelesaikannya
sendiri, meski sudah dibantu dengan teman-teman rumah. Sebelum azan zuhur
berkumandang, ia mengundang teman-teman angkatannya di Sudan untuk membantu
porses pembuatan ayam bakar. Fadhil dan Ahmad yang pertama kali tiba, mereka
segera bertanya akan apa yang bisa dibantu. Shaleh meminta tolong mereka untuk
memotong bawang dan menyiapkan air rebusan untuk meng-ungkep ayam. Tak
selang beberapa lama, Arum yang biasa menghabiskan banyak waktu untuk bermain moba
dan Nasrul yang eksis di media sosial kini datang, serta Firdaus salah satu
temannya menyusul. Toha yang selesai menyelesaikan perkerjaannya di luar kini
ikut bergabung.
25 ekor ayam diolah
dengan 2 kompor, 2 alat bakar, dan dieksekusi oleh 7 orang. Tampaknya mudah,
tapi nyatanya tidak. Shaleh cemas, harus perpindah-pindah tempat untuk memeriksa
teman-temannya. Fadhil dijelaskan bagaimana cara membuat sambal, Ahmad dijelaskan
bagaimana cara memotong dan menusuk ayam dengan lidi agar mudah dibakar, Nasrul
dijelaskan bagaimana cara membakar dan mengoleskan takaran bumbunya. Beruntung Firdaus
sigap mencairkan ayam yang beku lalu merebusnya, dan Toha tak usah diragukan
lagi apa yang ia kerjakan, karena sudah 2 tahun ia terjun di dunia bisnis
kuliner.
Matahari kini
perlahan merunduk meciptakan senja, sedangkan ayam baru 8 ekor yang matang.
Otak Shaleh semakin kacau, beberapa mahasiswa di asrama mulai menanyakan
kepastian sajian buka puasa yang ia janjikan. Pemuda itu mencoba menyakinkan
mereka, meski diguncang dengan perasaan ragu.
Gerak cepat, karena
kini jam menunjukkan pukul 16.30 sore hari. 10 ekor ayam masih tersisa, Acan
yang siang tadi beristarahat kini kembali membantu mengikatkan sambal dan air
kaldu di kantong plastik. Fadhil dan Ahmad bergegas menyusun pesanan dengan sterofoam,
Nasrul semakin cepat membolak-balikkan ayam bakar, sedangkan Toha harus pergi
mengantarkan Firdaus pulang yang menjinjing jatah ayamnya.
Setengah jam lagi
sebelum azan magrib berkumandang. Shaleh begitu takut tidak bisa mengirimkan pesanan
tepat waktu, ia tak berhenti berzikir memohon pertolongan pada-Nya. Nasrul dan
Arum pamit kembali ke kediamannya membawa dua ekor ayam bakar, Fadhil dan Ahmad
menyusul kepergiannya sembari membawa 10 kotak pesanan ke asrama. Masih tersisa
10 lagi untuk para mahasiswi. Beruntung sebelum matahari termakan oleh gelap
malam, Toha datang menjemput Shaleh lalu membawanya pergi ke asrama putri.
Mereka tiba tepat waktu, sebelum para mahasiswi itu dilarang keluar gerbang asrama.
Senyuman hangat terpancar di antara mereka.
Shaleh menatap
langit seraya mengehela nafas, ia tak menyangka semuanya akan terjadi. Berhasil
memberikan puluhan ayam bakar untuk berbuka puasa, meski siang tadi ia sempat
merasa putus asa. Tapi kali ini ia amat yakin, bahwasanya ia tidak pernah
kecewa selama menitipkan tekadnya kepada Allah yang Maha Kuasa. Sebab ia merasa
banyak hal besar dilakukkan terasa hampa tanpa berharap pada-Nya, sebaliknya
kegiatan-kegiatan sederhana terasa begitu memuaskan dengan mengharap penuh
pada-Nya. Sungguh tak pernah kecewa, sekalipun tak pernah.
M. Ismail
Mahasiswa International University of Africa
0 Comments
Posting Komentar