Oleh Muhammad Irfandi
Cinta itu butuh pengorbanan, ibarat seorang
pendaki yang hendak mendaki bukit tinggi nan terjal. Maka sebelum sampai
puncaknya ia akan menemukan berbagai macam cobaan dan rintangan yang tidak
sedikit kadang ia akan jatuh bahkan mundur kebelakang.
Tapi bagi mereka yang jujur kepada Allah serta
diiringi keikhlasan niat, maka ia akan bersungguh-sungguh melewati itu semua
dengan pengorbanan agar ia dapat merealisasikan cintanya tersebut.
Jika kamu cinta dengan ilmu misalnya, maka
haruslah berkorban untuknya.
Ulama saja sampai berkata jika cinta kita
terhadap ilmu seluruhnya, maka kita akan mendapatkannya hanya setengah saja.
Lalu jika kita cinta terhadap ilmu hanya setengah hati, maka ia tidak akan
memberikan kepada kita sedikitpun. Lantas bagaimana bagi kita yang tidak
mencintainya sama sekali?
Pengorbanan
dalam menuntut ilmu di sini banyak macamnya. Baik dari harta, waktu, dan
pikiran semuanya tercurahkan hanya untuknya. Karena lamanya waktu kita belajar adalah
sampai seseorang dimasukkan ke liang lahat menjadi akhir dari segalanya, tidak
ada kata menyerah walapun datang berbagai cobaan, kejenuhan dan kemalasan
ataupun berhenti dari haluan.
Syaikh Shalih Al Utsaimin rahimahullah
berkata,
“Maka
telah ditetapkan atas penuntut ilmu bahwasannya mereka harus bersungguh-sungguh
didalam meraih ilmu, dan bersabar diatas jalannya. Dan berusaha untuk
menjaganya setelah dia mendapatkannya, karena sesungguhnya ilmu tidaklah
didapat dengan jasad yang santai, maka tempuhlah seluruh perkara yang dapat
menjadi jalan menuju ilmu. Dan
membulatkan tekad untuk meraihnya,
bersungguh-sungguh, begadang disetiap malamnya, dan menyibukkan dirinya dalam
menuntut ilmu.”
Karena untuk merasakan indahnya seseorang
berada di puncak bukit tinggi tersebut, maka tidak ada kata malas. iImu
tidaklah didapat dengan jasad yang santai, tidak pula didapat dengan harapan
jiwa belaka, tidak pula dengan angan-angan
yang kosong. Tidak pula
ilmu akan bisa
diraih oleh orang-orang yang rendah cita-citanya dan lemah tekadnya.
Maka bulatkanlah tekad, perbaiki niat,
berdoa, tawakkal, dan bersabarlah untuk meraih nikmatnya meneguk ilmu yang
telah dicita-citakan.
الصبر كالصبر مُرُّ في تذوقه # لكن عواقبه أحلى من العسل
"Sabar itu seperti namanya, pahit rasanya
Namun akhirnya lebih manis daripada madu"
Tidak diragukan lagi, seseorang yang berhasil
melewati rintangan ini, ia akan mulia, derajatnya akan diangkat oleh Allah,
karena ilmu adalah semulia-mulia perkara yang ada di bumi ini.
Ali bin Abi Thalib Radhiallahuanhu pernah
mengucapkan ucapan yang sangat masyhur,
كفى بالعلم شرفا أن يدعيه من لا يحسنه ويفرح به إذا نسب إليه
وكفى بالجهل ضعة أن يتبرأمنه من هو فيه ويغضب إذا نسب إليه
“Cukuplah Ilmu dikatakan Mulia ketika
seseorang mengaku-ngaku bahwa dia memilikinya meskipun tidak dan seseorang
berbahagia ketika dinisbatkan ilmu itu kepadanya, Dan cukuplah kebodohan itu
dikatakan hina ketika
seseorang berlepas diri
darinya meskipun dia
bagian darinya.”
Dan jika kita telah memulainya, maka jangan
engkau pikirkan apakah kita akan sampai ke puncaknya atau malah berhenti di
tengah jalan.
Yang penting kita fokus dengan tujuan, kalau
kita diwafatkan di tengah jalan maka Allah telah mencatat kita sebagai
fisabilillah, dan itu lebih baik daripada berhenti menjadi pecundang.
Karena betapa banyak orang yang bisa memulai,
akan tetapi hanya orang yang jujur yang akan teguh dengan pendirian.
Seorang ulama berkata,
"Jalan menuju Allah itu panjang,
Kita berjalan melaluinya laksana kura-kura,
Bukanlah tujuan kita agar sampai sampai di
ujung jalan tersebut,
Tetapi tujuan sebenarnya supaya kita
diwafatkan di atas jalan tersebut..."
Nikmati proses kawan,
Cintailah ilmu hingga kecintaanmu
membuatmu mampu mengorbankan apapun demi itu
Buat kamu; penuntut ilmu ...
Tetap semangat mencari dan mencintainya
Hingga antara raga dan jiwa kita terpisah
kematian
0 Comments
Posting Komentar