Oleh A. Setiawan*
Menjaga diri
dari berbagai perkara yang dapat merugikan diri sendiri adalah sesuatu yang
sangat penting. Berapa banyak orang yang melakukan perkara-perkara yang
membuat dirinya merugi bahkan lalai. Waktu
yang Allah karuniakan bisa-bisa habis terlewat
begitu saja.
Waktu pun habis tanpa ada nilai-nilai kebaikan yang berbekas
dan melekat pada dirinya. Lebih-lebih berupa kebaikan yang dapat dirasakan orang lain. Rasulullah SAW telah memberikan contoh terbaik dalam menjaga diri terhadap perkara tersebut.
Tiga perkara
yang Rasulullah SAW jaga terhadap
dirinya. Perkara ini sudah familier (akrab) di telinga kita. Perlu kita ketahui bahwa
ketiga perkara ini dapat berakibat fatal terhadap diri sendiri, jika itu
sudah melekat pada diri.
Rasulullah SAW sangat
menjaga agar tidak terjerumus ke dalam perkara-perkara ini. Apa saja
perkara-perkara tersebut? Selengkapnya, silakan disimak!
Penulis
mengutip dari
kitab syamail muhammadiyah
‘kesempurnaan pribadi Rasulullah Muhammad SAW’
karya Imam Tirmidzi dengan judul "Keagungan
Pribadi Rasulullah SAW" terjemahan dari
kitab "الشمائل المحمدية والخصائل المصطفوية".
Dalam kitab
tersebut, Hasan Bin Ali bertanya kepada ayahnya Sayyidina 'Ali tentang
akhlak Rasulullah SAW kepada sahabat-sahabatnya, maka Sayyidina 'Ali pun mengatakan ;
… قد ترك
نفسه من ثلاث : المراء, والإكثار, وما لا
يعنيه
…. روه
الترمذى
"… Baginda menjaga diri dari tiga perkara : Berdebat, menyombong diri, dan melakukan perbuatan tidak
bermanfaat …". (H.R. Tirmidzi)
Tiga perkara inilah yang semestinya juga harus kita jaga agar tidak terjerumus ke dalamnya. Kalau kita
bisa menjaganya, insyaallah kesempatan di dunia ini tidak akan berakibat
kesia-siaan belaka.
Pertama, Menjaga Diri dari Berdebat.
Bertukar
pikiran tentang suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan
pendapat itulah berdebat (KBBI
V). Dua kubu yang saling menganggap kebenaran
miliknya dan saling pertahankan
pendapatnya. Tidak jarang perdebatan akan berakhir dengan permusuhan, kalau
tidak diikuti dengan akhlak yang benar.
Debat semacam itu kita
kenal dengan istilah debat kusir,
yaitu debat yang tidak disertai alasan yang masuk akal (KBBI V).
Perdebatan semacam ini jika dilanjutkan juga tidak membuahkan hasil yang baik,
bahkan malah menimbulkan kegaduhan, ketegangan, hingga menimbulkan permusuhan.
Peribahasanya 'Kalah jadi abu, menang
jadi arang', dan 'arang habis besi
binasa'. Insyaallah paham, yaa!
Kecenderungan
kita untuk menang sudah menjadi sifat manusiawi, apalagi terhadap hal-hal yang
krusial (penting). Kendati demikian ada
kalanya kita memilih 'kalah untuk menang'. Sama halnya
dengan perdebatan, boleh bahkan sangat
dianjurkan agar meninggalkan perdebatan meskipun kita benar.
Meninggalkan
perdebatan bukan berarti kita kalah. Seseorang yang menjaga diri dari perkara berdebat tersebut, berarti ia sudah
mengikuti apa yang diajarkan Rasulullah SAW.
Kalau kita meninggalkan perkara debat kusir ini, maka Allah
SWT akan menyediakan istana yang megah di
tepian surga kelak di akhirat, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ
أَبِيْ أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَا
زَعِيْمٌ بِبَيْتٍ فِيْ رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ
مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِيْ وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ
مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِيْ أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ. رواه
ابوداود.
Dari Abu
Umamah, ia berkata, Rasulullah SAW Bersabda, “Aku akan menjamin rumah di tepi Surga bagi seseorang yang meninggalkan
perdebatan meskipun benar. Aku juga menjamin rumah di tengah Surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun
bersifat gurau, dan aku juga menjamin rumah di
Surga yang paling tinggi bagi seseorang yang
berakhlak baik.” (H.R. Abu Daud).
Syekh Abdul Muhsin dalam
kitab Syarah Sunan Abi Daud
menegaskan, "Kalau hendak berdebat, maka berdebatlah
dengan memperturutkan akhlak, yakni tidak
berdusta, tampakkan akhlak yang mulia dalam
berdebat, maka balasannya adalah surga yang paling
tinggi (Hasanah, 2019)."
Berkenaan
dengan akhlak ketika berdebat, Allah SWT juga menegaskan dalam firman-Nya
yang berbunyi :
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S. An Nahl :125)
Jadi, sebisa mungkin kita
tinggalkan berdebat, apalagi sudah tampak dalam perdebatan tersebut tidak lagi
memperturutkan akhlak dan alasan yang masuk akal. Meninggalkan perdebatan
berarti menyiapkan istana di tepian surga.
Kedua, Menjaga Diri dari Kesombongkan
Sombong tentu
sudah tidak asing lagi
bagi kita, akan tetapi agar lebih mantap lagi dalam
memahami definisinya, penulis sudah mengutip hadis
yang menjelaskan sombong tersebut, Rasulullah
SAW bersabda :
"لا
يدخل الجنة من كان في قلبه مثقال ذرة من كبر" فقال
الرجل: إن الرجل يحب أن يكون ثوبه حسنا, ونعله
حسنة? قال: "إن
الله جميل يحب الجمال الكبر بطر الحق وغمط الناس" روه
مسلم.
"Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada setitik
saja dari kesombongan”, kemudian ada seseorang berkata : “Bagaimana dengan orang yang suka memakai baju dan sendal
yang bagus”. Nabi saw. Bersabda, “Allah
itu indah dan menyukai keindahan, sementara
sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia”. (H.R.
Muslim)
Sifat sombong, angkuh,
dan lain sebagainya adalah sifat yang semestinya dijauhkan dari dalam diri
setiap mukmin. Aa Gym dalam ceramahnya menuturkan
dengan tegas tentang kesombongan, yaitu :
"Orang-orang sombong lebih sibuk membela
dirinya walaupun salah dan lebih sibuk menyerang orang lain. Itu indikator
kesombongan seseorang, tidak tahan mendengar masukan, saran apalagi kritis,
marah. Ciri lain orang sombong
adalah menganggap remeh orang lain. Dia merasa mulia dengan harta, gelar,
pangkat, kedudukan yang dia miliki dan menganggap orang lain lebih rendah dari
dirinya."
Aa Gym melanjutkan dengan
mengatakan "Kesombongan adalah kebodohan, bodoh tidak tahu siapa tuhan, bodoh tidak
tahu siapa dirinya sebenarnya, bodoh tidak mengerti bagaimana hidup mulia
sesungguhnya.” (Gymnastiar, 2017)
Sangatlah buruk
manusia yang berperilaku sombong, sebab yang boleh sombong hanyalah Allah SWT.
Lagi pula apa yang mau kita sombongkan, kekuasaankah? Tidak, Fir'aun yang jauh lebih kuasa dari kita, lalu
Allah binasakan. Kekayaankah? Tidak, Qarun lebih kaya juga binasa karena
sombongnya. Kekuatankah? Tidak, kaum Tsamud lebih kuat dari kita, mereka pun
Allah binasakan. Mereka sombong dengan menolak kebenaran yang diserukan oleh
para rasul Allah.
Kita juga harus
hati-hati dengan perkara sombong yang tanpa sadar kita lakukan. Apa itu? Yakni sombong akibat sudah berbuat baik
kepada orang lain (sombong dalam kebaikan), ia merasa dirinya lebih bermoral,
lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain (Ansori,
2016). Kesombongan seperti ini harus kita wanti-wanti sebab ia perlahan dengan
kepastian menggerogoti hati seseorang.
Kesombongan ini harus kita
tinggalkan, sebab Allah SWT tidaklah menyukai seseorang yang memelihara
kesombongan dalam dirinya. Allah SWT berfirman yang berbunyi :
وَلَا تُصَعِّرۡ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا
تَمۡشِ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًاۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٖ فَخُورٖ
"Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia
(karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong dan membanggakan diri." (Surat Luqman, Ayat 18)
لَا جَرَمَ أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا
يُسِرُّونَ وَمَا يُعۡلِنُونَۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡتَكۡبِرِينَ
"Tidak diragukan lagi bahwa Allah mengetahui apa yang
mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang yang sombong." (Surat An-Nahl, Ayat 23)
Kesombongan jugalah yang
mengeluarkan Iblis dari surga. Allah Ta’ala
berfirman yang artinya, “Dan (ingatlah)
ketika Kami berfirman kepada para malaikat: 'Sujudlah kalian kepada Adam,' maka
sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan
dan takabur (sombong) dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”
(Q.S. Al Baqarah: 34).
Salah satu upaya untuk
menghilangkan rasa sombong, yaitu dengan mengetahui bagaimana
tawaduknya orang-orang yang Allah Ta'ala limpahkan karunia yang 'luar biasa
sempurna', tetapi mereka tetap taat kepada Allah Ta'ala.
Nabi Sulaiman
A.S. misalnya, kerajaan yang dimilikinya tidak ada bandingan dengan kerajaan makhluk lain di alam ini, begitu juga
kekuasaannya, kekuatannya, kepandaiannya, tetapi semua itu tetap menjadikannya
hamba Allah yang tawaduk 'merendah hati kepada manusia' dan 'merendah diri
kepada Allah'.
Rasulullah SAW juga sangat terkenal ketawadukannya. Maharnya kepada Sayyidah Khadijah saja 100 unta merah (satu
unta merah seharga mobil sport), juga
kekuasaan, jabatan, dan kelebihan-kelebihan lainnya tidak membuat baginda
sombong. Karunia yang Allah Ta'ala
berikan tersebut tetap menjadikan baginda tawaduk,
sederhana dan berwibawa.
Ketawadukan
Nabi Sulaiman A.S. dan juga Rasulullah SAW
adalah bukti kesempurnaan perwujudan keimanan kepada Allah SWT yang sebenar-benarnya. Laa
haula wala quwwata illa billah 'tiada daya upaya melainkan dari Allah Ta'ala'.
Selain itu, upaya yang
kita lakukan untuk mengikis kesombongan ialah dengan mengingat kematian, bahwa
kita pasti akan wafat dan tinggal menunggu giliran saja, entah kapan? Kita
tidak tahu. Ingat! Yang kita bawa saat
meninggal hanyalah selembar kain putih dan amal-amal shaleh saja.
Terputuslah seluruh kenikmatan dunia ini saat datangnya maut.
Upaya berikutnya ialah
dengan menyadari bahwa semua yang kita miliki adalah semata-mata titipan Allah
SWT Harta, jabatan, kekuasaan, kekayaan, keturunan, kepandaian, semua itu nanti
pada masanya pasti Allah cabut. Mari! Kita sadari dan pahami lagi kalimat
dzikir ini Laa haula wala quwwata illa billah 'tiada daya upaya melainkan dari
Allah Ta'ala'.
Ketiga, Menjaga Diri dari Perkara yang Tidak
Bermanfaat.
Perkara yang
kita lalui tentu banyak
sekali macamnya. Apakah semua perkara itu bermanfaat?
Tidak semua bermanfaat, makanya kita harus
pilih-pilih mana yang kira-kira memberikan manfaat dan mana yang kurang
bahkan tidak berfaedah.
Tahu tidak? Bahwa Islam sudah dari dulu mengajarkan kita
untuk meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat. Yuk! Kita simak dulu hadisnya
yang berbunyi :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ نَصْرٍ
النَّيْسَابُورِيُّ وَغَيْرُ وَاحِدٍ قَالُوا : حَدَّثَنَا أَبُو
مُسْهِرٍ ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَمَاعَةَ ، عَنِ
الْأَوْزَاعِيِّ ، عَنْ قُرَّةَ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ
مَا لَا يَعْنِيهِ
".
هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ، لَا نَعْرِفُهُ مِنْ
حَدِيثِ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ.
حكم الحديث: صحيح
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda
; “Diantara
tanda kebaikan keIslaman seseorang, jika ia meninggalkan hal-hal yang tidak
bermanfaat baginya.” (H.R. Timidzi : 2317)
Ustadz Abdullah Zaen,
Lc., MA. menegaskan, bahwa perkara yang tidak bermanfaat itu ukurannya adalah
syariat, di antaranya dengan meninggalkan perkara yang haram, makruh, dan juga
kemubahan yang berlebihan (Zaen, 2008).
Coba kita
merenungi sejenak, apa saja kegiatan kita kemarin selama 24 jam? Sudah
terbayang yaa! Berapa jam waktu yang kita
gunakan untuk melakukan hal yang manfaat? Tentu lebih banyak waktu yang
bermanfaat ketimbang waktu yang kita
sia-siakan, Insyaallah.
Banyak hal
yang bermanfaat, misalnya bekerja, berkreasi, dan berinovasi. Bisa dengan menghasilkan sesuatu sebagai
buah pikiran, bisa juga dengan membuat (melakukan)
penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal
sebelumnya (gagasan, metode, atau alat) dan lainnya yang bermanfaat.
Banyak
juga hal yang tidak bermanfaat, misalnya tidur berlebihan, mengobrol
berlebihan, buka media sosial berlebihan, dan lain-lain sebagainya.
Memikirkan yang tidak
penting juga merupakan perkara yang tak berguna, Solikhin Abu Izzuddin penulis buku best seller
"Zero to Hero" dalam bukunya "New Quantum Tarbiyah" menyebutkan, bahwa ada
ulama yang melewati suatu bangunan yang megah. Nah! Terlintaslah dalam
pikiran ulama tersebut beberapa pertanyaan mengenai bangunan itu. Setelah
beberapa saat ulama tersebut langsung beristighfar (menyesali perbuatan
tersebut) sebab telah memikirkan hal yang tidak berguna.
Nah, bagaimana dengan
pikiran kita! Berapa banyak pikiran-pikiran yang sia-sia telah menemani kita?
Tentu banyak sekali. Berapa banyak waktu yang kita habiskan hanya untuk
memikirkan hal yang tidak membawa faedah? Sangat banyak. Ayoo! Mari kita benahi
lagi waktu-waktu yang masih ada. Kita harus dapat mengefisienkan waktu sebaik
mungkin.
Di sisi lain
ada rahasia yang terkandung dari pesan Rasulullah SAW ini.
Hemat penulis rahasia di balik meninggalkan perkara yang tidak
bermanfaat tersebut ialah mendorong kita agar
produktif hingga menorehkan karya-karya yang menampakkan sempurnanya syariat
Islam sebagai rahmatan lil’alamin ‘rahmat
bagi seluruh alam’. Kita lihat bagaimana penduduk dunia pun ikut merasakan dampak positif yang di torehkan
oleh para pembawa risalah Islam.
Lihat saja
dari zaman Rasulullah SAW
hingga zaman keemasaan Islam, dimana zaman-zaman itu pemahaman keIslaman sangatlah sempurna.
Lahirlah ahli-ahli Quran, Hadits, Fikih, dan lain sebagainya.
Pada masa keemasan Islam juga lahir Al-Farabi
ahli filsafat (Wafat 339 H / 950 M) , Ibnu Sina ahli kedokteran (Wafat
428 H / 1037 M), Ibnu Al-Haitsami ahli
optik (Wafat 430 H / 1039 M), Al-Idris ahli geografi (Wafat 560 H / 1165 M),
dan Ibnu Khaldun ahli sosiologi (Wafat 808 H / 1406 M), juga masih banyak ilmuan muslim selain mereka (Badwi, dkk.
2008). Mereka dikenal bukan hanya di
"Dunia Islam", tapi juga di "Dunia
Barat".
Ulama-ulama di
atas adalah bukti bahwa Islam ini rahmat bagi seluruh alam, keilmuan mereka
menjangkau seluruh aspek kehidupan yang didasari dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Banyak sekali karya-karya mereka, hingga membawa pada kejayaan dan keemasan Islam,
lalu lahirlah peradaban Islam yang gemilang.
Kita juga tahu
bahwa orang-orang Barat pun berbondong-bondong belajar kepada ilmuan-ilmuan
muslim. Mereka mulai
mempelajari bahasa Arab, kemudian menerjemahkan buku-buku yang berbahasa arab
ke berbagai bahasa. Setelah itu bangkitlah dunia Barat, kita kenal dengan renaissance
(kebangkitan dunia Barat).
Perlu kita ketahui juga
kebiadaban mereka yang tak ingin Islam lebih luas lagi pengaruhnya, maka mereka
pun berupaya menghapuskan jejak-jejak literasi karya-karya fenomenal
ulama-ulama kita yang sudah mereka pelajari. Mereka juga merusak pemikiran umat
Islam dengan ghozulfikr (perang pemikiran).
Hasilnya kita lihat
sekarang, berapa banyak umat Islam (milenial) yang tidak tahu ilmuwan-ilmuwan
muslim. Mereka hanya mengenal Imam Syafi'i, Imam Bukhari, dan segelintir ulama
lainnya. Ironisnya mereka pun (milenial) ikut mencela ilmuwan-ilmuwan muslim
yang sudah berjasa dalam dunia Islam (termasuk sains). Kewaspadaan harus kita
tingkatkan dalam menyikapi ghozulfikr
ini.
Terlepas dari itu semua,
hemat penulis baik ilmuwan Islam ataupun Barat sangatlah baik dan
efisien dalam menggunakan waktunya.
Mereka juga meninggalkan perkara yang tidak
berfaedah. Sekarang tinggal kita pilih, mengikuti jejak mereka yang
banyak memberikan manfaat atau bersikap masa bodoh saja? Tentu pilihan kita ialah mengikuti
jejak mereka agar produktif dan bermanfaat terhadap orang lain dengan berbagai
kreasi dan inovasi.
Penulis menekankan agar
kita dapat menjauhi perkara yang tidak bermanfaat ini, maka kita harus
memperhatikan lagi peringatan dari Allah SWT yang berbunyi :
وَٱلۡعَصۡرِ
"Demi masa"
إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ
"Sungguh, manusia berada dalam kerugian"
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ
بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ
"Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk
kesabaran." (Surat
Al-'Ashr, Ayat 1-3)
Tinggalkanlah perkara yang
tidak bermanfaat dengan beramal shaleh. Mulailah tuliskan apa saja yang kita
citakan, mulailah rencanakan apa yang akan kita impikan kedepannya. Impian dan
cita-cita yang sudah kita tuliskan mulailah satu persatu berusaha kita tunaikan
(kerjakan) dengan langkah-langkah yang sudah kita rancang. Ingat! Buktikan bahwa kita benar-benar mencita-citakan dan mengimpikan
hal-hal yang sudah kita tuliskan.
Solusi lain agar kita
dapat meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat ialah dengan disiplin waktu.
Dalam sehari semalam tetapkan waktu-waktunya, kapan waktu bekerja? Kapan waktu
baca Quran? Kapan waktu menyambung silaturahmi? Kapan waktu membuka media
sosial? Kapan waktu baca buku (menambah wawasan)? Kapan waktu rekreasi? Kapan
waktu olahraga? Kapan waktu murajaah
(mengulang-ulang) hafalan dan pelajaran? Kapan waktu muhasabah diri
(introspeksi)? Tulis waktu-waktunya dan disiplin terhadap waktu yang sudah kita
tetapkan.
Kita juga harus
memfokuskan pada hal-hal yang memang menjadi spesialis kita. Coba renungi lagi
berapa banyak diskusi yang kita ikuti? Berapa banyak buku-buku (spesialis
kita) yang sudah kita bahas?
Jangan-jangan kita malah lebih banyak buka media sosial sebagai hiburan saja
ketimbang memperdalam dan mempertajam spesialisasi kita. Ingat! Waktu terus berlalu, hari ini tak akan terulang lagi, maka
jadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin. Kelalaian hari ini jadikan bahan
pembelajaran untuk memperbaiki hari-hari berikutnya. Berusahalah menjadi
orang yang beruntung dalam mengarungi samudra kehidupan ini.
Itulah tiga
perkara yang harus kita jaga terhadap diri sendiri. Jangan
sampai perkara-perkara tersebut ada pada diri
kita. Ayoo! Segera kita tinggalkan debat
kusir, kesombongan, dan perkara yang tidak bermanfaat. Isi waktu kita dengan
produktivitas, kreativitas, dan inovasi. Selamat bekerja semoga sukses dan
berkah.
Daftar Pustaka
- Abu Izzuddin, Solikhin, New Quantum Tarbiyah, Yogyakarta : Pro-U, 2009.
- Badwi, Sayyid Muhammad, dkk. Alkitabul Asasi Fii Ta’liimil Lughatil Arabiyah Lighairinnatiqiina Biha, Tunisia: Munadzamatul Arabiyah Littarbiyah Watsaqafah Wal ‘Uluum, 2008.
- Tirmidzi, Keagungan Pribadi Rasulullah Saw, Pulau Pinang: IPII, 1430 H.
- Aplikasi KBBI V For Android.
- Aplikasi Al-Quran For Android.
- Aplikasi Kutubut Tis’ah For Android.
- Ansori, Bahron, Larangan Berlaku Sombong dalam Kehidupan, dalam minanews.net, dikutip pada 12 Juni 2020.
- Gymnastiar, Abdullah, Aa Gym Kuliah Satu Menit "Bahaya Sombong", dalam youtube akun Aagym Official, dikutip pada 10 Juni 2020.
- Gymnastiar, Abdullah, Jangan Menjadi Orang yang Sombong, dalam youtube akun Aagym Official, dikutip pada 10 Juni 2020.
- Nurhasanah, Annisa, Sabda Nabi Agar Meninggalkan Debat Meskipun Benar, dalam Bincangsyariah.Com, dikutip pada 8 Juni 2020.
- Rintisan Indonesia, Perbedaan Orang Sibuk dan Produktif, dalam Instagram @Rahmah.Bookaholic, dikutip pada 7 Juni 2020.
- Zaen, Abdullah, Penjelasan Hadis Arba’in ke Dua Belas: Meninggalkan Perkara yang Tidak Bermanfaat, dalam Muslim.Or.Id , dikutip pada 11 Juni 2020.
*Mahasiswa
Mahad Lughah pada Khartoum International Institute for Arabic Language (KIIFAL)
di Sudan
6 Comments
ok lanjuktan dakwah mu akhina
BalasHapusAlhamdulillah konten dn diksi yg dipakai bagus, Lama ga melihat di kampus staipi jkt ternyata sudah pindah ke sudan,
BalasHapusAlhamdulillah, penjelasannya sangat mudah dipahami..
BalasHapusSaat membaca artikel ini, seakanakan terbayang wajah antum sedang berbicara di depan ana..
Semoga karya ini menjadi asbab turunnya Rahmat Allah kepada antum dan para pembacanya
Amiiin
Alhamdulillah, penjelasannya sangat mudah dipahami..
BalasHapusSaat membaca artikel ini, seakanakan terbayang wajah antum sedang berbicara di depan ana..
Semoga karya ini menjadi asbab turunnya Rahmat Allah kepada antum dan para pembacanya
Amiiin
Alhamdulillah, penjelasannya sangat mudah dipahami..
BalasHapusSaat membaca artikel ini, seakanakan terbayang wajah antum sedang berbicara di depan ana..
Semoga karya ini menjadi asbab turunnya Rahmat Allah kepada antum dan para pembacanya
Amiiin
Baarokallah fiekum ...
BalasHapusPosting Komentar