Khartoum, Majalah El-Nilein — Satgas PPI Sudan berhasil mengusahakan 45 mahasiswa Indonesia melakukan repatriasi mandiri menggunakan maskapai Emirates pada Jumat, (10/07/2020) di tengah new normal yang baru dimulai sejak Rabu kemarin.
Repatriasi ini adalah yang keempat kalinya dilakukan dan diusahakan oleh Satgas PPI Sudan di tengah Bandara Khartoum yang tutup dan baru akan dibuka secara resmi pada 12 Juli nanti.
Berbagai kendala dan ketidakpastian seperti ketersediaan seat, administrasi yang tidak jelas, imigrasi yang tutup hingga PCR test yang tiba-tiba diwajibkan 2 hari sebelum penerbangan oleh pihak maskapai berhasil dilalui berkat kerjasama antara Satgas PPI Sudan dengan KBRI Khartoum, BEM IMI IUA, dan beberapa mahasiswa Indonesia yang membuka jasa travel.
Harga tiket untuk penerbangan ini variatif. Untuk oneway, biaya berkisar 499$-550$/orang dan untuk return berkisar 700-850$/orang. Informasi seputar ketersediaan seat yang tidak jelas dan susahnya meng-issued tiket secara online awalnya meragukan mahasiswa yang ingin melakukan repatriasi. Namun berkat usaha Satgas PPI Sudan Sub. Repatriasi dengan bantuan dari beberapa mahasiswa yang menyediakan jasa travel yang membantu mengkonfirmasi ketersediaan seat tersebut di kantor maskapai Emirates dan bandara sehingga meyakinkan calon peserta repatriasi untuk tetap melanjutkan pembelian tiket dan bahkan bertambah beberapa hari sebelum keberangkatan.
Pada 8 Juli 2020, 2 hari sebelum keberangkatan, bagian repatriasi Satgas PPI Sudan yang sedang melakukan pengecekan di bandara menerima informasi terkait wajibnya memiliki hasil PCR test bagi penumpang yang akan terbang pada tanggal 10 Juli. Setelah dikonfirmasi kebenaran berita tersebut oleh pihak maskapai, Satgas PPI Sudan bergerak cepat mencari informasi terkait rumah sakit yang mampu melakukan tes PCR dengan segera.
Salah satu mahasiswa yang membuka jasa travel, Choirur Roziqin Manapsir mendapatkan informasi bahwa salah satu rumah sakit di Omdurman, RS Sillah Tibbi membuka layanan tes PCR dengan biaya SDG 7000. Tidak berhenti di situ, Muhammad Nasrullah dari bagian repatriasi Satgas PPI Sudan mencari dan mendapat kabar terkait PCR gratis yang diberikan maskapai Emirates bagi penumpang yang terbang tanggal 10 Juli di hotel Corinthia.
Wajibnya PCR test untuk penerbangan tanggal 10 ini, ternyata tidak diketahui oleh seluruh calon penumpang.
"Sampai di bandara kami dapatkan keributan dan antrian yang panjang banget karena ada sebagian orang Sudan yang gak tahu kalau tanggal 10 itu harus PCR, akhirnya tadi lumayan lama ngantri ", jelas Rifat Mubarok, anggota Satgas PPI Sudan Sub. Repatriasi.
Selain itu, kinerja teman-teman Ikatan Mahasiswa Indonesia International University of Africa (IMI-IUA) yang membantu kerja Satgas PPI Sudan perlu diapresiasi. Khususnya karena usaha mereka mengurus permasalahan keimigrasian, seperti izin tinggal, izin masuk kembali dan izin keluar dari mahasiswa Indonesia di IUA yang mendominasi jumlah peserta repatriasi pada tanggal 10 Juli.
"Satgas PPI Sudan Sub. Repatriasi membantu hal tersebut hingga pelepasan di Bandara Internasional Khartoum. Sementara Ikatan Mahasiswa Indonesia International University of Africa (IMI-IUA) dengan jajarannya membantu rekan-rekan yang akan repatriasi di sektor koordinasi aktif untuk mendapatkan visa izin keluar Sudan melalui kampus IUA bahkan para pengurus IMI-IUA mendampingi WNI hingga ke Kantor Imigrasi Sudan." jelas Bani Arijan selaku ketua PPI Sudan.
Kepedulian sesama mahasiswa sudah seharusnya muncul di tengah keadaan yang serba tidak jelas ini. Seperti yang dilakukan oleh Dodo Hidayat, peserta repatriasi yang memberikan 40 kotak nasi untuk peserta lainnya yang sejak pagi sudah berdatangan ke bandara. [Yahya Ayyash]
Repatriasi ini adalah yang keempat kalinya dilakukan dan diusahakan oleh Satgas PPI Sudan di tengah Bandara Khartoum yang tutup dan baru akan dibuka secara resmi pada 12 Juli nanti.
Berbagai kendala dan ketidakpastian seperti ketersediaan seat, administrasi yang tidak jelas, imigrasi yang tutup hingga PCR test yang tiba-tiba diwajibkan 2 hari sebelum penerbangan oleh pihak maskapai berhasil dilalui berkat kerjasama antara Satgas PPI Sudan dengan KBRI Khartoum, BEM IMI IUA, dan beberapa mahasiswa Indonesia yang membuka jasa travel.
Harga tiket untuk penerbangan ini variatif. Untuk oneway, biaya berkisar 499$-550$/orang dan untuk return berkisar 700-850$/orang. Informasi seputar ketersediaan seat yang tidak jelas dan susahnya meng-issued tiket secara online awalnya meragukan mahasiswa yang ingin melakukan repatriasi. Namun berkat usaha Satgas PPI Sudan Sub. Repatriasi dengan bantuan dari beberapa mahasiswa yang menyediakan jasa travel yang membantu mengkonfirmasi ketersediaan seat tersebut di kantor maskapai Emirates dan bandara sehingga meyakinkan calon peserta repatriasi untuk tetap melanjutkan pembelian tiket dan bahkan bertambah beberapa hari sebelum keberangkatan.
Pada 8 Juli 2020, 2 hari sebelum keberangkatan, bagian repatriasi Satgas PPI Sudan yang sedang melakukan pengecekan di bandara menerima informasi terkait wajibnya memiliki hasil PCR test bagi penumpang yang akan terbang pada tanggal 10 Juli. Setelah dikonfirmasi kebenaran berita tersebut oleh pihak maskapai, Satgas PPI Sudan bergerak cepat mencari informasi terkait rumah sakit yang mampu melakukan tes PCR dengan segera.
Salah satu mahasiswa yang membuka jasa travel, Choirur Roziqin Manapsir mendapatkan informasi bahwa salah satu rumah sakit di Omdurman, RS Sillah Tibbi membuka layanan tes PCR dengan biaya SDG 7000. Tidak berhenti di situ, Muhammad Nasrullah dari bagian repatriasi Satgas PPI Sudan mencari dan mendapat kabar terkait PCR gratis yang diberikan maskapai Emirates bagi penumpang yang terbang tanggal 10 Juli di hotel Corinthia.
Wajibnya PCR test untuk penerbangan tanggal 10 ini, ternyata tidak diketahui oleh seluruh calon penumpang.
"Sampai di bandara kami dapatkan keributan dan antrian yang panjang banget karena ada sebagian orang Sudan yang gak tahu kalau tanggal 10 itu harus PCR, akhirnya tadi lumayan lama ngantri ", jelas Rifat Mubarok, anggota Satgas PPI Sudan Sub. Repatriasi.
Selain itu, kinerja teman-teman Ikatan Mahasiswa Indonesia International University of Africa (IMI-IUA) yang membantu kerja Satgas PPI Sudan perlu diapresiasi. Khususnya karena usaha mereka mengurus permasalahan keimigrasian, seperti izin tinggal, izin masuk kembali dan izin keluar dari mahasiswa Indonesia di IUA yang mendominasi jumlah peserta repatriasi pada tanggal 10 Juli.
"Satgas PPI Sudan Sub. Repatriasi membantu hal tersebut hingga pelepasan di Bandara Internasional Khartoum. Sementara Ikatan Mahasiswa Indonesia International University of Africa (IMI-IUA) dengan jajarannya membantu rekan-rekan yang akan repatriasi di sektor koordinasi aktif untuk mendapatkan visa izin keluar Sudan melalui kampus IUA bahkan para pengurus IMI-IUA mendampingi WNI hingga ke Kantor Imigrasi Sudan." jelas Bani Arijan selaku ketua PPI Sudan.
Kepedulian sesama mahasiswa sudah seharusnya muncul di tengah keadaan yang serba tidak jelas ini. Seperti yang dilakukan oleh Dodo Hidayat, peserta repatriasi yang memberikan 40 kotak nasi untuk peserta lainnya yang sejak pagi sudah berdatangan ke bandara. [Yahya Ayyash]
0 Comments
Posting Komentar