Sejarah Krakatau Jangan Terulang Kembali



Sumber: liputan6.com

Erupsi adalah proses pelepasan material dari gunung berapi. Material tersebut bisa berbentuk lava, gas, abu, dan lain-lain. Proses ini terjadi akibat perut bumi mengalami pergerakan magma yang secara terus menerus mendorong magma untuk keluar. 

Terdapat banyak akibat yang ditimbulkan oleh erupsi gunung api. Akibat positifnya dapat menyuburkan tanah. Sementara akibat negatif yang ditimbulkannya berdampak sangat besar. Diantaranya yaitu terjadinya perusakan lingkungan, pencemaran udara, menimbulkan banyak penyakit, kebakaran hutan, dan melumpuhkan perekonomian masyarakat sekitar.

Situs Magma Kementerian ESDM menyatakan bahwa letusan Gunung Anak Krakatau terjadi pada Jumat (10/4) kemarin pukul 21.58 WIB. "Terjadi erupsi G. Anak Krakatau pada hari Jumat kemarin dengan tinggi kolom abu teramati ± 200 m di atas puncak (± 357 m di atas permukaan laut)," tulis situs tersebut. (Dilansir dari detik.com).

Dengan adanya kabar tersebut PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) merekomendasikan masyarakat dan wisatawan agar tidak mendekatinya dalam radius 2 km dari kawah.

Warga Jabodetabek sendiri merasa resah atas terdengarnya suara dentuman beberapa kali sejak pukul 02.00 WIB Sabtu kemarin. Namun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan suara dentuman tersebut bukan berasal dari aktivitas gempa tektonik. Hanya saja BMKG mencatat adanya aktivitas gempa kecil yang terjadi di Selat Sunda bersamaan dengan erupsi Gunung Anak Krakatau.

Dilansir dari detik.com, kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono dalam keterangannya pada Sabtu (11/4) menyatakan tidak adanya aktivitas gempa tektonik.

"Terkait suara dentuman yang beberapa kali terdengar dan membuat resah masyarakat Jabodetabek, sejak tadi malam hingga pagi hari ini pukul 06.00 WIB, hasil monitoring BMKG menunjukkan tidak terjadi aktivitas gempa tektonik yang kekuatannya signifikan di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Provinsi Banten."

BMKG juga mencatat tidak adanya anomali perubahan muka laut sejak 10 April 2020 pukul 21.00 WIB hingga 11 April 2020 pukul 06.00 WIB. Selain itu, erupsi Gunung Anak Krakatau tidak menjadi sebab terjadinya tsunami.

Dilansir dari KOMPAS.com, Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) juga menyebutkan, suara dentuman yang ramai dibahas di media sosial bukan berasal dari letusan Gunung Anak Krakatau.

"Saya sudah konfirmasi petugas pos pengamatan, mereka tidak mendengar karena letusannya juga kecil," kata Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api, Hendra Gunawan. Menurutnya, erupsi Gunung Anak Krakatau yang terjadi di Selat Sunda wilayah Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, hanya mengeluarkan semburan dengan ketinggian 500 m.

Sedikit informasi mengenai gunung Krakatau yang dilansir dari wikipedia.org, Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda, antara Pulau Jawa dan Sumatra. Dikenal dunia karena letusan yang sangat dahsyat di tahun 1883. Awan panas dan tsunami yang ditimbulkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Tanggal 26 Desember 2004, juga terjadi tsunami yang terbilang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Suara letusannya pada waktu itu terdengar sampai Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 km. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki akhir Perang Dunia II.

Dengan kesedihan masa lalu yang masih terasa hingga saat ini, tentunya seluruh penduduk dunia mengharapkan semoga Gunung Krakatau tidak mengulangi sejarah masa lalunya yang kelam. (Lukman al-Hakim)

Posting Komentar

0 Comments

Formulir Kontak