Oleh: Falah El-Qahwa
Terkadang untuk menemukan satu makna perlu pengembaraan yang panjang. Bahkan butuh bekal pikiran, tenaga, hingga tekad untuk bisa meraihnya, karena “makna” sendiri merupakan kata yang diambil dari bahasa arab “ma’na” yang berarti kebaikan. Maka, untuk bisa mencapai suatu kebaikan perlu tashawwur atau perenungan. Sehingga dari perenungan tersebut kita mampu menemukan kebaikan yang kita yakini.
Memang sudah fitrahnya, manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat kebaikan dan kebajikan. Namun, di sisi lain ada sifat yang juga melekat pada diri manusia, yaitu pelupa. Maka, wujud dari peringatan adalah untuk mengembalikan fitrah manusia agar senantiasa berbuat kebaikan. Mengingatkan manusia tentunya tidak serta merta atas dasar kebaikan dari satu pihak saja tanpa memperhatikan aspek-aspek sosial untuk memberikan jastifikasi sepihak terhadap orang yang tidak sejalan.
Maka, perlu adanya uslub dalam mengingatkan seseorang, agar seseorang yang diingatkan juga bisa menerimanya atas dasar kesadaran dan keterbukaan.
Manusia dalam menempuh jalan kebaikan pun tidak selalu nyaman. Akan selalu ada hambatan dan rintangan yang senantiasa menghadangnya, dan inilah bentuk ujian yang sudah disiapkan untuk menguji setiap orang yang hidup di dunia. Melalui ujian inilah nantinya yang akan mengangkat derajat seseorang, apakah levelnya akan naik atau tetap stagnan.
Mungkin setiap orang memiliki cara tersendiri dalam menggapai makna yang diyakini. Perbedaan ini tentunya sesuai dengan kapasitas orang dalam berpikir. Dari masing-masing orang kita bisa melihat banyak pandangan dalam memaknai sesuatu. Ini juga bagian dari fitrah pikiran. Nampaknya sulit untuk menyatukan sebuah pemikiran dari masing-masing orang, karena setiap orang memiliki gaya dan cara tersendiri dalam berpikir, sehingga produk yang dihasilkan pun tentunya akan berbeda.
Nah, dari sinilah kita bisa menganalisa bahwa setiap makna yang diperoleh seseorang memiliki fondasinya masing-masing. Kita tidak berhak untuk mengklaim bahwa makna yang kita peroleh merupakan makna yang paling benar. Karena selamanya kita tidak akan pernah tahu kebenaran yang sejati kecuali dari Sang Al-Haqq. Kita hanya bisa meyakini bahwa pendapat kita benar, serta tidak men-judge pendapat yang lain salah.
Melalui pemahaman perbedaan inilah kita semakin dewasa dalam berpikir dan bertindak, sebab manusia diciptakan bukan untuk diam dan hampa akan cahaya. Manusia diberikan akal untuk berpikir sembari menyelami samudera ilmu yang terhampar luas di sekelilingnya. Lalu, dengan menyelaminya ia akan mendapatkan mutiara yang tersimpan di palung laut dan dengan melapangkan hati dan pikiran, sebuah petunjuk akan menuntun kita dalam mengarungi samudera ilmu tersebut.
Maka, jangan pernah berhenti untuk mencari makna, mempelajari dan merasakan setiap detik kehidupan. Baik buruknya sesuatu hanyalah fatamorgana yang terkadang menjebak pikiran kita. Sebab, sesuatu yang buruk bisa jadi itu merupakan kebaikan untuk kita atau malah sebaliknya dapat menjadi petaka untuk kita.
*Mahasiswa S1 Jurusan Sastra Arab di International University of Africa
0 Comments
Posting Komentar