Oleh Suprianto
![]() |
Sumber: akun Instagram @osmanlitarihi_arsivleri |
Zaid bin Tsabit
sebagai Pencatat Wahyu
Zaid bin
Tsabit dikenal sebagai pencatat wahyu di masa Rasulullah hingga masa Khulafaur
Rasyidin. Bahkan, hingga saat ini, Zaid dikenal sebagai salah seorang sahabat
yang memiliki peran penting dalam pengumpulan dan penulisan naskah Al-Qur’an.
Karena keilmuan dan peranannya dalam penulisan Al-Qur’an, Zaid bin Tsabit
diberi gelar Jami' Al-Qur'an al-Karim, yaitu orang yang menghimpun
Al-Qur'an.
Nama lengkap
sahabat yang satu ini adalah Zaid bin Tsabit bin Dhahhak Al-Anshari
Al-Khazraji. Selain mencatat wahyu, sahabat keturunan Bani Khazraj ini juga
dipercaya Rasulullah SAW. sebagai sekretaris yang menuliskan surat-surat
beliau. Semenjak Rasulullah hijrah dan menetap di Madinah, Tsabit tinggal
bersama beliau.
Saat Zaid
diminta Abu Bakar untuk menghimpun dan menuliskan kitab suci, dia merasa beban
itu teramat berat. Ia mengatakan, ''Demi Allah, seandainya mereka menugaskanku
untuk memindahkan Gunung Uhud dari posisinya, tugas itu masih lebih ringan
bagiku dibandingkan tugas yang mereka pikulkan ke pundakku untuk mengumpulkan
Al-Qur'an.''
Namun,
dengan rahmat Allah, Zaid berhasil merealisasikan misi suci tersebut dan mampu
menjalankan tugasnya dengan baik hingga kita pun saat ini dapat menikmati
bacaan Al-Qur'an lengkap 30 juz.
Zaid bin
Tsabit adalah seorang sahabat sejati yang menjadi pemuka ulama di Madinah dalam
bidang fikih, fatwa, dan faraid waris. Bahkan, Khalifah Umar pernah
menugaskan Zaid untuk menjadi penggantinya bila ia sedang melakukan kunjungan
ke luar Madinah.
Di masa
remajanya, Zaid sudah dilihat Rasulullah sebagai anak muda multi talenta.
Kemampuan bicaranya, daya ingatnya, dan kekuatan hafalannya membuatnya jadi
sekretaris Rasulullah di usia belasan tahun. Sahabat senior juga mengakui
kecerdasannya.
Di antara
hal-hal yang membuat Zaid cemerlang adalah kejeniusannya dalam mempelajari
bahasa kaum lain dalam waktu yang singkat. Rasulullah mulai mengetahuinya sejak
suatu kali Zaid diajak bertemu beliau dan men-tasmi' beberapa surat Al-Qur'an.
Rasulullah nampak senang dan takjub, kemudian memerintahkan Zaid untuk
mempelajari bahasa Yahudi.
Dengan
menakjubkan, hanya 15 hari saja Zaid sudah mampu memahami bahasa kitab Yahudi.
Sejak itulah ia selalu jadi sekretaris Rasulullah dalam urusan diplomasi dengan
orang-orang Yahudi di Madinah. Sejak itu pula, banyak wahyu yang turun dan
Rasulullah memanggil Zaid untuk menuliskannya.
Di hari-hari
kekhalifahan Umar bin Khattab, Zaid seringkali diangkat jadi pemimpin Madinah
jika Umar sedang berhaji ke Makkah. Beliau pula dideklarasikan menjadi satu dari
6 ahli fatwa dari kalangan sahabat. Beliau yang paling muda di antara mereka.
Selain
kecerdasannya di ilmu Al-Qur'an dan bahasa, Zaid juga menjadi ahlinya ilmu
waris. Muhammad bin Sirin berkata, "Zaid bin Tsabit mengalahkan umat
manusia dalam dua hal besar: Al-Qur'an dan ilmu waris."
Namun yang
paling fenomenal dari prestasi Zaid bin Tsabit adalah momentum ketika beliau
diangkat oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai ketua panitia pengumpulan Al-Qur'an.
Semua sahabat setuju ketika nama Zaid disebut, kemudian mereka berkata,
"Wahai Zaid, engkau adalah anak muda yang cerdas dan kami tak meragukanmu.
Engkaulah penulis wahyu Rasulullah, maka cari dan kumpulkanlah semua tentang
Al-Qur'an."
Zaid dan Istrinya
Pura-Pura Berbuka Puasa
Suatu
ketika, pada saat bulan Ramadhan datanglah seorang musafir ke rumah Zaid bin
Tsabit. Tamu tersebut sama sekali tidak memiliki persediaan bekal untuk
berbuka puasa. Pada saat itu, kondisi ekonomi Zaid bin Tsabit pun sedang tidak
baik, namun ia mengingat pesan Rasulullah SAW tentang kesunnahan memuliakan tamu.
Ia pun
bertanya kepada istrinya, “Apakah kita memiliki makanan untuk petang ini?” Sang
istri menjawab, “Demi Allah wahai suamiku, kita hanya memiliki makanan sedikit.”
Sang istri pun kebingungan. Kemudian, Zaid berpikir dan menemukan strategi
untuk menghadapi masalah tersebut. Ia meminta istrinya untuk mematikan lampu
saat waktu berbuka tiba.
Saat waktu
berbuka tiba, dalam kondisi gelap, mereka pun menghidangkan makanan kepada
musafir tadi. Namun, karena makanan tersebut hanya cukup untuk sang musafir,
Zaid bin Tsabit dan istrinya hanya berkecap-kecap seolah-olah mereka juga
sedang berbuka. Padahal, mereka sama sekali tidak memakan apapun.
Esok harinya,
sang musafir pun melanjutkan perjalanan. Sedangkan Zaid bin Tsabit datang ke
majelis Rasulullah SAW seperti biasanya.
Ketika bertemu Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Wahai Tsabit, Allah SWT
menghargai pelayananmu terhadap tamumu semalam.” Mendengar ungkapan rasulullah tersebut, Zaid bin Tsabit pun kaget. Bahagia
sekaligus malu bercampur jadi satu.
Zaid wafat
di era kekhalifahan Muawiyah bin Abi Sufyan. Orang-orang sangat kehilangannya,
apalagi para pecinta ilmu dan penggali hikmah. Ulama sekaliber Ibnu Abbas saja
sampai berkata di hari dimakamkannya Zaid, "hari ini, telah dimakamkan
ilmu yang banyak." dan Saat itu pula abu-hurairah mengungkapkan duka
citanya. Hari ini telah berpulang seorang ulama sekaligus tinta umat hubar
al-Ummah.
Betapa
menariknya cerita Zaid bin Tsabit diatas. Bahkan ketika ia sama sekali tidak
memiliki makanan kecuali hanya sedikitpun, ia dan istrinya rela berpura-pura berbuka
puasa demi menjalankan sunnah Rasulullah SAW yaitu memuliakan tamu. Betapa
mulianya sikap Zaid ia lebih mengedepankan kepentingan orang lain dibanding
kepentingan dirinya sendiri, meskipun ia sadar bahwa dirinya juga sangat memerlukannya.
Hal itu terjadi tidak lain
karena kecintaannya terhadap Allah dan Rasulnya.
9 Comments
Terima kasih atas Tulisannya.
BalasHapusSemoga kita semua bisa mengambil pelajaran dari kisah ini🙂
Ditunggu tulisan selanjutnya kak😁
Alhamdulillah..
BalasHapusTerima kasih kisahnya
Tulisannya sangat bermanfaat
di tunggu kisah inspiratif selanjutnya ����
Wah, kisah yang mengedukasi:)
BalasHapusSemangat untuk karya karya selanjutnyaaaa !
Fby?
HapusHah?
HapusNinosam????
Masya allah, semangat dan sukses selalu 😃
BalasHapusMasya Allah
BalasHapusLuar biasa keteladanan dari seorang Sa'id bin tsabit
BalasHapusMemuliakan tamu adalah perlakuan yang perlu pemahaman. Saat apapun yang kita punya menjadi suguhan tamu, yang terbaik dan yang terbilang. maka disitu letak berkah dalam rumah tuan akan bertambah.
BalasHapusSeringkali orang justru kebalik, memilih dan memisahkan Yang terbaik untuk sendirinya .
Artikel ini sangat menampar, walau telat baru baca sekarang tapi lebih merasa nyesel kalo ga baca artikel ini hehehe. Jazaakumullaahu khairaan sajian nya.
Posting Komentar