![]() |
Sumber: Dokumen Pribadi |
Allahu akbar...
Allahu akbar...
Allahu akbar.
Gemuruh takbir bersahut-sahutan tiada henti memenuhi seisi kota
sampai ke pelosok. Bertanda bahwa Ramadan telah usai, setelah dua puluh
sembilan sampai tiga puluh hari lamanya berpuasa menahan lapar juga dahaga,
akhirnya kita telah sampai di hari bahagia. Hari kemenangan bagi seluruh umat
muslim di semua penjuru dunia, yaitu Idulfitri.
Idulfitri, secara bahasa maka Ied berasal dari akar kata عاد-يعود (kembali). Maksudnya adalah suatu perayaan besar yang
selalu diulang tiap tahunnya. Sedangkan Fitri diambil dari kata fitroh
yang berarti suci. Maka, bisa kita maknakan bahwasannya Idulfitri adalah hari
di mana kita sebagai umat muslim menjadi muslim yang kembali suci dan bersih
dari dosa karena selama sebulan penuh kita telah berpuasa dari mulainya terbit
matahari hingga tenggelam matahari.
Masyarakat Indonesia lebih sering menyebut hari ini dengan sebutan hari kemenangan. Kemenangan dari apa? Yaitu kemenangan dari
menahan diri dari segala hal yang diharamkan oleh Allah Swt. Selama Ramadan kita sudah meningkatkan
kualitas amal ibadah. Bahkan, ada yang sampai menyusun target tilawah, belajar,
serta mengejar semua amal yang mengandung unsur ibadah di dalamnya. Betapa beruntungnya
orang-orang yang ketika berjumpa dengan Ramadan ia berusaha sekuat mungkin
untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas amal ibadahnya.
Namun, ada juga orang yang sudah berjumpa dengan Ramadan tapi tetap
merugi, yaitu orang-orang yang berjumpa dengan Ramadan namun tetap
mengabaikannya dan meremehkan untuk tidak beramal di
bulan tersebut.
ورَغِمَ أنفُ رجلٍ دخلَ علَيهِ رمضانُ ثمَّ انسلخَ قبلَ أن يُغفَرَ
لَه
"Celaka orang yang berjumpa dengan bulan Ramadan kemudian
keluar dari bulan tersebut namun dosa-dosanya tak diampuni Allah." (HR.
Tirmizi)
Tapi pada hakikatnya, kemenangan sejati bukanlah pada seseorang
yang rajin membaca Al-qur’an, salat tahajud, bersedekah, dan berpuasa di bulan
Ramadan saja, karena esensi adanya Ramadan adalah takwa, dan takwa tak mengenal
waktu dan masa.
(یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَیۡكُمُ ٱلصِّیَامُ
كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ)
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Surah Al-Baqarah 183)
Suatu ketika Umar bin Khattab pernah bertanya kepada Ubay bin Ka'ab
tentang takwa. Ubay berkata, "Apakah anda pernah melewati jalan yang
banyak durinya?"
"Pernah," jawab Umar.
Ubay bertanya kembali, "Bagaimana ketika anda
melewatinya?"
Umar menjawab, "Saya sangat berhati-hati melewatinya supaya
tidak terkena duri."
Ubay berkata, "Itulah arti takwa yang sebenarnya."
Di hari raya Idulfitri yang dimuliakan umat Islam, selain kita
menjadi hamba yang kembali suci, kita juga diperbolehkan untuk kembali makan
dan minum di siang hari. Oleh karenanya, sebagai ungkapan syukur kepada
Allah Swt kita mengucapkan:
تقبل الله منّا و منكم صالح الأعمال
“Semoga Allah menerima amal salih kita semua.”
Selain itu, kita juga biasanya akan berkunjung ke kerabat serta
tetangga untuk menyambung tali silaturahmi dan saling meminta maaf. Setelah
tiga puluh hari lamanya beramal salih dan mempererat hubungan dengan
Allah (hablu min Allah), kita juga sebaiknya harus memperbaiki dan
mempererat hubungan dengan manusia.
Setelah kita menyucikan diri dan memperbaiki hubungan dengan sesama, maka lengkaplah sudah kita menjadi manusia yang benar-benar kembali suci. Namun, kesucian diri kita haruslah senantiasa dijaga, walau Ramadan telah berlalu tapi semangat beribadah jangan sampai luntur, karena hakikatnya Ramadan adalah madrasah amal yang harus kita bawa kebiasaan baik di dalamnya ke sebelas bulan yang lain. Semoga kita senantiasa menjadi hamba yang Allah jaga dari segala perbuatan dosa. Amin.
*Mahasiswa IUA, Sudan
2 Comments
MasyaAllah, barokallah 🔥🔥🔥💪💪💪👍👍👍👍👍
BalasHapusSemoga tulisan ini merupakan renungan dan intropeksi bagai penulis dan pembaca.
BalasHapusPosting Komentar