Oleh: Jundi Imam Syuhada*
Dimulai dari tadabbur kisah keluarga terbaik, yang
diabadikan dari dari banyaknya hadits dan riwayat, keluarga Rosululloh dan ummul
mu’minin Aisyah. Tidak pernah Rosululloh tersibukkan kecuali dengan sibuknya
urusan ibadah jika telah datang 10 hari terakhir Ramadhan, sebagaimana Aisyah
menuangkannya dalam hadis dari riwayat Imam Muslim
عن عائشة في رواية لمسلم عنها قالت: كان
رسول الله صلى الله عليه وسلم يجتهد في العشر الأواخر ما لا يجتهد في غيره كان النبي
صلى الله عليه وسلم يخص العشر الأواخر من رمضان بأعمال لا يعملها في بقية الشهر
“Dari Aisyah rodhiallohuanha berkata; Rosululloh
sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah jika telah masuk 10 hari terakhir,
yang dimana kesungguhannya tidak sebesar itu dibulan selain Ramadhan, baginda
Nabi juga mengkhususkan 10 hari terakhir Ramadhan dengan amalan-amalan kebaikan
yang beliau tidak melakukannya di selain bulan itu.”[1]
Mulai dari membangunkan keluarganya, mengajak untuk lebih
ngegas beribadah. Meminimalisir berhubungan muamalah dengan manusia lainnya,
sibuk dan tenggelam dalam nuansa ibadah. Selaras dengan kalimat 11 bulan 20
hari dan prinsip itikaf.
Maka menjadi pertanyaan apa hubungan 11 bulan 20 hari dengan
prinsip itikaf? Sadarkah kita dengan ribuan bahkan jutaan dosa telah kita
lakukan selama hampir 1 tahun, kebanyakan dosa itu dihasilkan dari interaksi
kita dengan manusia, mulai dari lisan yang jarang dijaga, sampai pada tingkah
laku yang banyak menyakiti manusia. Banyaknya saudara, teman, keluarga, rekan
bisnis, menjadikan kita terseret dalam jutaan dosa.
Maka inilah hikmah mengapa Allah juga Rosul-Nya
mengkhususkan pada 10 hari terakhir, agar kita mempersempit interaksi dengan
manusia dan mulai memperbanyak interaksi dengan Allah. Sudah cukupkan dulu
untuk urusan dunia dan muamalah pada manusia jika tiba 10 hari terakhir ini,
karena tidak semua orang yang masuk bulan Ramadhan bisa sampai pada hari itu.
Sudah seharusnya kita puas dengan interaksi antar sesama selama 11 bulan 20
hari.
Kita semua tahu bahwa prinsip itikaf itu adalah menyendiri, seperti menyendirinya
Rasululloh dahulu ketika menerima wahyu, menyendiri bermunajat dan beribadah
sehingga waktu yang digunakan lebih banyak untuk ibadah, berhubungan dengan
Allah. Meneladani kepribadian Baginda Rasulullah bahwa beliau di 9 tahun
terakhir dalam usia tidak pernah melewatkan itikaf. Ada 2 hadis yang dalam konteksnya mempunyai kesinambungan.
” عن أبي هريرة قال: قال رسولُ الله - صلى
الله عليه وسلم -: من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه”
“Dari Abi Hurairah berkata, Rosululloh shollallohualaihi
wasallam bersabda; Barangsiapa yang berpuasa (di bulan) Ramadhan (dalam
kondisi) keimanan dan mengharapkan (pahala), maka dia akan diampuni dosa-dosa
yang telah lalu.”
” عن أبي هُريرةَ رضيَ الله عَنهُ، أَنَّ
رسولَ الله - صلى الله عليه وسلم - قالَ: من قام رمضان إيماناً واحتسابا غفر له ما
تقدم من ذنبه”
“Dari Abi Hurairah berkata, Rosululloh shollallohualaihi
wasallam bersabda; Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat malam) di
bulan Ramadan dengan iman dan mengharap (pahala), maka dosa-dosanya yang telah
lalu akan diampuni.”
Sebuah keterkaitan kuat antara puasa, tarawih, dan qiyamullail
pada bulan Ramadhan. Berujung pada muara kesimpulan menyedikitkan tidur dan
mengganti dengan banyaknya ibadah. Mulailah mempersiapkan untuk datangnya 10
hari terakhir nanti.
Kalau ini Ramadhan terakhir kita bagaimana?
0 Comments
Posting Komentar