Menyentuh Angka 150 Triliun. Dibawa ke mana Dana Haji Indonesia?

 


“Kan negara lagi banyak utang, mau jatuh tempo, terus sekarang ga dapet kuota haji, wajar dong kita bertanya, lah terus #KemanainDanaHajinya?” (cuitan salah satu netizen di twitter)

Menarik sekali. Tagar #KemanainDanaHajinya menjadi viral di twitter semenjak Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas mengumumkan pembatalan keberangkatan jemaah haji Indonesia 2021 pada Kamis (3/5) kemarin. Kebijakan tersebut sontak mendapat respon dari warganet yang ramai memviralkan tagar terkait hingga menyentuh angka 9,9 k pada Jumat (4/6) besoknya, dan dipenuhi dengan pertanyaan seputar ke mana dana haji jemaah terkait keputusan pembatalan keberangkatan haji pada tahun 2021.

Pembatalan keberangkatan haji sejak tahun 2020, menimbulkan berita simpang siur yang muncul seputar dana haji Indonesia yang ditaksir mencapai 150 triliunan rupiah. Apakah dana sebanyak itu dialokasikan pada pembangunan infrastruktur, penguatan nilai rupiah, penanganan pandemi covid-19, utang akomodasi, atau malah raib digunakan pemerintah sampai muncul statement pada surat kabar ‘Wapres: Ikhlaskan saja dana haji dipakai Pemerintah biar kalian masuk surga’. Haha ada-ada aja.

Menyikapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy meninjau langsung kantor Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk mencermati laporan sekaligus memastikan pengelolaan dana haji dilakukan dengan benar dan profesional. “Bisa kita pastikan bahwa pengelolaan dana haji dilaksanakan dengan sangat profesional, prudent, penuh kehati-hatian dan semuanya aman.” kata beliau dalam keterangan tertulis pada Jumat (4/6) kemarin.

Beliau juga menegaskan kabar miring tentang pengelolaan dana haji yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur itu tidak benar. BKPH merupakan badan independen dan profesional yang tidak bisa dicampuri oleh siapa pun dan pengelolaannya dapat dipertanggungjawabkan secara objektif. “Tidak ada namanya isu-isu seperti yang ada di masyarakat. Artinya apa? Dana haji saya jamin aman,” tegasnya.

Hal serupa juga turut disampaikan oleh Menteri Agama RI, “Jemaah haji baik reguler dan haji khusus yang sudah melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH)  tahun 1442 H/2021 M akan menjadi jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji  pada 1443 H/2022 M. Setoran pelunasan BPIH dapat diminta kembali oleh jemaah yang bersangkutan. Jadi uang jemaah aman, dana haji aman, jadi bisa diambil kembali dan atau bisa tetap berada di BPKH untuk kita perhitungkan nanti ketika ada pemberangkatan ibadah haji. Jadi sekali lagi dana haji aman.” ujar Yaqut dalam keterangan pers di gedung Kementerian Agama, Jakarta.

Adapun terkait pembolehan penarikan kembali setoran pelunasan BPIH, hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 660 tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji pada tahun 2021. Terdapat tujuh tahapan yang tercantum dan diperkirakan akan berlangsung selama sembilan hari. Dua hari di Kankemenag Kab/Kota, tiga hari di Ditjen PHU, sementara dua harinya di BPKH. Para jemaah yang ingin mengambil dana hajinya baik haji reguler maupun khusus, dapat mengikuti prosedur yang sudah dijelaskan oleh Kementerian Agama.

Lantas pertanyaannya, ketika terulang kembali pembatalan pemberangkatan jemaah haji, dibawa ke mana setumpuk dana haji Indonesia?

Sebagaimana dikutip dari keterangan resmi BPKH menyebutkan bahwa dana haji tersimpan di rekening BPKH dan jika tidak dipergunakan untuk penyelenggaraan ibadah haji akan dikonversi ke dalam mata uang rupiah dan dikelola oleh BPKH. Adapun pelunasan dana yang terkumpul untuk jemaah haji reguler senilai Rp. 7,05 triliun dan untuk jemaah haji khusus senilai US$ 120,67 juta. Semua dana itu ditempatkan di bank-bank syariah dan diinvestasikan dengan prinsip syariah.

Sebagai badan pengelola keuangan haji yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab pada presiden ini. BPKH juga bertujuan untuk mengelola keuangan haji para jamaah Indonesia dengan sistem keuangan secara korporatif dan nirlaba yang transparan dan modern untuk meningkatkan rasionalitas serta efisiensi dana haji Indonesia melalui investasi yang mempertimbangkan hasil optimal sesuai prinsip syariah, dan guna tercapainya kesejahteraan sebagaimana termaktub dalam pasal 20 ayat 4 UU No 34 tahun 2014. Jadi jangan bayangkan dana haji milikmu, orang tua, atau mungkin tukang bubur perempatan rumahmu itu diam ditempat wkw. Ia bisa jadi berputar di beberapa instrumen investasi yang dikelola oleh BPKH.

Dengan demikian, hadirnya BPKH sendiri memiliki wewenang untuk mengelola dana haji Indonesia baik ditempatkan maupun diinvestasikan. Adapun investasi yang dilakukan tidak boleh keluar dari prinsip syariah dan perundang-undangan, serta harus melalui pertimbangan kajian yang mendalam atas potensi resiko dan manfaat yang diperoleh. Optimalisasi dana haji yang dialokoasikan untuk investasi ini mampu menekan potensi resiko nilai tukar yang tidak menentu akibat adanya mismatch mata uang antara setoran biaya haji dari jemaah dengan biaya yang harus dikeluarkan, d imana fenomena ini seringnya berimbas pada kenaikan biaya haji Indonesia.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa mayoritas masyarakat Indonesia membayar biaya haji dengan mata uang rupiah, sementara nilai tukar rupiah terus mengalami fluktualisasi yang tinggi di tengah ketidakpastian ekonomi global. Dari tahun 2004 hingga tahun 2018, nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap US Dollar dan Saudi Riyal. Padahal terdapat empat komponen dalam pengeluaran biaya haji seperti; biaya penerbangan, akomodasi dan trasnportasi, living cost, dan biaya lain dalam negeri, yang tiga dari empat komponen tersebut dikeluarkan dengan menggunakan mata uang US Dollar untuk biaya penerbangan  dan Saudi Riyal untuk living cost dan akomodasi. Jika nilai tukar ini terus tidak stabil, maka semakin besar pula ketidakpastian naiknya biaya haji yang perlu dibayar akibat lemahnya nilai tukar tersebut.

Tren depresiasi rupiah yang tidak stabil dan mampu memberi dampak pada ketidakpastian peningkatan biaya haji yang dikeluarkan oleh jemaah dan pemerintah ini, bisa diatasi jika dana haji dinvestasikan di instrumen investasi yang tepat. Adapun BPKH menyalurkan investasi dana haji pada instrumen investasi seperti Surat Berharga Syariah, emas, investasi langsung  yang dapat dilakukan BPKH dengan badan usaha dan/atau lembaga dalam negeri maupun luar negeri, serta investasi lainnya. Penempatan dana haji di tahun 2017 yang awalnya hanya ditempatkan di tabungan/deposito perbankan syariah dan sukuk kini berusaha dialihkan dan dibagi porsi dengan instrumen investasi lain yang dinilai mampu memberikan imbal hasil yang lebih optimal.

Maka tidak heran pada tahun 2020 silam, dana haji Indonesia naik sekitar 15% menyentuh angka Rp. 143,1 triliun, yang diantaranya digunakan untuk investasi sebesar Rp. 9,53 triliun dan Rp.43,53 triliun ditempatkan di bank syariah. Nilai manfaat ini membuat BPKH mampu memberikan subsidi untuk meringankan biaya operasional haji sebesar Rp. 6,8 triliun. Selain untuk membiayai BPIH, nilai manfaat ini juga akan dialokasikan untuk akun virtual jamaah haji serta kegiatan kemaslahatan lainnya.

Oke, menutup tulisan ini penulis ingin menyampaikan, dari pertanyaan satu bisa memunculkan pertanyaan lain, bukan? Mungkin sahabat ada yang bertanya, tentang dana haji, bagaimana soal pernyataan salah satu ekonom yang menyebutkan kalau 95 persen dana penjaminan nasabah di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dibelikan obligasi pemerintah yang bisa berbahaya di waktu krisis seperti ini? Apakah jika berita itu benar dana haji Indonesia akan tetap baik-baik saja?

Selamat mencari tahu sendiri, sahabat. Daripada gabut nunggu serial sinetron ‘Tukang Bubur (Gagal) Naik Haji’ muncul di stasiun tv, kan? Wkwk. Banyak kebijakan di luar ekspektasi yang terjadi di tengah kasus pandemi, jangan lupa selalu sehat dan jaga diri untuk terus bahagia ya. Have a nice day!

 

Sumber gambar : Tribunnews.co 

Oleh : Faradilla Awwaluna Musyaffa

Mahasiswa International University of Africa


Posting Komentar

0 Comments

Formulir Kontak