![]() |
Sumber: galeri pribadi @lutev_ |
Oleh Faradilla Awwaluna Musyaffa'
Berjalan bulan ketiga semenjak
kebijakan lockdown total yang
diterapkan pihak asrama putri International University Of Africa (IUA) pada
Senin (22/03) kemarin tentu bukan waktu yang sebentar untuk para
mahasiswi menghabiskan waktu #diasramaaja
tanpa ada kesempatan keluar sama sekali. Menjalani hari-hari di asrama tanpa
jadwal perkuliahan, memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan membayangkan apa isi
‘supermarket’ dan mencocokkannya dengan kebutuhan yang harus dibeli serta harga
yang naiknya kadang ga bisa diprediksi, disamping harus mengandalkan jasa penitipan
alias jastip padahal jiwa ‘emak-emaknya’ pengen
banget lihat barang yang dibeli dengan mata kepala sendiri atau nawar ammu-ammu-nya sampe harganya
menyentuh batas minim.
Di samping semua itu, beberapa
momen penting justru terjadi ketika para mahasiswi terdampak kebijakan lockdown total ini. Mulai dari menjalani
bulan suci ramadhan dan menghabiskan ramadhan dengan kegiatan yang terbatas #diasramaaja, malam takbiran yang
diwarnai dengan mati lampu sampai tengah malam, drama air habis sebelum sholat Ied,
sampai merayakan hari raya Idul Fitri yang berbeda dengan sholat di lapangan
samping masjid dan membuat photobooth sederhana
supaya tetep bisa upload sosial media
dengan background unik, karena
rupanya kebijakan lokcdown ini tetap
berlaku walaupun di hari raya Idul Fitri. Sampai sekarang para mahasiswi yang
tinggal di asrama IUA belum tahu kapan mereka akan mengakhiri episode #diasramaaja untuk menghindari wabah
Corona ini.
Maka menjadi sesuatu yang lumrah jika
kemarin (13/06) untuk pertama kalinya selama hampir tiga bulan kebijakan lockdown berlaku di asrama putri IUA,
sekelompok mahasiswi melakukan demonstrasi untuk menuntut pihak terkait
mengakhiri masa lockdown yang membuat
mereka depresi, sebagaimana yang tertulis di salah satu poster yang mereka
bawa: “... Instead of dying of corona. We
will die of depression.”. Aksi yang disayangkan oleh salah satu pengurus
asrama, Ustadzah Munjidah, sebab aksi menuntut ini dinilai tidak tertib bahkan
merusak fasilitas milik kampus padahal ada alternatif lain yang bisa ditempuh
untuk menyampaikan aspirasi dengan jalan baik.
Namun kabar baiknya, dengan adanya
demonstrasi ini kita dapat mengetahui apa sebenarnya uneg-uneg para mahasiswi asrama yang terdampak lockdown total selama hampir tiga bulan. Bahkan membuat mereka memutuskan
mengadakan demo yang dimulai pukul 6 pagi dan membuat asrama ramai dengan suara
dua botol plastik yang dipukul serta teriakan “I want leave ...” yang bersahut-sahutan. Dekan Urusan
Kemahasiswaan, Dr. Muhammad Usman, yang turun langsung ke lapangan memberikan
kesempatan para demonstran untuk menyampaikan aspirasi mereka yang berlangsung
selama lebih dari satu setengah jam.
Di antara aspirasi-aspirasi yang disampaikan
para demonstran adalah; para mahasiswi merasa bosan menjalani lockdown di asrama padahal di luar sana
orang-orang bisa lebih leluasa beraktivitas, sulitnya mereka mendapatkan
perizinan bahkan untuk membeli obat di apotek atau menukar uang, terhambatnya
mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya, air cooler yang kadang mati di malam hari, beberapa fasilitas asrama
yang rusak tapi tidak pernah ditindak lanjuti, pembelajaran kampus yang
terhenti, hingga curahan hati para
mahasiswi yang lelah harus menggantikan tugas ‘kholah-kholah’ yang biasanya membersihkan asrama dan terpaksa harus
‘diliburkan sementara’ karena kebijakan lockdown
asrama.
Tentunya aspirasi-aspirasi itu
ditampung dan dicarikan solusi terbaik. Walaupun tidak menghasilkan keputusan
final menghilangkan kebijakan lockdown total
di asrama putri IUA, Dr. Muhammad Usman dengan sabar dan bijak menjelaskan dan
memberi solusi paling rasional untuk setiap aspirasi yang disampaikan. Mulai
dari menjelaskan bahwa tujuan lockdown total
di asrama putri bukan hanya sebatas karena Corona namun menghindari maraknya
tindak kriminalitas yang sekarang semakin sering terjadi diluar, menjelaskan
gambaran betapa sulitnya situasi dan kondisi asrama jika ada satu saja penghuni
yang terdampak, mengusulkan adanya pasar di dalam asrama dengan harga yang
diusahakan tidak selisih jauh dengan pasar di luar, mengizinkan mahasiswi
keluar jika memang ada urusan darurat, dan menasehati bahwa sebagai penuntut
ilmu, tentu tidak sepatutnya menempuh demonstrasi yang serupa ini dalam
menyampaikan aspirasi. Beliau menghimbau para demonstran untuk menyampaikan
aspirasi dengan cara baik hingga bisa diterima oleh pihak kampus baik-baik.
Sebagaimana diungkapkan ketua Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) IUA putri, Tri Mei Lisnawati, beliau mengaku bahwa
sejauh ini sering mendengar keluhan atau ungkapan mahasiswi yang merasa cukup
bosan dengan kebijakan lockdown ini. Di samping itu menurut beliau, kebijakan
lockdown ini berdampak pada
terkendalanya kegiatan dars atau
kegiatan organisasi yang biasanya diikuti oleh mahasiswi.
“Kalau jasa
penitipan kebutuhan pokok bukan masalah mahalnya, sih. Cuma kadang
barang-barang yang dipesan ga sesuai gitu. Nah itu yang bikin mahal, hehe. Tapi
alhamdulillah temen-temen yang ada diluar udah mau bantu. ‘Ala kulli haal itu semua udah jadi resiko. Harus banyak-banyak
bersyukur, alhamdulillah Allah udah cukupi kebutuhan kita semua. Dan kita (anak
asrama putri IUA) udah banyak muhsinin yang bantu. Jadi yuk lah yaa
bareng-bareng kita syukuri bersama, nikmati bersama, dan jangan lupa berdo’a
biar pandemi ini segera berlalu.” Ungkap Kak Mei, sapaan akrab Tri Mei
Lisnawati, ketika menjawab pertanyaan wawancara di tengah agenda beliau yang
cukup padat.
Hal yang hampir
sama juga diungkapkan oleh ketua Persatuan Pelajar Putri Indonesia (PPPI)
Sudan, Laili Maya Ramadani, beliau mengungkapkan bahwa wajar mahasiswi
merasakan gabut dan boring selama lockdown ini, juga terhambatnya memenuhi kebutuhan mereka
sehari-hari. Namun dengan adanya keadaan ini, menurut beliau, kita diajarkan untuk lebih
sabar dan bersyukur menerima segala sesuatu yang sudah menjadi ketetapan Allah.
Beliau juga menghimbau bagi seluruh mahasiswi yang tinggal di asrama putri IUA
untuk tetap menjaga kesehatan, mengikuti protokol pencegahan Corona, menjaga
kebersihan seperti mencuci tangan dan mencegah penularan penyakit, melakukan
olahraga maupun berjemur setiap hari, dan jangan panik atau cemas yang dapat
memicu stress karena hal tersebut akan berdampak pada kesehatan diri.
“Sebagai ajnabi yang tinggal di negeri orang,
sudah sepatutnya kita mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh negara tempat
kita tinggal, serta himbauan yang dianjurkan oleh pemerintah demi kebaikan kita
bersama. Kita harus menaati kebijakan kampus yang menerapkan sistem lockdown total, karena tidak ada
peraturan yang dibuat untuk keburukan.” kata Kak Maya ketika ditanya bagaimana
seharusnya kita menyikapi kebijakan lockdown
di asrama.
“Harapan
kedepannya, semoga pandemi ini cepat berlalu dan kita bisa menjalani kehidupan
normal seperti semula. Dengan adanya pandemi
ini, tentu ada pola hidup kita yang berubah, maka jangan kaget jika itu
bisa menjadi kebiasaan baru kita kedepannya. Kebijakan lockdown ini juga secara tidak langsung mengajarkan kita untuk
berempati dan membantu saudara kita yang lain.” lanjut beliau.
Tidak hanya bagi
satu-dua orang mahasiswi yang terdampak lockdown
total di asrama, tentu kebijakan yang membuat para mahasiswi #diasramaaja hampir tiga bulan ini
menjadi tantangan sendiri bagi mahasiswi di sini secara keseluruhan. Di luar
semua kesulitan yang dirasakan, tentu bukan menjadi pilihan yang tepat bagi
para mahasiswi asrama untuk menyikapi kebijakan ini dengan keluhan tanpa henti
apalagi demonstrasi yang ujung-ujungnya merusak fasilitas publik. Barangkali
membandingkan hidup kita dengan hidup manusia di belahan bumi lain yang lebih
miris, lebih sulit, dan lebih menderita bisa membuat kita lebih bersyukur bahwa
sesulit-sulitnya lockdown ini,
rupanya ada orang-orang yang lebih sulit dari apa yang kita rasakan saat ini.
![]() |
Suasana Lomba Ramadan Muslimat NU Sudan. Sumber: galeri pribadi @lutev_ |
Selain itu,
membuat kegiatan sederhana yang produktif seperti olahraga pagi, kelas
kerajinan, halaqoh bersama teman,
kajian agama, membaca buku, menulis, sampai bersepeda keliling komplek asrama
bisa dijadikan alternatif kegiatan untuk mengusir jenuh daripada hanya berdiam
di kamar dan mantengin layar handphone
selama 24 jam dalam 7 hari nonstop hingga sebulan. Toh sebelum kita, RA.
Kartini dipingit enam tahun lamanya, Buya Hamka mendekam di penjara selama dua
tahun lebih empat bulan, atau bahkan Rasulullah dan ummat Islam di fase-fase
awal diblokade Quraisy selama tiga tahun berturut-turut. Sulit bertahan hidup
ditengah kebijakan lockdown ini? Yuk
barengi setiap upaya bersyukur kita dengan meminta kekuatan pada Sang Pencipta. Ada banyak diluar
sana orang yang lebih menderita. Ada sebelum kita kisah-kisah yang
menunjukkan penderitaan yang lebih besar. Dan menghabiskan hidup dengan keluhan
bukan pilihan yang tepat.
The last, tetep jaga iman dan imun selama wabah corona. Jaga
kesehatan sesuai protokol yang ada dan ikuti kebijakan yang berlaku di sekitar.
Raga boleh lockdown. Tapi jiwa harus breakdown.
2 Comments
I like it
BalasHapusTerimakasih 🙏
BalasHapusPosting Komentar