Rahasia Hari Itu

Oleh Alfiyah Zahrah

Siang itu, di saat aku sedang menjalankan tugas sebagai mudabbir di sebuah pondok pesantren yang barada di Palembang. Di depan gedung tamu putri, aku duduk sendiri ditemani dengan beberapa buku yang akan kuringkas. Sesaat kemudian diriku pun tenggelam menelaah buku-buku tersebut. Tanpa kusadari,  ternyata ada seseorang yang tengah memperhatikanku dari kejauhan. Awalnya aku tidak sadar, tapi sorotan mata dan langkah-langkahnya memberi tanda bahwa ia hendak menghampiriku agar tidak dibilang kege-eran, aku pun pura-pura tidak tahu saja akan kehadirannya. Ya, kufokuskan kembali diri pada buku yang sedang ku ringkas.

Langkahnya semakin mendekat dan tak sedetik pun kualihkan pandangan padanya. Kau tau seseorang itu siapa? Ia adalah laki-laki paruh baya yang bisa dibilang seseorang yang cukup disegani di pondokku, dan aku semakin bingung kenapa ia menghampiri.

Ya, tepat di hadapanku ia berdiri dan aku pun semakin tak bisa berkata-kata.

“Ya Allah, kumohon hilangkanlah kecanggungan ini!” rintihku dalam hati.

Assalamualaikum.ucapnya sambil tersenyum.

Walaikumsalam.jawabku sembari membalas senyumannya.

Boleh saya duduk di sini?” tanyanya seraya menunjuk bangku panjang di sampingku.

Ahlan wa sahlan, Ustaz.”

Kemudian beliau duduk di bangku itu, jarak antara kursi yang kududuki  dengan bangkunya cukup jauh sekitar satu meter dan kini hanya ada kami berdua di sini, diam tanpa kata. Agar tidak terlihat canggung, kusibukkan kembali diri pada ringkasan yang hampir selesai. Sedangkan Ustaz sendiri, Beliau sibuk mengotak-atik ponsel.

Menit demi menit pun berlalu, sesekali mata ini melirik padanya, begitu pula dengannya. Kadang mata kami beradu pandang tapi secepat kilat kualihkan kembali pada ringkasan yang masih menumpuk. Walaupun begitu, suasana masih tetap hening tak ada obrolan sedikit pun. Karena aku merasa tak enak hati, akhirnya kuberanikan diri untuk menyapa duluan.

Ustaz, sebenarnya mau ke mana?” tanyaku basa-basi.

Nggak ada, cuman mau duduk di sini,” jawabnya sambil tertawa kecil.

Uh,, lalu Ustaz dari mana tadi?”

“Habis mengantar anak latihan karate dan sekarang lagi nunggu dia selesai.”

Oalah, anak Ustaz yang cowok itu ya?”

Iya.” jawabnya singkat sambil memperhatikan tumpukan buku yg ada di atas mejaku.

Masya Allah rajin sekali kamu nak, itu buku-bukunya kamu ringkas semua?”

Iya, Ustaz, sambilan..jawabku sambil menundukkan kepala.

Sekarang sedang ngeringkas apa?” tanyanya kemudian.

Qowaidul Imla’, Ustaz.”

Sebenarnya qowaidhul imla’ itu gak perlu diringkas, karena isinya sudah diringkas oleh pengarang buku jadi kamu tinggal pahami dan hafalkan saja.” jelasnya kemudian

He he, iya, Ustaz, ini juga nyalin kok. Soalnya kalau menghafal langsung di buku seakan terlalu banyak, jadi aku salin pake panah-panah data biar lebih sedikit.” jelasku sambil tertawa kecil.

Oh gitu baguslah.”

Drttttt,, drttttttt,,,,

Saat sedang asik berbincang HP Ustaz pun berdering, dan percakapan kami terhenti.

Kau tahu? Ini kali pertama aku bisa berbincang berdua saja dengan beliau, karena sejatinya beliau sangat sibuk dan sangat susah untuk ditemui. Kata teman-teman kalau kita ketemu beliau pasti akan ditanya seputar pelajaran pondok, dan itulah yang kutakuti saat ini.

Baik, Pak, nanti akan saya hubungi kembali.”

Terdengar suara Ustaz mengakhiri obrolan dan kini ia kembali menghampiriku.

Kelas berapa, nak?” tanyanya tanpa basa-basi.

Kelas 3 Aliyah, Ustaz.jawabku singkat.

Oalah, pantesan rajin. Jurusan apa?”

Keagamaan, Ustaz.”

Sama kayak saya dulu. Kalau saya bertanya seputar ilmu hadis/nahwu/tafsir, boleh?”

Deg.. inilah yang ku takuti dari tadi, Boleh, Ustaz, silahkan.jawabku sambil menelan ludah.

Pertanyaan demi pertanyaan pun beliau lontarkan, walau bagaimana pun aku harus siap menjawabnya. Memang tidak bisa dipungkiri kalau aku tidak bisa menjawab semuanya, tapi apalah daya diri ini tidak mampu mengigat seluruhnya secara spontan. Ada sedikit sindiran yang membuat aku ciut atas ketidakbisaanku,Masa pelajaran tahun lalu sudah lupa, sih, Ustaz aja belajar berpuluh tahun lalu masih ingat sampai sekarang.Begitulah kalimat yang hampir membuatku ciut.

Tapi tidak apa-apa walupun beliau berkata begitu, semua jawaban yang tidak bisa kujawab itu ia jelaskan kembali padaku. Penjelasannya memang cukup singkat, tapi aku mampu memahaminya. Menit demi menit pun berlalu dan ternyata ngobrol bersama beliau itu menyenangkan, banyak ilmu yang kudapat darinya. Walau secara singkat, tapi itu cukup memuaskan diriku akan kerakusan ini.

Dan kini pertanyaan seputar dunia perkuliahan yang ku lontarkan.

Ustaz, jurusan Ushuluddin itu mencangkup apa aja?” Pertanyaan inilah yang selalu kutanyakan pada teman-teman, karena jawaban mereka kurang memuaskan akhirnya ku lontarkan pada Ustaz yang sedang berada di hadapanku saat ini.

Ushuluddin itu hampir sama seperti syariah, tapi dia lebih fokus mendalami ilmu Al-Quran & Hadis. Bisa di bilang saling berkaitan.”

Oh, jadi 11/12 ya, Ustaz.

Iya, saran saya kamu kuliah ke Mesir saja, pendidikan di sana itu bagus.

Sebenarnya saya mau kuliah ke Mesir, tapi orang tua tidak mengijinkan untuk kuliah di luar negeri, dikarenakan saya perempuan.jelasku sambil memasang muka masam.

Lah, kenapa begitu? Kan banyak kakak-kakak alumni yang ke Mesir, bilang saja seperti itu ke orang tuamu.

Sudah, Ustadz, tetap tidak boleh. Mereka takut kalau saya kenapa-kenapa nantinya.

Kalau gitu kuliah di LIPIA saja. Nilai terakhir kamu apa kemarin?”

Jayyid, Ustaz.

Nah, insya Allah bisa, dulu nilai saya juga Jayyid dan Alhamdulillah saya lulus ke LIPIA. Tapi saya tidak sampai lulus di sana, tapi dua tahun kemudian saya tes ke Sudan, Alhamdulillah lulus dan akhirnya saya memutuskan untuk kuliah di Sudan.”

Insya Allah nanti saya coba, Ustaz.

Jangan coba-coba, dong, harus yakin dalam menentukan.ucapnya kemudian

Bismillah akan saya coba.

Nah, begitu, dong.” ujarnya sambil tersenyum dan aku pun ikut tersenyum.

Mungkin saat ini Ustaz menganggapku tak punya arah dalam menentukan sikap, namun sejujurnya jauh dari yang terlihat rancangan dan tujuan itu sudah kususun sejak lama, hanya saja tak semua orang berhak tahu atas hal tersebut. Biarlah, aku harus merendah demi ilmu.

Ustaz di Sudan berapa tahun?” tanyaku penasaran

“10 tahun.

Masya Allah lama sekali, selama itu tidak pulang ke Indonesia ya, Ustaz?”

Tidak. Beliau menyunggingkan senyumnya.

Ustaz, tidak rindu keluarga?” tanyaku keheranan.

Pasti ada rindu, tapi mau gimana lagi, Namanya menuntut ilmu, mau pulang pun biaya tidak mencukupi jadi harus ditahan.”

Obrolan demi obrolan pun berlangsung. Semakin banyak topik yang kami bahas semakin tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 15:30 WIB.

Allahu akbar, Allahu akbar”

Azan di masjid pun terdengar syahdu, saat ini Sang Pemilik Jagat Raya tengah memanggil hamba-hamba-Nya untuk bersimpuh dan bercengkrama bersama.

Sudah adzan, saya ijin pamit dulu, ya." ujarnya kemudian.

Iya, Ustaz, terima kasih banyak atas ilmu yg tak sengaja tersampaikan ini.

Iya, sama-sama, saya juga berterima kasih karena sudah diijinkan duduk disini, saya izin pamit, ya”

Iya, Ustaz.”

Ustaz berlalu pergi dan baru beberapa langkah saja beliau meninggalkanku. Tapi, dia berbalik. Aku jadi bertanya dalam hati sebenarnya ada apa. 

Oh ya, saya ada rahasia penting yang harus kamu ketahui.

Dengan dahi berkerut aku bertanya, “Rahasia apa, Ustaz?”

Hanya kamu, saya dan Allah saja yang tahu rahasia ini, ya. Jangan bocorkan ke yang lain.

Beliau pun kemudian menyampaikan rahasia tersebut. Sungguh di luar dugaan bahwa beliau mengamanahkannya padaku dan saat kini aku merasa sangat beruntung karena telah Allah izinkan untuk bertemu dengannya.

Setelah rahasia tersampaikan beliau pun ijin pamit kepadaku dan akhirnya kuucapkan terimakasih untuk kesekian kalinya.

♥ ♥ ♥

Posting Komentar

0 Comments

Formulir Kontak