Oleh Mutashim BFR*
Nama India (الهند) atau kawasan
Hindustan yang kita kenal hari ini berasal dari nama sebuah sungai yang
mengalir di negara Pakistan yaitu sungai Indus. Sungai yang mengaliri Pakistan ini
dianggap suci oleh penganut Hindu. Nama sungai berasal dari bahasa Sanskerta
yaitu Sindhu atau bermakna “laut”. Dahulu abad 7/8 M negeri ini dikenal
oleh orang Arab dengan nama Al-Hind (kawasan
meliput India, Pakistan, Bangladesh, Nepal, Bhutan, dan seterusnya),
disebut demikian karena wilayahnya terletak di seberang timur
sepanjang aliran sungai dan posisi Jazirah Arab yang berada di sebelah barat
peta dunia.
Sebagaimana orang Arab menyebut negeri
yang berada di seberang timur sepanjang sungai Amu Darya dengan sebutan (ما وراء النهر) atau dalam
istilah Inggris “Transoxiana” (kawasan yang meliputi Uzbekistan, Tajikistan, Afghanistan,
Kazakhstan, dan seterusnya). Sebelum referendum
tahun 1947, Pakistan bagian dari negara India.
Pakistan yang didominasi muslim 90% lebih dan India mayoritas
beragama Hindu dengan jumlah minoritas muslim 15% lebih yang banyak
mendiami India bagian utara. Hal ini menjadikan India
dengan populasi muslim terbesar kedua di India dan ketiga
di dunia dari total 1,3 miliar penduduk India. Dilansir
oleh Times of India, PRC meneliti pada 2050, India diprediksi akan mengalahkan
Indonesia terkait populasi muslim terbesar sedunia.
Di wilayah Asia Kecil
terdapat dua pemeluk agama terbesar yaitu Hindu (tiga dewa agung Brahma, Wishnu
dan Siva) dan Buddha (lahir di Nepal
pada 6 SM). Saat ini penyebaran dua agama tersebut menyebar luas hingga ke Asia Tenggara.
Namun kini Hindu agama dominan di India, Nepal, Bangladesh, dan
seterusnya. Dan Buddha menjadi agama dominan di China, Thailand,
Myanmar, Kamboja, Laos, dan
seterusnya.
Dahulu Indonesia bagian dari mayoritas
penduduk beragama Buddha dan Hindu. Hal ini diperkuat dengan dua kerajaan besar
(Sriwijaya
dan Majapahit) yang saksi hidup historisnya mudah ditemui
sebagai cagar budaya nasional. Namun kini keadaan tersebut berubah 180° menjadi
penduduk dengan mayoritas muslim terbesar di kolong jagad dengan persentase 87%
lebih. Hal ini tidak lepas dari gigihnya usaha dakwah muslim Arab membawa
risalah Islam yang sebagian merangkap profesi sebagai pedagang.
India sebelum Islam bahkan
hingga kini adalah kaum yang menyembah banyak tuhan, namun agama Hindu
menjadi pemeluk agama mayoritas penduduk negeri. Kehidupan masyarakat hidup
dalam sistem stratifikasi sosial (penggolongan kasta
sosial) dalam ajaran Hindu. Pada zaman kolonialisasi Inggris
sistem ini terlarang dan ilegal. Dan di zaman modern ini, sistem kasta ini
secara kasat mata tidak tampak namun diam-diam masih berlaku di tengah-tengah
masayarat India. Tingkatan warga kasta Hindu di India:
1. Brahmana 2. Ksatria 3. Waisya
4. Sudra 5. Dalit/Paria.
Kasta Dalit/Paria adalah warga
kasta terendah di India yang tidak masuk empat tingkatan sistem varna.
Dalit berarti “yang tertindas” dalam Bahasa Sanskerta. Dalit dianggap binatang
yang tidak boleh disentuh, mencemari masyarakat, pelayan bergaji rendah dan
najis. Warga kasta ini mengalami diskriminasi, intimidasi, penderitaan,
pengucilan akibat sistem kasta yang menindas ini. Jadi, ketika Islam datang
membawa ajaran monoteisme (hanya satu tuhan yang berhak disembah) dan keadilan
sosial dengan tidak memandang perbedaan derajat sosial, agama Islam sangat
disambut luas oleh warga kasta tersebut. Dalam Islam mendapatkan
perlakuan yang baik, keadilan dan kebebasan dibawah naungan syariat Islam. Maka
wajar Islam mendominasi di wilayah ini hingga 8 abad lamanya karena
melihat perbedaan yang kontras dengan Hindu.
Fase Dakwah Fardiyah (Dakwah Individu)
Pembahasan masuknya Islam ke Hind banyak
perbedaan di kalangan para ahli sejarah, namun
penulis sedikit meringkas peristiwa populer dari
berbagai sumber. Para sejarawan menganggap sejak kala itu orang-orang Arab sudah
terbiasa berdagang mengembara mengarungi luasnya bumi Allah hingga ujung timur
(China)
dan barat (Eropa) dan mengambil peran dalam percaturan ekonomi global
saat itu. Pesisir pantai Hind tidak luput dari persinggahan pedagang Arab yang
dengan perantara inilah Islam masuk dan menyebar ke pelosok negeri. Bahkan hal
ini terjalin jauh sebelum diutusnya Rasulullah SAW ke muka bumi. Profesi
berdagang menjadi mata pencarian utama kebanyakan masyarakat Arab.
Bahkan Al-Qur’an menyinggung aktivitas hal tersebut dalam QS Al-Quraisy
yang berbunyi:
﴿إيلافِهِم رِحلَةَ الشِّتاءِ وَالصَّيفِ﴾ [قريش: ٢]
Rute perdagangan biasa dilakukan melintasi
darat dan laut kini lebih dikenal “Silk Road” atau Jalur Sutra. Rute
laut dimulai dari pesisir pantai laut Merah, laut Persia
atau pesisir selatan (Oman dan Yaman saat ini). Lokasi
strategis Jazirah Arab berada persimpangan timur dan barat memudahkan pedagaang
Arab
memasok berbagai macam komoditas perdagangan yang berasal dari berbagai negeri belahan
bumi bagian timur ke barat dan sebaliknya. Lebih jelasnya bisa dilihat di peta
di bawah ini.
![]() |
Rute perdagangan via darat (warna merah) dan via laut (warna biru) |
Misi mereka tidak hanya sekedar
mencari keuntungan materi semata, tapi juga membawa misi agung mengenalkan dan
mengajarkan Al-Ushul Ats-Tsalatsah (Allah, Rasul, Islam) ke seantero
jagad dengan hanya mengharap ridho Allah SWT. Buah manis ketulusan dakwah
mereka bisa kita rasakan hingga kini jumlah penduduk muslim diatas 1 miliar
terbesar kedua setelah Kristen dan menjadi agama dengan
pertumbuhan tercepat di dunia.
Metode dakwah dengan akhlaqul
karimah salah satu kunci suksesnya Islam diterima hangat di
tengah masyarakat. Bermula dari ketertarikan dan keingintahuan untuk lebih
mengenal dekat Islam yang pada akhirnya hati tersentuh untuk menerima Islam
dengan sepenuh hati.
Islam yang mulai dikenal di area
pesisir pantai berangsur-angsur dikenal publik di tengah penduduk
kota di Hind. Bahkan raja setempat menaruh perhatian khusus kepada pedaganng Arab
muslim ini dan memberikan kebebasan beraktivitas di negeri
mereka.
Manuskrip kuno
tentang menyebarnya Islam di Hind bisa ditemukan di Museum London
yang menceritakan masuk Islamnya seoraang raja beragama Hindu di Kerajaan
Kedungallor. Kerajaan berlokasi di pesisir Malabar (negara
bagian Kerala India kini). Saat itu di pesisir Malabar sudah
tersiar kabar diutusnya nabi terakhir di tanah Arab.
Diriwayatkan sang raja bermimpi
melihat peristiwa aneh dalam tidurnya yaitu terbelahnya bulan di Jazirah
Arab. Tidak cukup mendapatkan jawaban
memuaskan dari para peramal istana, sang raja menanyakan kepada pedagang Arab yang
singgah berniaga di negerinya. Mereka (Arab) mengisyaratkan bahwa peristiwa mukjizat
tersebut benar benar nyata terjadi dan telah diutusnya rasul terakhir di tanah
Hijaz. Tak lama berselang, sang raja yang penasaran bergegas
meninggalkan kerajaanyanya untuk bertemu langsung Nabi tersebut bersama
beberapa pedagaang Arab menuju Makkah. Terdapat riwayat hadis
riwayat Hakim dalam Mustadrak-nya
berbunyi:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَمْشَاذٍ الْعَدْلُ، ثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ
الْفَضْلِ الْأَسْفَاطِيُّ، وَمُحَمَّدُ بْنُ غَالِبٍ، قَالَ: ثَنَا عَمْرُو بْنُ
حَكَّامٍ، ثَنَا شُعْبَةُ، أَخْبَرَنِي عَلِيُّ بْنُ زَيْدٍ، قَالَ: سَمِعْتُ
أَبَا الْمُتَوَكِّلِ، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ: «أَهْدَى مَلِكُ الْهِنْدِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَرَّةً فِيهَا زَنْجَبِيلٌ فَأَطْعَمَ أَصْحَابَهُ قِطْعَةً
قِطْعَةً وَأَطْعَمَنِي مِنْهَا قِطْعَةً»
قَالَ الْحَاكِمُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى: «لَمْ أُخَرِّجْ مِنْ أَوَّلِ
هَذَا الْكِتَابِ إِلَى هُنَا لِعَلِيِّ بْنِ زَيْدِ بْنِ جُدْعَانَ الْقُرَشِيِّ
رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى حَرْفًا وَاحِدًا وَلَمْ أَحْفَظْ فِي أَكْلِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الزَّنْجَبِيلَ سِوَاهُ فَخَرَّجْتُهُ» هذا مما ضعفوا به عمرا تركه أحمد
[الحاكم، أبو عبد الله، المستدرك على الصحيحين للحاكم، ١٥٠/٤]
Disebutkan
raja tesebut bernama Cheraman Perumal Bhaskara Ravi Varma (شيرمان فرمال) setelah menyatakan keislamannya di hadapan Nabi SAW dia mengganti namanya Abu
Bakar Tajjuddin RA. Ketika sang raja hendak kembali ke negerinya,
Rasulullah SAW mengutus sahabat Malik bin Dinar dan belasan sahabatnya
menyertai sang raja untuk berdakwah di negerinya. Namun di tengah perjalan
pulang, Allah SWT mewafatkan sahabat Tajjuddin RA di perjalanan karena sakit
parah ketika sampai di pelabuhan Dhofar, kota Salalah, negara Oman saat ini. Jenazahnya
pun dikebumikan di wilayah tersebut. Sebelum wafat dia menuliskan surat yang
dititipkan kepada sahabat Malik bin Dinar kepada keluarganya untuk menerima Islam
dan membantu para sahabat menyebarkan dakwah di negerinya.
Setiba para sahabat di pelabuhan
negeri tersebut (disebutkan terdapat dua pelabuhan besar yg sering disinggahi
para pedagang dari berbagai negeri yaitu pelabuhan Musris dan Kochi di Kadungallor,
Kerala, India) yang pertama kali dilakukan adalah mendirikan masjid pertama di Kadungallor
pada 629 M, majelis ilmu, dan menyiarkan Islam. Disebutkan orang Arab menyebut negeri
ini dengan (خير
الله) tapi lidah penduduk setempat terucap “Kerala” (saat ini nama
tersebut dipakai sebagai salah satu negara bagian India).
Berjalannya waktu, pesisir pantai
Malabar
mulai banyak berdatangan ulama/habaib dari Arab yang
menetap dan menjadi hakim agama ditengah umat muslim Kedungallor Kerala. Secara
tidak langsung ini berdampak pada meluasnya berkembaang aliran Islam Sunni bermazhab
fikih Syafi’i di sekitar pesisir Malabar berbalik dengan mayoritas muslim India
bermazhab fikih Hanafi secara umum.
Sudah diketahui bersama, mazhab Syafi’i
banyak dianut oleh masyarakat muslim di negeri kepulauan dan berpesisir pantai,
bahkan menjadi mazhab fikih mayoritas di negeri kepulauan nusantara kini. Dan
pada masa ini pengaruh Islam sangat kuat di negeri ini. mereka menyebut komunitas
muslim lokal yg memeluk Islam dengan istilah “mapilla muslim” dan nama
ini masih bisa ditemukan di sana saat ini.
Di antara sejumlah masjid di Kerala,
masjid yang terpopuler adalah masjid dengan nama sahabat Nabi, Malik
bin Dinar, di distrik Kasaragod dengan makam
beliau tak jauh dari masjid. Hingga kini masjid tersebut masih kokoh berdiri.
Nama Malik bin Dinar sangat populer sekali di wilayah
tersebut.
Fase Futuhat Islamiyah (Ekspansi
Penakhlukan).
Setelah melewati masa inisiatif dakwah
fardiyah muslim Arab mengenalkan Islam ke dunia. Ide
ekspansi penaklukan negeri-negeri atau futuhat Islamiyah dilanjutkan
oleh kekhilafahan sepeninggal Rasulullah SAW. Penaklukan gemilang di masa Khulafaur
Rasyidin
hingga dinasti-dinasti Islam setelahnya menguatkan supremasi politik Islam
setelah runtuhnya imperium Romawi timur dan Persia. Penaklukan
meluas hingga ke ujung timur (kota Kashgar, ibukota Turkistan
timur kini bagian negara Xinjiang, China)
dan ujung barat (semenanjung Iberia).
Ide pertama penaklukan Hind pada
masa Khulafaur Rasyidin Umar bin Khattab RA oleh gubernur
Oman dan Bahrain Utsman bin Abi Al-Ash Ats-Tsaqofi
pada 15 H untuk menggerakkan pasukan ke Hind. Sang Gubernur
mengutus dua saudara kandungnya. Pasukan Hakam bin Abi Al-Ash lewat
pelabuhan Oman dan berlayar sampai ke Thane (Mumbai, India)
dan Bharuch (Gujarat, India), pasukan Mughiroh bin Abi Syu’bah
ke Karachi (Pakistan). Keduanya meraih kemenangan. Lalu Gubernur mengirim surat kepada Umar RA terkait pengiriman pasukan ke Hind. Tak
lama berselang, Umar RA membalas surat tersebut berbunyi:
"يا أخا ثقيف حملتَ دودا على عودٍ، وإني
أحلفُ بالله أن لو أُصيبوا لأخذتُ من قومك مثلهم"
Dalam suratnya, sang khalifah mengambil
kebijakan strategis untuk tidak mengirimkan pasukan dengan kapal karna
terlampau jauhnya wilayah tersebut dari wilayah kekhalifahan. Meski pada masa
itu perjalanan laut dan negeri sekitar nya sudah hal biasa di kalangan pelaut Arab. Dan
inisiator penggunaan armada perang dengan kapal dan
pertempuran laut gencar terjadi pada masa Utsman RA.
Speninggal beliau, Islam telah menginjakkan wilayah Makran 643 M (Balochistan, Pakistan).
Pada masa Utsman bin Affan
RA, beliau mengirim utusan Abdullah bin Amir bin Kariz
menuju perbatasan Hind untuk mengetahui kondisi negeri dan melaporkannya
di hadapan beliau.
Pada awal tahun 39 H Ali bin Abi Thalib RA beliau
mengutus Haris bin Murrah untuk menaklukkan Hind hingga merebut kemenangan
dan ghanimah. Beliau syahid pada tahun 42 H di daerah Qiqan (perbatasan Hind
dan Khurosan).
Ekspansi ke wilayah Asia Kecil
dilanjutkan pada masa Dinasti Umayyah Damaskus pada
masa Muawiyah bin Abi Sufyan RA. Pasukan
di bawah komando Al-Mahlab bin Abi Sufrah pada 44 H/664
M menembus kota Multan, Punjab, Pakistan berakhir di kota Mailli dan
bertolak ke Damaskus. 4 tahun berselang khalifah mengutus Ziyad bin Ubaid untuk
menaklukkan Hindia kesekian kalinya.
Di masa Khalifah Walid
bin Abdul Malik, gubernur Basrah Hajaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi meminta
izin kepda khalifah untuk bergerak ke daerah Sind. Di antara alasan utama Hajjaj
memerintahkan ekspansi penaklukkan Hind karena permintaan yang ditolak Raja
Dahir (Raja Sind) untuk menumpas bajak laut pelabuhan Debal (pelabuhan populer
Sind di masa itu) yang datang dari Ceylon (Srilanka) menuju Arab dengan membawa
mayat pedagang Arab yang membawa hadiah dari Raja Ceylon untuk khalifah. Hajjaj
meminta izin menyiapkan pasukan untuk menaklukan Sind pada 92 H/738/711 M di bawah
jenderal muda pemberani yaitu Muhammad
bin Al-Qosim Ats-Tsaqofi (anak paman Hajaj bin Yusuf At-Tsaqofi) yang berumur
kurang dari 20 tahun bersama 6 ribu pasukan dan manjaniq yang salah satu
ada yang terbesar bernama (العروس) ditarik oleh
500 pasukan.
Pasukan Al-Qosim
masuk melewati Makran menuju perbatasan Debal (Karachi). Setiba
di Debal dan menguasai kota-kota yang dilalui dengan damai tanpa perlawanan.
Pertempuran fenomenal terjadi melawan Raja Dahir yang telah menyiapkan 50 ribu
pasukan dan 27 gajah menantang pasukan Muhammad bin Al-Qosim.
Setelah penawaran masuk Islam atau damai ditolak, perang
terjadi tepat di bulan Ramadhan berlanjut selama 5 hari. Singkat cerita, perang berakhir dengan terbunuhnya sang raja di Aror (tepi sungai Indus)
yang sempat kabur.
Setelah meraih kemenangan
gemilang, dengan mudah mengontrol penuh bekas daerah kekuasaannya dan membuka
jalan perluasan ke kota lain seperti Brahmanabad, Rawar, Hyderabbad (provinsi
Sind) dan Multan (provinsi Punjab) setelah pengepungan dan menguasai kedua wilayah
(Sind dan Punjab).
Setelah menguasai Sind dan Punjab.
Muhammad bin Qosim mulai menata administrasi seluruh wilayah yang berhasil
ditaklukkan, memberikan jaminan kebebasan beribadah kepada pemeluk Hindu, menjaga
darah dan harta mereka, menegakkan keadilan, dan melakukan aktifitas seperti
sediakala. Dan mulai orang-orang Arab mulai
bermigrasi dan menetap dan menjadi
penghuni tetap di sana.
Setelah menguatkan politik Islam
di negeri Sind dan sebagian Hind, Muhammad
bin Al-Qosim melanjutkan perluasan ke kerajaan India
utara yg beribukota di kota Kannauj (negara bagian Uttar Pradesh, India
utara) dan berhasil menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Dinasti
Umayyah Damaskus. Semenjak kematian Muhammad bin Al-Qosim, gubernur
wilayah Sind silih berganti dibawah kekuasaan kekhalifahan hingga
masa Dinasti Abbasiyah.
Pada masa Dinasti Abbasiyah
pada
pemerintahan Abu Jakfar Al-Mansur telah menyempurnakan penaklukan Multan
dan Kasymir di bawah komando Hasyim bin Amru (gubernur Sindh)
. Namun di masa Abbasiyah, sebagian wilayah mulai melepaskan diri dari pusat kekhilafahan
Abbasiyah di Baghdad dengan beberapa sebab di antaranya ashobiyah
(fanatisme kesukuan). Imarat-imarat Islam
kecil berdiri diantaranya Imarat Sind, Imarat Multan,
Imarat Mansurah, dan Imarat Ismailiyah. Sejak itu tidak
ada penaklukan di tanah Hind hingga tiba datang Sultan Mahmud Al-Ghaznawi.
Insya Allah akan dilanjutkan
sejarah panjang kesultanan Islam yang pernah berdiri di tanah Hind.
Stay tune yaa..
Referensi
Al-Quranul Karim
Mustadrak, Hakim
Tarikh Islam fil Hind, DR. Abdul Mun’im An-Namir
Futuhul Buldan, Ahmad bin
Yahya Al-Baladzhuri
Tarikh Daulah Abatiroh Al-Moghul Al-Islamiyah
fil Hind
Al-Bidayah
wan-Nihayah, Imam Ibnu Katsir
At-Tarikh Al-Islami
islamway.net
islamstory.net
republika.co.id
aljazeera.net
nidaulhind.com
islamweb.com
alanba.com
tirto.id
Wikipedia
*Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah, International University of Africa
0 Comments
Posting Komentar