![]() |
Bendera kuning berkibar lemah di
teralis pagar rumah, timbul tenggelam seiringan dengan hilir mudik berbagai
manusia, tidak terlalu gagah tapi hadirnya cukup untuk meremukkan hati. Penampakannya
hilang tak lama setelah hujan deras mengguyur. Inginku sakit yang bercokol ikut
menghilang bersama air mengalir tetapi sebaliknya perasaan itu malah semakin
meresap dalam.
Baju kurung hitam hadiah untuk
lebaran minggu depan telah basah sepenuhnya. Tak hanya itu, jauh dalam relungku
ikut basah oleh air mata yang bukan sebenarnya-benarnya air mata. Ada luka tak kasatmata
di sana. “Anda ngga suka warna putih, jadi lebaran kali ini anda biar diwakilin
yang lain pake warna putih. Anda pake warna hitam yang katanya bikin wajah
terlihat cerah, padahal sama aja tau dek tetap kelihatan dekil,” derai tawa
mengejek itu masih terasa nyata sebelum digantikan suara guntur yang mengembalikan
diri pada kenyataan. Dia baru saja pergi.
“Jangan berlebihan merasa, dan
selalu persiapkan bagian hatimu untuk rasa kehilangan,” penutup percakapan kita
tiga hari lalu, mengacak rambutku kemudian berlalu meninggalkanku yang tak
habis pikir dengan pernyataanmu. Harusnya kutanyakan padamu saat itu, apa saja
cara mencintai kehilangan. Karena kini aku kebingungan menghadapi kehampaan
yang semakin tak kutemukan ujungnya. Dan terlalu kesakitan hingga luput
ingatanku tentang petuahmu, bagaimana cara mencintai yang tidak biasa dan
menguatkan.
Dekap erat tak cukup meghangatkan,
hanya menghalau tetesan hujan yang tak kunjung reda. Bisikan lirih bercampur
isak, hilang di antara gelegar petir berkelanjutan yang mengembalikan kesadaranku,
lagi. Bukankah hakikat mencintai itu melepaskan?
“Aku akan belajar mencintai dengan
cara yang kau ajarkan, bangkit dan terus berjalan sambil memeluk semua lara,
katamu kita akan jadi lebih lebih kuat setelah terluka, sepertinya aku akan
bertumbuh, pa,” ucapku pada desau angin. Katamu lagi, semesta akan mengirimkan semua
pesan rindu tanpa terkecuali, kuharap kurirnya tak salah alamat mengirimkannya
padamu, Pa.
Amatullah Amalia Nur Santoso
Mahasiswa Omdurman Islamic University
0 Comments
Posting Komentar