Oleh Faradilla
Awwaluna Musyaffa’*
![]() |
Sumber: geotimes.co.id |
Apa kabar sahabat El-Nilein di mana pun berada? Memasuki bulan Ramadhan tentu nggak asing lagi dengan istilah satu ini yang kerap menghiasi hari-hari Ramadhan di Bumi Pertiwi. Saking tenarnya dan hampir menjadi tradisi, istilah ini dipakai sebagai judul andalan acara televisi sampai konten-konten youtubers Tanah Air pas momen bulan Ramadhan hadir. Apa lagi kalau bukan ngabuburit? Yaps, ngabuburit menjadi salah satu kegiatan yang tidak bisa dilepaskan dalam setiap momen Ramadhan di Indonesia dengan variasi kegiatan mengisinya yang berbeda-beda. Ada yang berburu makanan buka, nongkrong di rumah makan hits sekalian ambil selfie, sampai bagiin takjil di perempatan lampu merah untuk para pengendara dan polisi lalu lintas sekeliling.
Btw, diantara serba-serbi kegiatan ngabuburit yang ada di sekitar kita,
pernah nggak sih terbersit pertanyaan: dari mana asal-usul kata ngabuburit?
Kenapa dia bisa begitu populer sampai menjadi bagian yang tidak mampu
dilepaskan dari momen Ramadhan di Indonesia itu sendiri? Nah, daripada hanya
merenungi nasib tahun ini Ramadhan nggak bisa ngabuburit, mending kita cari
tahu seluk-beluk ngabuburit di bawah ini:
Definisi Ngabuburit: Dari Bahasa Sunda hingga Populer ke
Seluruh Indonesia
Kalau kita mencari di Kamus Besar
Bahasa Indonesia alias KBBI tentu tidak akan kita temukan arti kata ngabuburit
atau kata dasar ‘burit’ dengan makna
menunggu waktu berbuka. Namun, akan kita temukan istilah ‘bu-rit’ yang bermakna
(bagian) belakang, buntut, dubur, dan punggung. Nah lho, bagaikan langit dan
bumi, kenapa artinya jadi beda sekali?
Rupanya dibalik eksistensi ngabuburit
yang sudah menyebar hampir ke seluruh pelosok negeri, ngabuburit sendiri berasal dari bahasa Sunda ‘burit’ yang bermakna sore hari
menjelang maghrib. Istilah tersebut merupakan penanda waktu dalam kurun 24 jam.
Selain burit sendiri, ada istilah
lain yang menjadi penanda waktu dalam bahasa Sunda seperti: isuk-isuk: pagi-pagi; beurang: siang hari; dan peuting: malam hari.
Secara morfologis ada beberapa
istilah bahasa Sunda yang memiliki kesaman kata dengan ngabuburit. Diantaranya
ada betah: ngabebetah (nyaman),
nyeri: nganyenyeri (sakit), deuket: ngadeudeket (dekat).
Kata-kata tersebut memiliki struktur
yang sama sebagai berikut: awalan
nga+pengulangan suku kata depan pada kata dasar+kata dasar. Contoh: Nga-bu-burit, nga-beu-beurang,
nga-nyeu-nyeuri, dan lain-lain. Menurut
kamus bahasa Sunda sendiri, burit dengan
tambahan nga dan bu memiliki makna melakukan aktivitas atau menghabiskan waktu sore
menjelang malam sehingga tidak terasa waktu sudah mencapai malam hari. Sementara
dalam buku ‘Ramadhan di Priangan
(Tempo Doeloe)’ dituturkan
bahwa ngabuburit merupakan bahasa Sunda yang artinya melena-lena, melewatkan
waktu di bulan puasa hingga menjelang maghrib. Nah yang jadi tugas kita bersama
adalah bagaimana supaya melena-lena, melewatkan waktu hingga menjelang maghrib
ini tidak hanya diisi dengan kegiatan sia-sia dan menurunkan kualitas ibadah
puasa kita di bulan Ramadhan.
Di sisi lain, dipandang secara
keseluruhan kata ngabuburit merupakan singkatan dari “ngalantung ngadagaon burit” yang berarti bersantai-santai menunggu
waktu sore. Kata ini kemudian identik dengan Ramadhan karena ibadah puasa juga
identik dengan menunggu waktu berbuka yaitu pada sore hari. Nah, dari kesamaan
inilah kata ngabuburit yang merupakan istilah dari bahasa Sunda semakin dikenal
oleh masyarakat Indonesia dan menjadi salah satu kata yang banyak digunakan
untuk mendeskripsikan kegiatan yang dilakukan seseorang menjelang buka puasa.
Sejarah ‘Si Ngabuburit’ Tenar di Bulan Ramadhan
Dikutip dari situs tokopedia.com meskipun ngabuburit
identik dengan kegiatan menunggu waktu berbuka puasa di bulan Ramadhan, di
daerah asal kata ngabuburit sendiri kegiatan ngabuburit tidak hanya dilakukan
saat momen bulan Ramadhan hadir.
Pada awalnya, istilah ngabuburit di Sunda
digunakan untuk anak-anak yang masih belajar berpuasa. Para orang tua mencoba
memberikan mereka aktivitas yang mengalihkan rasa lapar dengan kegiatan
religius seperti mengaji di TPQ atau pesantren kilat sembari menunggu azan
maghrib. Atau juga bermain permainan tradisional seperti ular tangga, engklek,
dan lain-lain.
Namun seiring berjalannya waktu,
ngabuburit menjadi eksis bukan hanya di kalangan anak-anak saja. Istilah
ngabuburit yang sangat intensitas ditayangkan di berbagai media seperti media
televisi, cetak, atau bahkan media sosial menjadikan kata ini masyhur di
berbagai kalangan mulai dari anak-anak hingga orang lanjut usia. Kegiatan
ngabuburit yang awalnya hanya seputar kegiatan religius saja berkembang menjadi
banyak variasi. Mulai dari berburu takjil dan makanan berbuka di pasar kilat
Ramadhan, kumpul bersama teman-teman untuk reunian, sampai belanja di pusat
perbelanjaan sambil manfaatin diskon Ramadhan.
Itulah kenapa seperti yang kita
ketahui bersama, setiap waktu ‘ngabuburit’ di bulan Ramadhan jalanan selalu
ramai dengan orang-orang yang beli takjil, jajaran kursi di food court mall sudah penuh manusia
bahkan sebagian harus ada yang antri, atau konser musik banyak diminati. Karena
begitulah sahabat El-Nilein, ketenaran ngabuburit
semakin lama membuat bentuk mengisinya semakin variatif.
Dilansir dari tribunnews.com dari lima tradisi unik Indonesia di bulan Ramadhan,
ngabuburit menjadi salah satu tradisi yang dicantumkan. Tentu bukan tanpa
alasan, karena ngabuburit sendiri menjadi tradisi yang tidak bisa dipisahkan
dari mayoritas masyarakat di Tanah Air.
Sebuah survei pernah dilakukan oleh Traveloka
(30/5/2018) kepada 1.300 konsumen mereka akan aktivitas yang dilakukan selama
menunggu waktu berbuka puasa atau ngabuburit. Survei dilakukan terhadap
pengguna Traveloka dengan kisaran usai 20 tahun hingga 45 tahun di beberapa
kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, dan lain-lain. Tujuan survei ini pun untuk mengetahui apa
hal-hal yang menjadi tren masyarakat ketika memasuki Ramadhan dan lebaran.
Dari hasil survei tersebut didapati
50% masyakarat Indonesia memilih ngabuburit dengan menonton televisi, 30%
membaca Al-Qur’an, dan 25% memilih wisata kuliner. Sementara mall atau pusat
perbelanjaan menjadi alternatif yang lebih diminati konsumen untuk berbuka
puasa yakni dengan persentase 47% mengalahkan masjid yang hanya mendapat
persentasi di kisaran 17%.
Menurut Islam sendiri tradisi
ngabuburit sah-sah aja asalkan dilandasi dengan itikad dan perbuatan yang baik
dan tidak melanggar aturan agama. Karena dalam Islam sendiri waktu luang
dipandang sedemikian istimewanya hingga disebut sebagai ‘kenikmatan yang mampu
mencelakakan’. Jadi intinya tradisi ngabuburit yang mengakar di Tanah Air itu boleh,
tapi dari kitanya sendiri yang perlu bijak memilah untuk mengisi kegiatan
ngabuburit dengan sesuatu yang baik dan produktif.
Nah sahabat El-Nilein, pasalnya
diantara kebijakan lockdown dan physical distancing di tengah penyebaran
wabah corona ini, tentu ada yang terasa berbeda ketika ngabuburit tidak
bisa dilaksanakan sebebas tahun-tahun sebelumnya. Beberapa oknum yang nggak
kuat menahan kebiasaan ini tentu akan tetap memilih menyelisihi kebijakan
sekeliling dan ujung-ujungnya malah dibubarin sama Tim Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Covid-19.
Sebagaimana dilansir sindonews.com, patroli
sore polisi Batang membubarkan kerumunan anak muda yang nekat ngabuburit
padahal jelas-jelas sudah dilarang oleh Pemerintah guna memutus mata rantai
penyebaran virus Covid-19. Adapun kebijakan lain, bagi pedagang takjil dan pembeli dihimbau
untuk menjaga jarak, menggunakan masker, dan tidak boleh berkerumun.
Sedih nggak ada ngabuburit? Nah
daripada ngeratapi nasib mulu, coba
kita memandang dari sudut pandang lain. Mungkin kita yang sehat-sehat ini sedih
nggak ada ngabuburit, diluar sana temen-temen yang di karantina karena positif Covid-19 sedih karena harus
menjalani Ramadhan sendiri. Jangankan ngabuburit bareng orang lain, mau
ngapa-ngapain juga sendiri. Mungkin nih ya, kita disini sedih nggak bisa
ngabuburit, padahal di luar sana tenaga medis, bukan hanya nggak bisa
ngabuburit, tapi nggak bisa ketemu keluarga dan kerabat mereka setiap hari.
Bukannya kita cuma nggak bisa ngabuburit? Di antara 239 ribu nyawa di dunia yang
melayang karena terdampak Covid-19, bukannya nikmat yang keren Allah masih
memberi kita kesempatan buat menjamu tamu Ramadhan tahun ini? Ngabuburit hanya
satu kenikmatan kecil. Sementara ngerasain Ramadhan, dengan keadaan sehat,
walaupun sebagian ngaku duitnya udah pada nipis dan kantong kering, wah, nikmat banyak banget kayaknya yang perlu kita
syukuri.
Ngabuburit tahun
ini berbeda? Nggak masalah. Yang istimewa di bulan Ramadhan itu kan diskon
pahala gede-gedean dari Pencipta.
Nggak melulu soal janjian ngabuburit sama list
wisata kuliner yang diburu pas ngabuburit hehe. Jadi mari mencari inovasi
ngabuburit yang bermanfaat dan nggak menyelisihi kebijakan sekeliling. Semangat
menjalani ibadah puasa walaupun ditengah Covid-19.
Wallahu A’lam Bishowab
*Mahasiswi International University of Africa, Sudan
0 Comments
Posting Komentar