Oleh Amir Syarifuddin
Istilah "daghosy" di Sudan adalah untuk mereka yang tak pernah peduli akan kehidupanya. Cirinya adalah mengalir mengikuti arus, tak peduli entah bukan hak milik, menggunakan jurus simsalabim auto apapun yang di depan matanya dari yang ia ingin akan menjadi miliknya.
Sandal misalnya, suatu hal yang remeh, namun kebanyakan para daghosy tak memakainya, sehingga sendalkupun terembat juga oleh kawula daghosy-daghosy muda.
Hingga si daghosy tua pun kala melihat keadaanku merasa iba yang gelisah mencari sepasang sandal tingkat internasional itu, akhirnya memberikan hadiah berupa dua buah sandal yang sama-sama sebelah kiri namun berbeda merek.
Satu hari dua hari hingga sepekan nyaman juga rasanya sandal itu kupakai, di sanalah jurus "Pengalihan Perhatian" muncul sejak awal berjumpa sandal daghosy internasional. Setiap kali ada orang yang berjalan di belakang pasti ia takkan melihatku didepannya melainkan mendongak ke langit seolah sedang absensi jumlah bintang yang hadir malam itu.
Ia tak paham, ketika menanyakan apa yang terlihat di langit olehku hanyalah "Pengalihan Perhatian" agar tak menengok kebawah pada sendal internasionalku. begitulah kegiatan setiap berjalan, sebelum akhirnya kebersamaan kami hanya sepekan.
Bahkan pernah ketika munadzomah (sosialisasi) oleh syaikh dari Iraq, karena yang terlihat wajah dengan agak cerah dan berambut agak lurus di antara manusia-manusia hitam hanyalah saya. Maka ketika disapa olehnya mataku tak lepas dari memandang matanya agar mereka tak salah perhatian ke sandal internasional, keren bukan?
Bukan hanya soal
pengalihan perhatian.
Perihal hidup
sejatinya adalah hal yang butuh pemikiran matang demi kenikmatannya. Tak ubahnya masam rasa buah ketika
matang belum juga tiba masa, namun terpetik lebih dahulu karena rasa lapar ternyata
juga sebuah hal cinta yang membutakan mata.
Istilah "daghosy" di Sudan adalah untuk mereka yang tak pernah peduli akan kehidupanya. Cirinya adalah mengalir mengikuti arus, tak peduli entah bukan hak milik, menggunakan jurus simsalabim auto apapun yang di depan matanya dari yang ia ingin akan menjadi miliknya.
Sandal misalnya, suatu hal yang remeh, namun kebanyakan para daghosy tak memakainya, sehingga sendalkupun terembat juga oleh kawula daghosy-daghosy muda.
Hingga si daghosy tua pun kala melihat keadaanku merasa iba yang gelisah mencari sepasang sandal tingkat internasional itu, akhirnya memberikan hadiah berupa dua buah sandal yang sama-sama sebelah kiri namun berbeda merek.
Satu hari dua hari hingga sepekan nyaman juga rasanya sandal itu kupakai, di sanalah jurus "Pengalihan Perhatian" muncul sejak awal berjumpa sandal daghosy internasional. Setiap kali ada orang yang berjalan di belakang pasti ia takkan melihatku didepannya melainkan mendongak ke langit seolah sedang absensi jumlah bintang yang hadir malam itu.
Ia tak paham, ketika menanyakan apa yang terlihat di langit olehku hanyalah "Pengalihan Perhatian" agar tak menengok kebawah pada sendal internasionalku. begitulah kegiatan setiap berjalan, sebelum akhirnya kebersamaan kami hanya sepekan.
Bahkan pernah ketika munadzomah (sosialisasi) oleh syaikh dari Iraq, karena yang terlihat wajah dengan agak cerah dan berambut agak lurus di antara manusia-manusia hitam hanyalah saya. Maka ketika disapa olehnya mataku tak lepas dari memandang matanya agar mereka tak salah perhatian ke sandal internasional, keren bukan?
Persis dengan
tema, seorang karib yang ngebut nampaknya dalam kesungguhanya bertaaruf dengan
seorang akhwat salihah pilihan beliau, meminta pendapat kepadaku seolah sudah
pengalaman menikah di tengah kejombloan keren ini. Alasanya meminta pendapat karena sering sharing
ilmu dengannya, nampaklah
wajah-wajah wibawa dewasa padahal akulah yang termuda diantara peserta kholwah
sudani ini.
"Simpel, hanya sebuah prioritas dan ketentuan Sang Rabbi."
"Simpel, hanya sebuah prioritas dan ketentuan Sang Rabbi."
jawabku singkat
sambil senyum-senyum khas "Joker" alias nama jabatan seorang jomblo
keren.
Kuterangkan..
"Ana pribadi, sejatinya memiliki dengan sangat keinginan yang sama, namun hanyalah prioritas kematangan, bukan hanya sekedar "Pengalihan Perhatian" kepada netizen dan nafsu seorang diri.
Selalu teringat juga di sisi lain ketika menginginkan segera bertemu dia si salihah yang lembut hati, adalah tujuan utama dahulu kala ketika awal keberangkatan. Adalah resmi dan murni untuk menuntut ilmu syar'i. Bukan lain-lainya. Dalam arti, keinginan yang lain belum secara resmi masuk dalam planning rencana realisasi keinginan hati.
Meski, mungkin bisa saja sekali dayung dua atau tiga laut terlewati. Karena perahu tak berlayar di atas pulau..
Meski sejatinya diri belum sanggup memegang dayung kendali kemudi. Lantas ketika diri yakin dan benar-benar mampu. Kembalikan lagi kepada pengatur takdir hidup ini. Agar keberkahan akan ridho-Nya menyertai langkahmu bersama ia sang salihah hati berlayar bersama di masa muda hingga menua nanti. Juga jangan lupa, untuk sehidup sesurga nanti. Karena hubungan ini adalah demi meraih Cinta sejati kepada Sang Ilahi.
Pengorbanan pun sejatinya sangat mungkin. Disisi kita sebagai tholib ilmi atau mahasiswa internasional tingkat luar negeri, ketika kita menjalin erat dalam keseriusan dengan ia si salihah hati. Mesti akan ada salah-satu keterpihakan kita.
Dalam artian, kita akan terkontaminasi dalam belajar ketika sibuk dengan urusan bahtera keluarga yang telah resmi. Entah keluarga yang akan kau korbankan demi kelancaran studi, ataukah belajarmu yang akan terkontaminasi dengan terus terpikirkan nafkah anak istrimu kedepannya nanti. Sejatinya sekali lagi, bukan hanya sekedar jurus "Pengalihan Perhatian"
hanya saja mengutarakan prinsip yang sudah otomatis tertanam dalam niat tujuan awal kita di lalu hari.
Begitulah salah seorang salaf bernama Bisyr bin Harits Al-Haafi.
Namanya masyhur disebut Al-Haafi lantaran pernah ia tak memakai sandal, bukan karena daghosy sandal internasional tentunya.
Ia dengan kebijakannya menasehatkan,
Kuterangkan..
"Ana pribadi, sejatinya memiliki dengan sangat keinginan yang sama, namun hanyalah prioritas kematangan, bukan hanya sekedar "Pengalihan Perhatian" kepada netizen dan nafsu seorang diri.
Selalu teringat juga di sisi lain ketika menginginkan segera bertemu dia si salihah yang lembut hati, adalah tujuan utama dahulu kala ketika awal keberangkatan. Adalah resmi dan murni untuk menuntut ilmu syar'i. Bukan lain-lainya. Dalam arti, keinginan yang lain belum secara resmi masuk dalam planning rencana realisasi keinginan hati.
Meski, mungkin bisa saja sekali dayung dua atau tiga laut terlewati. Karena perahu tak berlayar di atas pulau..
Meski sejatinya diri belum sanggup memegang dayung kendali kemudi. Lantas ketika diri yakin dan benar-benar mampu. Kembalikan lagi kepada pengatur takdir hidup ini. Agar keberkahan akan ridho-Nya menyertai langkahmu bersama ia sang salihah hati berlayar bersama di masa muda hingga menua nanti. Juga jangan lupa, untuk sehidup sesurga nanti. Karena hubungan ini adalah demi meraih Cinta sejati kepada Sang Ilahi.
Pengorbanan pun sejatinya sangat mungkin. Disisi kita sebagai tholib ilmi atau mahasiswa internasional tingkat luar negeri, ketika kita menjalin erat dalam keseriusan dengan ia si salihah hati. Mesti akan ada salah-satu keterpihakan kita.
Dalam artian, kita akan terkontaminasi dalam belajar ketika sibuk dengan urusan bahtera keluarga yang telah resmi. Entah keluarga yang akan kau korbankan demi kelancaran studi, ataukah belajarmu yang akan terkontaminasi dengan terus terpikirkan nafkah anak istrimu kedepannya nanti. Sejatinya sekali lagi, bukan hanya sekedar jurus "Pengalihan Perhatian"
hanya saja mengutarakan prinsip yang sudah otomatis tertanam dalam niat tujuan awal kita di lalu hari.
Begitulah salah seorang salaf bernama Bisyr bin Harits Al-Haafi.
Namanya masyhur disebut Al-Haafi lantaran pernah ia tak memakai sandal, bukan karena daghosy sandal internasional tentunya.
Ia dengan kebijakannya menasehatkan,
العلم مذبوح بين
افخاذ النساءِ
"Sejatinya
ilmu itu nantinya akan tersembelih (putus) diantara paha wanita."
Dalam arti
itulah, bercabangnya pikiran
letak fokus akan terurai dengan dikorbankannya waktu untuk belajar dengan
prioritas lainnya (keluarga).
Maka dari itu
pesan saya, renungkan secara matang-matang juga demi menjaga kehormatan dirimu
dan ia si salihah hati.
Menikah, adalah
suatu ibadah akhi..
Ibadah ini
mestinya menguatkan ibadah yang lainya. Tholibul ilmi atau menuntut ilmu
adalah ibadah yang dikuatkan dengan ibadah lainnya.
Makan pun termasuk ibadah,
kala kita berniat agar nantinya menguatkan kita untuk kuat bertilawah sepanjang
hari, shalat tak telat waktu, kuat dalam konsentrasi menuntut ilmu. Bukankah
begitu?" Begitu pun lain-lainnya. Istirahat yang cukup guna menjaga fitnya tubuh setiap saat dan
sebagainya.
Andaikata makanmu
mengganggumu dalam beribadah, lantaran mengantuk, Malas gerak, dan sebagainya. Lihatlah lagi, mungkin ada yang salah dalam langkah pilihmu tadi. Mungkin
saja makanmu terlalu banyak dan tidak teratur sehingga memberatkan matamu
sehingga mengantuk dan malas menjalankan target akademi. Mungkin saja setan
masuk ke perutmu melalui makananmu lantaran kau terlalu nafsu dan tak sempat
membaca doa, jangankan doa, sekedar basmalah pun kau tak sempat.
Sama perihalnya
keinginanmu dalam ibadah menikah. Jikalau mengganggumu dalam menjalankan ibadah
lainya, maka lihatlah lagi tata caramu berawal. Bukan salahnya menikah,
namun kemungkinan sangat adalah hati dan
jati diri salah dalam menempatkan ibadah ini.
Sekali lagi,
Bukan hanya sekedar jurus "Pengalihan Perhatian" demi melindungi diri
dari perkara nafsu diri. Namun ibadah yang denganya Allah akan meridhoi
langkah-langkah ibadah kita lainnya nanti.
Insya Allah..
0 Comments
Posting Komentar