Malam-malam itu belum mati, mereka akan
kembali tanpa rasa takut kepada seorang pun, mereka akan datang meski kau
membencinya, mereka akan menjemputmu di sini, di kota duka.
Katamu kota ini mengerikan, kau selalu
ketakutan, keadaanmu buruk sejak pertama kali sepatu cokelatmu menapaki lidah
kota ini, kota yang bukan kotamu apalagi kotaku, lalu kita menyebutnya kota
duka.
Tapi benarkah kota ini kota duka?
Ketika orang-orangnya bersujud di
pinggir-pinggir jalan hanya beralaskan tanah.
Benarkah kota ini kota duka?
Ketika ulama-ulama sepuh duduk di
sudut-sudut masjid menyampaikan ilmu dengan penuh keikhlasan.
Benarkah kota ini kota duka?
Ketika kota ini mengajarkanmu arti
kehidupan dengan menyatukan rasa syukur dan sabar di hatimu.
Benarkah kota ini kota duka?
Ketika nil biru dan nil putih dipertemukan
di kota ini setelah puluhan kilometer berpisah tanpa saling sapa.
Benarkah
kota ini kita duka?
Ketika kota ini mempertemukan aku dan kau
di salah satu malamnya, dan saat itu rasa kita sama.
Sekali lagi kutanya, benarkah kota ini
kota duka?
Sepertinya kita salah, raut wajahmu juga
meyakinkan bahwa kita salah, maka maukah kau bersaksi malam ini? Bahwa kota ini kota cinta
bukan kota duka.
*Mahasiswa International University of Africa
1 Comments
Cakeppp
BalasHapusPosting Komentar