Oleh: Syarifah Nadhiya*
Pengalaman merupakan guru terbaik layaknya pepatah yang menghiasi dinding si pejuang untuk melangkah maju menyusun pencapaiannya yang gemilang. Ketika menginjak usia balig setiap manusia mengalami proses kematangan dalam berfikir, dengan input yang ditangkap dicerna dan diproses sehingga memperoleh kesimpulan dari berbagai jenis perhatian. Semakin positif amunisi yang dikumpulkan, maka semakin sehat pertumbuhan akal yang berkembang.
Lalu, siapakah yang berperan penting untuk menumbuhkan kematangan berfikir ini? Ialah mereka yang melahirkan dan mendidik buah hatinya dan mendampinginya hingga dewasa. Inilah hikmah agama Islam yang menganjurkan para orang tua untuk memupuk tauhid dan cinta Allah pada anaknya sejak dari kandungan hingga anak dapat membedakan yang baik dan buruk, karena iman adalah benteng yang menyaring informasi, aksi, dan reaksi saat berinteraksi dengan lingkungan.
Satu di antara kematangan intelektual seseorang dalam memahami Islam ialah kemampuan untuk membaca cahaya hikmah dalam setiap kondisi. Benih keikhlasan akan tumbuh seiring dengan banyaknya hikmah kehidupan yang menghampiri, sehingga rasa patuh terhadap aturan Ilahi memberikan air bagi dahaga ujian itu sendiri.
Bila terbesit pertanyaan, di mana letaknya rasa ikhlas? Rasa itu terletak di hati yang memiliki mahkota sabar dan sukur, serta menjadikan dua alat ini kunci kebahagiaan. Seseorang yang ikhlas dalam beramal mendapatkan banyak perilaku positif dari lingkungan, mulai dari keramahan, tenggang rasa, jauh dari kemaksiatan yang menyengsarakan, hingga luasnya silaturahmi. Introspeksi diri untuk berjuang menjadi lebih baik juga merupakan bentuk keikhlasan hamba yang tak berhenti berikhtiar menjemput akhir perjalanan di muka bumi ini.
Hidup ialah pembelajaran yang mengajari cara bernapas untuk menghirup dan melepaskan hembusannya. Perjuangan melatih otot kebaikan ini terjadi dalam diam, setiap kali pertolongan itu dihadirkan cukuplah Allah dan dia yang merasakan, bahkan diibaratkan tangan kirinya tidak pernah mengetahui kebaikan apa yang tangan kanan lakukan.
Otot sejahtera yang tumbuh semakin kuat pada tubuh para mukhlis menjadikan hormon bahagia yang mengirimnya dalam setiap perbuatan, bukan lagi sekedar singgah bahkan diniatkan dan direncanakan untuk membiasakan menghadirkan Allah dalam setiap keadaan.
Allah Maha Benar atas segala firman-Nya, bahwa setiap kebaikan akan menghapus keburukan. Semakin kita mengejar ampunan semakin datang rasa kedekatan terhadap Tuhan yang kita rindukan. Maka tak heran, setiap mereka yang berpangku tangan pasti merona bahagia menjemput kebahagian doa yang akan kembali setelah dipanjatkan. Mengapa demikian? Karena mereka semua ikhlas berikhtiar menerima segala balasan atas pilihan Tuhan.
*Mahasiswi S2 Universitas Islam Sultan Sharif Ali Brunei Darussalam
0 Comments
Posting Komentar