![]() |
Nasionalisme
memiliki beberapa pengertian menurut beberapa ahli. Hans Kohn mengatakan
nasionalisme adalah suatu paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu
kepada negara dan bangsa. Nasionalisme secara fundamental timbul dari adanya
kesadaran nasional berbangsa dan bernegara. Sedangkan, Joseph Ernest
Renan mendefinisikan nasionalisme sebagai sekelompok manusia yang berkeinginan
untuk bersatu. Berbeda lagi dengan Otto Bauer yang mengatakan nasionalisme
merupakan suatu persatuan karakter yang timbul karena persamaan nasib.
Menurut buku
sejarah (kelas 11), nasionalisme pertama kali muncul di Eropa pada abad 18. Dalam
sejarah dunia,
semangat nasionalisme menjadi bentuk simbol perlawanan dan perjuangan bagi
masyarakat dalam melawan penjajahan atau ketidakadilan penguasa.
Akan tetapi, masih ada masyarakat di Indonesia yang meyakini bahwa Islam dan nasionalisme
saling berkontradiksi, karena Islam dianggap sebagai nilai-nilai yang bersumber dari Tuhan yang
bersifat sakral. Sedangkan nasionalisme dianggap konsensus karena bersifat sekuler.
Terlebih,
ketika fakta sejarah menguatkan asumsi tersebut dengan bagaimana
gerakan Turki Muda (Young Turk Movement) dan Committee and Union Progres dengan
slogan nasionalismenya memusuhi dan berhasil menumbangkan kekuatan Islam dalam
Kesultanan Turki Usmani di bawah pimpinan Sultan Abdul Hamid 2.
Menurut Dr.
Mohammad Nashir dalam disertasinya, nasionalisme dibagi menjadi 2 karakter,
yaitu; Nasionalisme Laicite (sekuler) dan Nasionalisme
Relegius.
1.
Nasionalisme Laicite
Nasionalisme laicite (sekuler)
menjadi karakter revolusi rakyat Eropa terhadap hegemoni
kekuasaan gereja pada abad pertengahan dan terlihat sangat jelas pada Revolusi
Prancis. Paham ini memiliki jargon liberty, egality, dan fraternity.
Liberty menurut Owen Chanwik dalam bukunya The Securlarization of The
European, "Negara liberty (liberal atau bebas) haruslah negara sekuler." Hematnya, liberty bisa dipahami
sebagai sebuah kebebasan masyarakat dari cengkeraman kekuasaan agama. Sedangkan
egality adalah sebuah
kesetaraan manusia secara gender dan profesi. Interpretasi egality
adalah menempatkan jenis kelamin laki-laki dan wanita, atau profesi dokter dan
pelacur dalam kedudukan yang sama. Adapun fraternity adalah
sebuah persaudaraan bangsa tanpa melihat derajat sosial,
ekonomi, dan
agama. Ketiga prinsip ini dianut oleh Nasionalis Committee and Union
Progres dalam gerakan resolusinya melawan kesultanan otoman turki pada tahun
1908 silam.
Menurut Dr. H.
Adian Husaini dalam bukunya Wajah Peradaban Barat, ada tiga faktor penting atas kemunculan nasionalisme-sekuler.
Pertama, trauma sejarah hegemoni gereja, khususnya Institusi Gereja
yang dikenal dengan kekejaman akuisisinya pada abad
pertengahan. Kedua, problema teks Bible. Ketiga, problem
teologis Kristen. Ketiga problema itu saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya,
sehingga memunculkan sikap traumatis terhadap agama yaitu sekuler.
2.
Nasionalisme Relegius
Nasionalisme religius
menjadi
karakter pergerakan paham nasionalis di Indonesia karena konstitusi dan
ideologi negara (Pancasila) secara lingkup memberikan ruang kepada agama.
Sebagaimana tertuang pada pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, "atas berkat
rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya.”
Masyarakat di Indonesia berbeda
dengan masyarakat Eropa. Mereka tidak pernah merasa terjajah dengan paradigma Islam yang dibawa oleh para pendatang maupun paradigma Islam
yang dijalankan oleh kesultanan. Justru sebaliknya, ketika
Indonesia dijajah oleh bangsa Eropa, dengan melalui nilai agama yaitu semangat
juang dan semangat nasionalisme berhasil mengusir para penjajah kembali ke negrinya.
Akibat dari
penjajahan itu terjadilah asimilasi dan akulturasi antara nilai-nilai agama dan
paham nasionalis barat yang melahirkan sebuah konsep Nasionalisme-Religius yang
memiliki karakter kebebasan yang diatur oleh nilai-nilai agama. Sampai saat ini
semangat Nasionalisme-Religius masih tertanam di hati dan jiwa masyarakat
Indonesia. Karena masyarakat Indonesia meyakini bahwa kebebasan, kesetaraan,
dan persaudaraan adalah pemberian dari Rahmat Allah Yang Maha Kuasa.
Ibnu Mubarak
Mahasiswa
Zaim Azhari University
0 Comments
Posting Komentar