![]() |
Langit mulai menggelap, matahari kian merendah, hanya sisa-sisa cahaya yang
ditampakannya melalui awan mega berwarna kemerah-merahan, ditemani kicauan burung gereja yang bergelantungan di atas rerantingan
pohon untuk bersiap-siap kembali ke sarangnya.
Tidak seperti biasanya, sore ini terasa hening. Tak ada suara gemuruh dari
riuhnya kendaraan, suara para penjajak kaki lima yang biasa mengudara
lewat TOA kecil yang diletakkan berdekatan dengan barang jajakan,
hingga suara musik khas Sudan yang biasa disetel oleh para penjual shawarma.
Kini suara-suara itu telah lenyap ditelan
keadaan, namun masih melekat erat di benak pikiran.
Dalam suasana hening, berdiri tegak di tepi jalan seorang nenek dengan
balutan pakaian khas Sudan berwarna pink dan bercorak bunga menutup sekujur
tubuhnya, yang hanya menyisakan bagian wajah tetap terbuka. Ia berdiri seorang
diri di tempat pangkalan bis kota mengambil penumpang, sambil menenteng kantong plastik berwarna hitam berisi jajanan dan jus buah dengan kemasan botol
yang ia beli di toko dekat rumahnya. Dengan raut wajah yang lusuh, menggambarkan bahwa suasana hatinya sedang tidak tenang. Sudah hampir satu
jam ia berdiri sambil menoleh ke kanan dan ke kiri memandangi setiap kendaraan
yang lewat dengan mengharap kedatangan bis antar kota yang
biasanya berhenti tepat di mana ia berdiri.
“Ndak seperti biasanya, tidak ada satu pun bis yang berhenti. Padahal biasanya di sini selalu ramai orang-orang
menunggu bis datang,” ia berguman dalam hati sambil terus menatapi setiap
kendaraan yang lewat di depannnya, yang mana hanya didominasi oleh kendaraan
angkutan pick up dan mobil truk besar yang dipergunakan mengangkut
bahan-bahan makanan. Sebenarnya, ia bisa saja melambaikan tangan sambil
meminta tolong kepada mobil-mobil yang lewat di depannya untuk mangantarkannya
ke tempat yang dia hendak tuju. Tapi, ia memiliki prinsip yang kuat untuk tidak
mau merepotkan orang lain, selama dirinya masih mampu melakukannya sendiri.
Dengan semangat yang dimilikinya, ia tidak menyerah begitu saja. Akhirnya
ia memutuskan untuk meninggalkan tempat di mana ia sekarang berdiri dan berpindah ke
pangkalan lain yang juga orang-orang biasa menunggu bis datang. Namun, ternyata
hal yang sama ia dapati, tak ada seorang pun berdiri di sana menunggu
kedatangan bis. Ia semakin cemas dengan keadaan yang
sekarang ia hadapi, namun ia mencoba mengondisikan emosinya untuk tetap
tenang. “Ya…Allah, berilah hamba petunjuk untuk bisa keluar dari kondisi
hamba sekarang,” ia memohon lirih dalam hati agar tetap diteguhkan keyakinan
akan datangnya pertolongan Allah sambil tetap berdiri dan sesekali menoleh ke
jalanan. Berharap angkutan yang ia inginkan datang.
“Tiiiiittt….tiiiiittt…tiiiitt..,” suara klakson mobil membuyarkan lamunannya.
Lalu keluar seseorang bertubuh gampil dan berkulit hitam pekat mengenakan
pakaian serba biru lengkap dengan atributnya. Ternyata ia adalah seorang polisi
wilayah Khartoum yang sedang berpatroli menyisiri jalanan ibu kota untuk
memastikan semua warganya sudah menetap di rumah sementara waktu selama masa
pandemi, sesuai dengan instruksi dari pemerintah pusat.
“Nenek sedang
apa berdiri di sini sendirian?” Tanya Pak Polisi dengan nada lembut.
“Saya sedang
menunggu muwashalat datang,” sahut si Nenek menimpali pertanyaan Pak
Polisi.
Pak Polisi
terheran dengan jawaban polos dari si Nenek, sambil mengamati gelagat si Nenek, di mana ia merasa ada yang janggal dari sikapnya
yang agak berbeda dengan orang-orang pada umumnya.
“Nenek sudah baca
berita di koran? ” Tanya Pak Polisi dengan nada mengetes.
“Sudah pak
Polisi..” sahut si Nenek dengan nada meyakinkan.
“Kalau sudah,
kenapa nenek masih berdiri di sini? Tau ga nek, kalau hari ini adalah
hari dimulainya lockdown. Dan tidak boleh ada aktivitas apa pun di luar rumah. Semua orang harus menetap di dalam rumah selama masa pandemi Corona Virus
ini, kecuali pada waktu-waktu yang sudah ditentukan oleh Pemerintah. Seperti
misalnya, dari pagi mulai pukul enam hingga pukul satu
siang. Setelah itu tidak boleh ada aktivitas apa pun di luar rumah. Termasuk pembatasan jam operasi pada angkutan umum.
Maka, sebaiknya Nenek kembali lagi ke rumah. Dan bisa melanjutkan aktivitas
esok hari pada jam-jam diperbolehkannya melakukan aktivitas di luar rumah seperti
yang sudah saya jelaskan tadi,” Pak Polisi mencoba menjelaskan kepada si Nenek
yang sejak tadi berdiri menunggu datangnya angkutan umum dan tak kunjung
datang.
Mendengar penjelasan dari Pak Polisi, si Nenek langsung mengerutkan keningnya sambil menatap ke bawah menandakan
kesedihan mendalam yang dirasakanya. Ia sebenarnya ingin mengatakan sesuatu
pada Pak Polisi, namun ia tak kuasa untuk mengatakannya.
“Nenek… Kenapa diam saja dan nampaknya nenek sedih sekali? Katakan saja bila ada masalah, nanti bisa saya bantu.” Pak Polisi
mencoba menenangkan si Nenek yang terlihat menyembunyikan sesuatu.
Akhirnya si
Nenek perlahan menarik nafas dan mengeluarkannya. Lalu ia pun menceritakan
sesuatu yang sedang ia alami kepada Pak Polisi.
“Pak Polisi, boleh saya bercerita sedikit pak?”
“Iya Nek, katakan saja, kami siap membantu”
“Jadi begini, sebenarnya saya sudah tahu sejak awal tentang peraturan dari pemerintah
terkait larangan ke luar rumah selama masa pandemi ini. Tapi…”
Tiba-tiba si
Nenek terhenti di tengah penjelasannya. Pak Polisi pun yang dari tadi terlihat
khidmat ingin mendengar penjelasan dari si Nenek semakin penasaran.
“Tapi apa
Nek…?” Tukas Pak Polisi semakin penasaran dengan
cerita dari si Nenek. Lalu si Nenek pun melanjutkan ceritanya.
“Tapi perlu Pak
Polisi tahu, kenapa saya rela melakukan ini semua hingga saya berani ke luar rumah pada jam-jam yang dilarang untuk keluar. Jadi, saya memiliki
seorang cucu di kota Madani. Sudah lama saya tidak berjumpa dengannya. Saya
sangat rindu dan ingin menemuinya. Padahal sudah ada rencana sebelumnya untuk
bisa berkunjung ke sana. Tapi, saat itu juga ada peraturan dari Pemerintah untuk pembatasan akses ke luar kota dan akhirnya saya pun harus
menundanya. Hingga kemarin terdengar berita, bahwasanya akan ada penutupan
total akses perjalanan di kota Khartoum. Lalu, saya pun bingung harus
bagaimana. Maka, saya beranikan diri untuk nekad pergi ke sana. Dan kondisinya
saat ini dia sedang sakit demam. Maka, saya berharap bisa ke sana untuk
menjenguknya.” Ujar Nenek bercerita panjang lebar.
Pak Polisi pun terenyuh mendengar cerita dari si Nenek. Ia pun tidak bisa
berkata apa-apa. Ia hanya bisa memberikan dukungan moril kepada si Nenek.
“Sabar ya Nek, semua urusan di dunia sudah diatur oleh yang
Maha Pengatur, termasuk kondisi yang sedang terjadi saat ini. Kita sebagai
hamba-Nya hanya bisa menerima dengan takdir yang sudah ditentukan, serta berdoa untuk kebaikan atas apa yang telah ditakdirkan-Nya.” Imbuh Pak Polisi memberikan dukungan.
“Iya, Pak..Saya
sudah sabar menunggu, namun sampai kapan saya harus menunggu?” Celetuk si Nenek sambil sedikit menekan suaranya.
“Iya Nek, saya paham dengan kondisi nenek sekarang. Kesabaran bukan hanya soal tentang waktu. Tapi termasuk juga ikhtiar
dan usaha kita dalam menghadapi musibah yang sedang kita alami. Termasuk di
dalammya kita menaati peraturan yang dibuat Pemerintah dan otoritas para ahli kesehatan untuk berdiam diri di rumah
sementara waktu, demi menekan pernyebaran virus agar tidak
berkembang secara masif. Yang demikian juga merupakan bentuk usaha kita dalam
memerangi wabah corona ini. Ini juga termasuk kesabaran loh. Maka,
sekarang sebaiknya Nenek tetap menaati aturannya dan jangan lupa untuk tetap
mendoakan cucu Nenek di sana. Insyaallah, Allah akan menolong Nenek, dan jangan lupa
agar Nenek tetap tenang dan jangan panik,” cakap Pak
Polisi meberikan penjelasan.
Si Nenek akhirnya mulai luluh setelah mendengarkan penjelasan panjang serta
nasehat dari Pak Polisi. Dengan hati yang lapang akhirnya si Nenek mau menerima
saran dari Pak Polisi.
“Ya sudah, sekarang biar saya antar Nenek pulang ke rumah. Di mana alamatnya?”
“Iya Pak, terima kasih banyak atas bantuannya. Rumah saya di
daerah Arkaweet Blok 49.”
Tawaran dari
Pak Polisi untuk mengantarkan si Nenek diterima, dan ia pun sudah lega, walaupun masih menyisakan beban pikiran di kepala. Tapi
paling tidak, dengan nasehat yang disampaikan oleh Pak Polisi agar senantiasa
berkomunikasi lewat doa-doa yang dipanjatkan, bisa sedikit mengobati rasa rindu
pada cucunya meski terbentang oleh jarak dan kondisi. Tamat.
Falah El-Qahwa
Mahasiswa International University of Africa
0 Comments
Posting Komentar