Oleh Abdullah Azzam
Perang Uhud menyimpan kenangan juga pelajaran
mahal bagi umat Islam dari zaman ke zaman. Berawal dari pengkhianatan yang dipelopori
oleh Abdulloh bin Ubay bin Salul dengan menarik mundur sebanyak tiga ratus
pasukan yang termakan provokasinya. Pasukan yang awalnya berjumlah seribu
berkurang menjadi tujuh ratus orang, sedang dari pihak Quraisy terdapat sekitar
tiga ribu prajurit, empat kali lipatnya. Terhitung tiga ratus penunggang kuda disiapkan
di bawah komando Khalid bin Al-Walid yang ketika itu masih musyrik. Sedang dari
kaum muslimin hanya seratus pasukan berkuda.
Pada tahun 3 Hijriyah di daerah perbukitan
yang disebut Uhud, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mulai meramu
strategi perang. Salah satunya dengan menempatkan sebanyak 50 pemanah di atas
bukit sebagai poros pertahanan kaum muslimin. Beliau shallallahu alaihi
wasallam juga mewanti-wanti agar mereka tetap pada tempatnya (tidak turun)
baik menang ataupun kalah, sampai perang usai. Salah satu pesan beliau:
إنا لا نزال غالبين ما ثبتم مكانكم
“Kita akan tetap unggul (menang) selama kalian
bertahan di tempat kalian.”
Perang pun berkecamuk. Terdapat lawazim
juga adab-adab perang dalam Islam yang perlu diketahui. Salah satunya kaum
muslimin tidak boleh menyerang terlebih dahulu. Maka berbondong-bondong musyrikin
Makkah ketika
itu dengan warisan dendam atas keluarga dan para petingginya yang terbunuh
ketika Perang
Badar
menyerang kaum muslimin, secara kuantitas memang mereka lebih unggul. Namun tidak
berlangsung lama, mereka dipaksa mundur sekaligus terkejut dengan keberadaan
pasukan pemanah yang diletakkan sedemikian rupa di atas bukit. Hujan anak panah
berjatuhan. Banyak dari kaum musyrikin lari tunggang langgang. Tidak mau
membuang waktu kaum muslimin yang berada di bagian bawah segera menyambut
mereka dengan pedang dan tombak memukul mundur lawan.
Pasukan pemanah merasa di atas daun dan merasa
musuh sudah benar-benar kalah. Sehingga semua dari mereka mengindahkan pesan Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam untuk tidak turun dari bukit apa pun yang terjadi. Ghanimah
yang tepat berada di bawah bukit agaknya sudah membuat hati mereka buta. Sampai
akhirnya hanya tersisa pemimpin mereka Abdulloh bin Jubair di atas bukit.
Menyadari hal tersebut pasukan berkuda yang dikomando oleh Khalid bin Walid
yang ketika itu masih kafir segera bergerak dengan taktik mengitari bukit dari
arah belakang sehingga tidak ada kesempatan bagi para pemanah ketika
menyadarinya untuk kembali naik ke atas bukit. Mereka berencana menyerang kaum
muslimin langsung dijantung pertahanan.
Sudah bisa ditebak hasilnya. Pasukan berkuda
sebanyak tiga ratus (setengah dari jumlah pasukan Nabi shallallahu alaihi
wasallam) berhasil memorak-porandakan barisan kaum muslimin. Sampai
tersebar kabar dusta bahwa Rasulullah mati terbunuh. Kabar ini agaknya semakin
melemahkan semangat juang para mujahid. Setelah tekanan fisik berupa sabetan
pedang dan hujan anak panah kali ini hati mereka juga di iris sembilu.
Nabi shallallahu alaihi wasallam dengan
beberapa sahabat senior yang berada di sekeliling beliau terpaksa mundur
berlindung. Dalam perang kali ini Rasulullah mengalami cukup banyak luka. Beliau
sempat terkena lemparan batu yang membuatnya sementara pingsan. Dan membuat topi
perang beliau pecah mengalirkan darah segar. Juga membuat beberapa besinya menembus
pipi beliau. Selain darah merah juga tampak
bekas lebam pukulan di wajah manusia paling mulia itu shallallahu alaihi
wasallam. Sahabat pun tidak tinggal diam. Ada di antara mereka yang
merelakan punggungnya menjadi bantalan panah seperti Abu Dujanah. Ada juga Sa’ad
bin Abi Waqqash yang berhasil melepaskan sekitar 1000 anak panah. Sedang dari
golongan mujahidah ada Ummu Ammarah Nusaibah Al-Anshoriyah yang meninggalkan
tugasnya memberi minum dan merawat para mujahid yang terluka, memilih
mengangkat senjata sampai akhirnya terluka. Menyisakan luka dalam pada bagian
leher. Bersamanya juga ada suaminya dan anak-anaknya. Sampai Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam mengatakan:
بارك الله عليكم أهل بيت
“Semoga Allah memberkahi kalian ahlu bait.”
Ia (Nusaibah) lalu menjawab:
ادع الله أن نرافقك في الجنة
“(Wahai Rasulullah) pintakan pada Allah agar
kami diizinkan menemanimu di surga.”
“Semoga Allah menjadikan kalian rufaqoi
(teman-temanku) di surga.” Jawab Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Mendengar jawaban itu Nusaibah berkata sembari menahan sakit karena luka parah pada
bagian leher:
ما أبالي ما أصابني من أمر الدنيا
“Aku sama sekali tidak peduli tentang apa-apa
yang menimpaku dari perkara dunia.”
Terhitung ada 70 sahabat yang meninggal pada
peristiwa Perang Uhud termasuk sahabat senior Mushab bin Umair dan Hamzah bin
Abdul Mutthalib.
Kisah Ummu Ammarah Nusaibah bin Ka’ab menyegarkan
kembali ingatan kita tentang perjuangan Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meutia juga
pejuang-pejuang perempuan lain dari Nusantara yang tak hanya pandai bersolek
dan berdandan namun juga berani berjihad mengangkat senjata dan berhasil mendidik
keluarganya menjadi pion-pion pejuang Islam yang rela mengobarkan apa pun demi
tegaknya agama Allah sekalipun harus dengan nyawa.
Keteladanan langka bahwa tidak ada cita-cita lebih
tinggi selain menjadi pendamping Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
di surga-Nya. Semoga kita kelak kita dikumpulkan bersama beliau di surga-Nya. Kita
semua berharap kelak sosok perempuan seperti Nusaibah binti Ka’ab lahir kembali
di tengah kita yang dari rahimnyalah kejayaan Islam akan bangkit. In syaa
Allah.
وَلَا تَهِنُوا۟ وَلَا تَحۡزَنُوا۟ وَأَنتُمُ
ٱلۡأَعۡلَوۡنَ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِینَ • إِن یَمۡسَسۡكُمۡ قَرۡحࣱ فَقَدۡ مَسَّ ٱلۡقَوۡمَ
قَرۡحࣱ مِّثۡلُهُۥۚ وَتِلۡكَ ٱلۡأَیَّامُ نُدَاوِلُهَا بَیۡنَ ٱلنَّاسِ وَلِیَعۡلَمَ
ٱللَّهُ ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَیَتَّخِذَ مِنكُمۡ شُهَدَاۤءَۗ وَٱللَّهُ لَا یُحِبُّ
ٱلظَّـٰلِمِینَ • وَلِیُمَحِّصَ ٱللَّهُ ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَیَمۡحَقَ ٱلۡكَـٰفِرِینَ
• أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تَدۡخُلُوا۟ ٱلۡجَنَّةَ وَلَمَّا یَعۡلَمِ ٱللَّهُ ٱلَّذِینَ
جَـٰهَدُوا۟ مِنكُمۡ وَیَعۡلَمَ ٱلصَّـٰبِرِینَ
“Dan janganlah
kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang beriman. Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat
luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa
(kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka
mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan
orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai)
syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zhalim, dan agar Allah
membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan
orang-orang kafir. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal
belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum
nyata orang-orang yang sabar.”
[Surat Ali
'Imran 139-142]
Referensi: Sirah Nabawiyah Durus wa ‘Ibar,
Dr. Mustafa As-Siba’i.
0 Comments
Posting Komentar