Agama dan Ekonomi, di Manakah Kita?

Sumber: ekituntas.com
 

Manusia dalam menjalankan roda kehidupannya tidak bisa lepas dari yang namanya ekonomi. Ekonomi menjadi bagian penting dalam dinamika perjalanan hidup manusia. Ia juga menjadi media untuk mencapai sebuah tujuan yang diinginkan manusia. Namun, dalam menempuh jalan kehidupan terkadang seseorang banyak mendapatkan pengaruh lingkungan sekitar, sehingga mengubah arah pandangnya, terkhusus hal yang berkaitan dengan agama. Maka, lahirlah beberapa pandangan terkait ekonomi dan hubungannya dengan agama, di antaranya sebagai berikut;

1   Agama mempengaruhi ekonomi.

Agama dan ekonomi tidak boleh bercampur dan keduanya harus berjalan secara independen.

3.   Ekonomi mempengaruhi agama.

Dari beberapa pandangan di atas, tentunya kita semakin berfikir dengan realita yang terjadi di lapangan saat ini, yang mana perbedaan pandangan ini banyak menimbulkan bentrok intelektual. Maka, mari kita kupas beberapa pandangan di atas sehingga otak kita bisa tercerdaskan dan sekaligus mampu mengambil langkah yang tepat sebagai pijakan dalam berbuat dan bertindak.

Agama mempengaruhi ekonomi

Dalam kaitannya tentang agama mempengaruhi ekonomi, ada dua sisi yang bisa kita lihat, yaitu sisi positif dan sisi negatif. Sisi positif dari keberadaan agama mempengaruhi ekonomi dapat kita lihat dari bagaimana cara seseorang dalam menjalankan perekonomiannya senantiasa dibimbing oleh agama. Misalnya dalam nash Qs. Al-Baqarah ayat 275 yang menyebutkan bahwa, “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Dari sini kita bisa menganalisa bahwa agama memberikan batasan dalam kegiatan ekonomi. Adapun batasan yang dimaksud merupakan wujud dari bimbingan agama kepada pelaku ekonomi itu sendiri.

Dalam berekonomi kita dituntut untuk jujur dalam berniaga, terampil, bersikap ramah, dan lain sebagainya. Ini semua merupakan wujud dari kehadiran agama dalam kegiatan ekonomi dan merupakan sisi positif dari peran agama dalam mempengaruhi perekonomian.

Lain halnya dengan beberapa pandangan yang melihat sisi negatif keberadaan agama dalam mempengaruhi ekonomi. Hal dapat dilihat dari pandangan seorang filsuf barat bernama Karl Max, di mana dia melihat bahwa keberadaan agama di tengah masyarakat justru membuat orang semakin malas dalam berniaga, sehingga agama menjadi penghambat seseorang dalam mengembangkan perekonomian. Pandangan ini nantinya akan menjadi cikal-bakal bagi lahirnya pandangan sosialis. Orang yang berpaham sosialis cenderung meniadakan peran Tuhan dalam aspek kehidupannya atau yang biasa kita ketahui dengan Atheis.

Namun, sebenarnya kritik dari Karl Max sendiri lebih mengarah kepada perilaku seseorang itu sendiri. Seperti, orang yang malas dalam bekerja dikarenakan dia lebih berserah diri untuk semua urusannya dan dilimpahkan kepada Tuhan. Inilah dua kutub pandangan tentang sisi positif dan negatifnya peran agama dalam mempengaruhi ekonomi.

Agama dan ekonomi adalah independen

Pandangan ini banyak kita jumpai dalam realitas kehidupan kita yang bahkan mungkin secara tidak sadar kita terpengaruh olehnya. Pandangan independen dalam kasus ini seperti, ada yang mengatakan bahwa ketika sedang berniaga maka prinsip-prinsip yang harus dijalankan adalah prinsip untung-rugi, tidak perlu mempedulikan bagaimana cara yang harus ditempuh. Yang penting pokok dari ekonomi adalah meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dan prinsip agama tidak boleh diikut campurkan dalam hal perekonomian, karena dengan masuknya agama dalam prinsip ekonomi justru akan merusak tatanan konsep dari perekonomian itu sendiri.

Sementara di lain waktu kita boleh menjalankan ritual keagamaan seperti ibadah salat, puasa, zakat, dan lain sebagainya. Tetapi konteks agama yang berdiri secara independen dan tidak saling berkaitan dengan prinsip ekonomi.

Pandangan ini hampir mirip dengan apa yang dikemukakan oleh Karl Max, namun dia masih mempercayai keberadaan agama dalam lingkup kehidupan sosial, sedangkan di sisi lain meniadakan peran agama dalam prinsip ekonomi. Biasanya orang yang menggunakan pandangan ini dalam praktik ekonominya disebut dengan sekuler, yaitu mereka yang memisahkan prinsip agama dengan prinsip duniawi, karena kedua pandangan tersebut dianggap bertolak belakang.

Ekonomi mempengaruhi agama

Untuk pandangan ini secara eksplisit bisa dilihat gambarannya dalam linkungan sosial kita, misalnya orang yang kaya, yang mana dengan kekayaan mereka justru lebih ‘alim dan relijius, atau sebaliknya dengan orang yang miskin, semakin jauh dari agama dan tingkat relijiusnya rendah, karena dia tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan melihat seolah agama tidak ada pengaruhnya sama sekali dalam hidupnya. Namun, ini hanya permisalan saja, karena banyak juga orang yang miskin namun keimanannya justru tinggi.

Dari sini kita dapat melihat pandangan-pandangan yang sudah dikemukakan di atas. Namun, sebelum kita menyimpulkannya, alangkah baiknya kita berkaca juga pada diri sendiri tentang apa yang sudah kita kerjakan, baik dari pandangan kita tentang agama maupun ekonomi itu sendiri.

Sebagai seseorang yang beragama, patutnya kita bertanya kepada diri sendiri, sudahkah kita menjalankan prinsip agama dalam kegiatan perekonomian kita? Atau sebaliknya justru kita semakin sekuler dikarenakan faktor lingkungan yang mempengaruhi pola fikir kita? Atau bahkan dengan kegiatan ekonomi yang kita kerjakan, apakah semakin mendekatkan kita kepada Tuhan atau justru melalaikannya? Let’s check our self.

 

Oleh: Falah El-Qahwa

Posting Komentar

0 Comments

Formulir Kontak