Oleh Iffah Zehra*
Papa yang dirindukan. Menitipkan
ruang dalam relung jiwa. Bertahta di pojok hati. Membangkitkan rindu seorang
anak kecil. Cinta dan kasih sayang menjadi saksi tiada batas. Sebuah takdir
yang harus dijalani. Meninggalkan kesedihan dan kerinduan di satu sisi. Ia
menjaga diri dan anaknya, pun tak lupa mendoakan.
“Mama,”
panggil Faris.
“Ma, besok Faris
ambil rapor.”
“Oh
ya?”
“Iya,
Ma. Sepertinya Faris juara satu di kelas.
Tapi …”
“Ada apa Faris?”
“Semua teman Faris yang ambil rapor
ditemani papa dan mamanya.”
Aku
menarik napas panjang. Lalu memegang kedua bahu Faris, sambil tertunduk
meneteskan air mata. Dan kedua mata Faris langsung layu melihatku dan mulai
berkata:
“Mama, maafkan Faris.”
Faris
memelukku. Putraku yang sekarang duduk di bangku kelas 4 SD merasa bersalah. Jadi, aku
membawanya ke taman dekat rumah. Di sana ada kami duduk di bangku coklat
berkarat dan kembali merenung.
Sungguh, aku menyadari kerinduan
Faris. Sembilan tahun Faris hampir tak pernah melihat papa kandungnya. Ya, Mas Farhan.
Aku mencoba mengikhlaskan kepergian Mas Farhan. Kuakui, dulu pernikahan kami
tak direstui oleh kedua orangtua. Keluargaku menganggap Mas Farhan tidak punya
pekerjaan tetap sehingga tidak akan mampu menghidupi aku dan anakku kelak.
Aku memangku Faris. Aku mendekap
putra semata wayangku itu. Sambil menyamarkan kesedihanku, aku menyadarkan
Faris dari kerinduan yang tak perlu ia tangisi.
“Kalau Mama aja yang mengambil
rapor kamu sebenarnya nggak apa-apa kan sayang?”
Faris masih sesunggukan.
“Iya, Ma.”
“Faris sayang, dengarkan ya. Mama
kan sekaligus Papa buat Faris, yang telah membesarkan Faris selama ini. Di luar
sana, banyak yang seperti Mama kok. Bekerja siang malam untuk anak-anaknya
dengan harapan anak-anaknya dapat menjadi manusia bermanfaat bagi banyak
orang.”
Kelihatannya
Faris mengerti maksud ucapanku. Aku membalas senyum Faris padaku. Di sekolah,
Faris memang murid berprestasi, ia selalu ranking satu di kelas berturut-turut
sejak kelas 1 SD.
♥
Sejak
kepergian suamiku akibat kecelakaan pesawat, perutku saat itu sudah kelihatan
besar. Semenjak itu, aku pun banting tulang hidup sendirian.
Mas
Farhan, suamiku yang telah wafat sebenarnya dulu merantau ke Malaysia mencari
pekerjaan. Namun, angin bertiup duka. Aku harus menerima kenyataan bahwa
pesawat yang ditumpangi Mas Farhan terbakar pada ketinggian 2500 kaki.
Tinggal
kenangan, sebuah janji yang dulu diutarakan Mas Farhan bahwa: Ia akan membangun
rumah untuk anak dan istrinya sudah tidak ada lagi. Semua memang tinggal
harapan semu. Di balik luka batin itu, aku menutupnya rapat-rapat. Dan Faris
adalah satu-satunya harapanku saat ini.
PENGUMUMAN
JUARA KELAS 4 SD
Juara
1 Kelas 4B diraih oleh:
Faris Al Fatih
Putra
dari Bu Shafiyah
“WAHHH!! Alhamdulillah!”
Faris yang berdiri di barisan
depan langsung melangkah maju ke atas podium. Mendapatkan piala dan juga
sertifikat. Ia melambaikan tangannya padaku. Aku begitu bahagia dan bangga pada
Faris.
“Mama…”
“Hai, sayang. Selamat ya! Mama bangga sekali
padamu.”
“Terima
Kasih, Ma.”
“Ayo,
sekarang kita ambil rapor kamu ya.”
“Oke,
Ma.”
Setelah ambil rapor, aku pun
mengajak Faris ke mal membelikannya sepatu sebagai hadiah. Tidak lama, kami sudah tiba di rumah. Sudah jam
delapan malam. Aku lihat Faris kelelahan. Jadi, ia langsung masuk ke kamarnya
membawa sepatu baru.
Malam semakin larut, aku pun ke
kamar Faris. Kulihat Faris sudah
terlelap dan aku memandang bohlam yang menyala. Lalu mengelus-ngelus kepala
Faris. Mataku berusaha tertutup rapat. Namun pikiranku melayang kembali
mengingat Mas Farhan.
“Selama
nanti di Malaysia, jagalah dirimu baik-baik dan juga anak kita, sayang. Aku
harap kita bisa membentuk keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Aku berjanji
setelah pulang nanti, aku akan membangun rumah untukmu dan Faris,” pesan Mas
Farhan sebelum pergi.
“Mengapa kamu pergi secepat itu
Mas? Sungguh aku merindukanmu dan masih mencintaimu. Aku bahkan tak mau mencari
pengganti selainmu. Biarlah aku yang berjuang untuk menghidupi Faris,” batinku.
Tentang Perjalanan. Aku bersabar.
Papa yang dirindukan anakku. Sosok laki-laki
pendekap imanku. Setiap sujud kami berdoa untukmu, Mas. Hanya dengan itu, Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang menghilangkan kesedihan hambanya.
Tentang
Papa…
Yang selalu dirindukan.
Hari ini aku juara satu.
dan Mama membelikan sepatu baru.
Tentang Papa…
Yang menunggu kami di surga.
Ada cinta kami yang abadi.
Selalu ada sampai mati.
Aku mencium dahi Faris. Buku
hariannya aku tutup, lalu mengembalikannya ke tempat semula yaitu di bawah
bantal tidurnya. Apa yang ditulis oleh Faris sungguh menyentuhku. Mas Farhan
yang aku rindukan, jadikan aku bidadari surga-Mu.
♥
Duhai muslimah sejati, ada pesan
untukmu:
Akhirnya, selamat
berjuang!
*Sekretaris Pelaksana Millennial Connect PPI
Dunia 2020
0 Comments
Posting Komentar