Oleh
Habib A. Izzudin[1]
Mengutip pendapat Rudolf
Otto, ahli sejarah agama berkebangsaan Jerman, Karen Armstrong menjelaskan,
kepercayaan atas adanya Tuhan disebabkan manusia mempunyai rasa tentang hal
gaib (numinous), rasa akan adanya kekuatan misterius yang melekat dalam setiap aspek
kehidupan, dan itulah dasar dari agama.[2]
Dalam perspektif Islam,
percaya kepada Tuhan merupkan fitrah yang ada dalam diri manusia.
“Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Dia telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yamg lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”[3]
Berbagai corak ragam yang
dilakukan manusia untuk mendekatkan dirinya kepada apa yang dianggapnya Maha
Kuasa. Berbagai macam agama yang terdapat di dunia ini menyebabkan berbeda pula
worldview-nya.
Ada yang mengingat dan
memuja Tuhan yang Maha Kuasa dengan tidak membayangkan bagaimana rupa Tuhan,
karena Ia bukan alam dan tidak ada sesuatupun juga – seperti Islam. Ada pula
yang mengkhayalkan dan menggambarkan Tuhan dengan dengan rupa dan bentuk
sebagai benda dan yang lainnya.
Perbedaan agama yang
diyakini menyebabkan berbeda pula dengan konsep Tuhannya. Sebagai contoh, 1)
agama Majusi mengajarkan kepercayaan adanya dua Tuhan yang maha Kuasa, yaitu
Tuhan Cahaya dan Tuhan Gelap.
Kepercayaan itu timbul
karena memperhatikan dua hal yang selalu beredar di dalam alam; senang dan
susah, suka dan duka, sehat dan sakit, lahir dan mati, bangun dan runtuh, dan
sebagainnya.
Segala kebaikan adalah
dari Tuhan Cahaya, dan segala kejahatan adalah dari Tuhan Gelap – menurut
mereka. Kalaulah Tuhan itu ada dua maka hakikatnya tidak ada yang Maha Kuasa
karena masing-masing saling ketergantungan.[4]
2). Agama Kristen,
sebenarnya ajaran yang asli dari Nabi Isa a.s adalah Tauhid yang suci; yaitu
menuhankan Allah s.w.t, seperti kepercayaan dalam seluruh agama samawi dan
telah diajarkan juga oleh nabi-nabi sebelum Nabi Isa a.s
Akan tetapi orang Nasrani
di belakang Nabi Isa telah menjadikan agama Tauhid yang suci menjadi musyrik,
mirip dengan agama berhala, menjadi Trinitas, bertuhan tiga, yaitu menuhankan
Nabi Isa dan Ruhul Kudus di samping Allah s.w.t. Mereka ambil dari kemusyrikan
Yunani dan Romawi, serta dari pengajaran trimurti agama Mesir kuno dan Brahma.[5]
Dari gambaran tersebut cukup untuk memberikan gambaran bahwa konsep trinitas
adalah penyimpangan yang nyata dari monoteisme. Semua nabi, termasuk Nabi Isa
a.s, sama-sama mengajarkan bahwa Tuhan itu hanya Allah, dan semua manusia sudah
sewajibnya hanya menyembah-Nya.[6]
3) Agama Islam. Dalam
konsep ketuhanannya, dari awal Islam menegaskan bahwa Tuhan itu satu, tidak
berserikat, tidak beranak tidak pula diperanakkan, tidak ada satupun yang dapat
menyamai Tuhan (baca: Allah).[7]
Dalam konteks peribadatan pun, Islam tetap konsisten dengan shalat, zakat,
shaum, dan hajinya, yang disebutkan al-Qur’an sebagai syari’at para nabi (baca:
Islam).[8]
Dapat kita simpulkan
bahwa tidak ada lagi agama yang benar selain dari Islam. Karena Islam adalah
agama yang berdasarkan Tauhid kepada Allah yang Tunggal. Yang mana ajarannya
tidak berubah dari dulu hingga sekarang. Berbeda dengan agama di luar Islam
yang ajarannya bisa berubah-rubah.
[1]
Mahasiswa Fakultas Studi Islam Konsentrasi Akidan dan Pemikiran Islam, International
University of Africa
[2]
Nashruddin
Syarif, Menangkal Virus Islam Liberal, Bandung, 2010 , hal. 23
[3]
Q.S Ar-Ruum [30] : 30
[4]
Agus Hakim, Perbandingan
Agama, hal. 21, Bandung : Diponegoro, 2004 hal. 21
[5]
Agus Hakim, Perbandingan
Agama, hal. 21, Bandung : Diponegoro, 2004, hal. 91
[6]
Nashruddin
Syarif, Menangkal Virus Islam Liberal, Bandung, 2010 , hal. 58
[7]
Nashruddin
Syarif, Menangkal Virus Islam Liberal, Bandung, 2010 , hal. 58
[8]
Nashruddin
Syarif, Menangkal Virus Islam Liberal, Bandung, 2010 , hal. 59
0 Comments
Posting Komentar