Ayah, apa kabar?
Aku percaya Tuhan selalu menjaga Ayah baik-baik saja di sana
Ramadan sekarang
tidak jauh berbeda dari yang sebelum-sebelumnya
Aku tak mengira Ramadan sekarang pun kita masih harus
terpisah ruang dan waktu
Tapi tak perlu
sedih sesak begitu, kita masih berpuasa di atas bumi yang sama, di bawah langit
yang sama
Setidaknya itulah
yang selalu kau ucapkan lewat telepon untuk menghibur ku
Dari setiap teguk
es teh yang tertelan setelah azan maghrib berkumandang
Aku ingat betapa
bahagianya aku, berpuasa waktu kecil dulu
Menunggu ayah
pulang kerja dari ruang tengah
Sampai suara
Honda Win milikmu terdengar,
aku dan kakak berlari ke ruang tamu
Hanya untuk
berebut membukakan pintu, dan kau muncul dengan sekresek gorengan tempe dan
tahu
Ibu yang berjalan
dari dapur membawa 4 gelas teh hangat, tersenyum melihat tingkah konyol kami
Suasan sederhana
seperti itu yang kini jadi semangatku untuk tetap kuat berjuang di negeri orang
Dan juga
kata-kata ayah yang seakan menepuk-nepuk bahu ku agar tetap tegar atas apa yang
takdir lakukan terhadap ku
Tuhan, aku tahu
ini lancang
Tapi, untuk kali
ini saja dengarkanlah aku, kabulkan pintaku
Panjang kan umur
bumi, tahan langit-langit itu sebentar sebelum jatuh
Berikan aku
beberapa Ramadan lagi, untuk bisa mengulang cerita berbuka puasa bersama ayah
Aku lihat rindu
sudah mulai lelah membuat jarak di antara kami, aku ingin pulang
Aku ingin sekali
bercerita betapa hebatnya anak laki-lakinya ini
Saat pulang
nanti, aku berjanji
Aku akan menjadi
obat untuk setiap lukanya, dan menjadi tawa bagi setiap tangisnya
Sekali lagi
Tuhan,
Sisakan beberapa
Ramadan lagi untuk kami.
Omdurman, 5 Mei
2020
Anak laki-laki
yang biasa saja, putra dari seorang ayah luar biasa.
Faruq
0 Comments
Posting Komentar