Pandemi Covid-19 mengakibatkan banyak negara menerapkan
kebijakan penutupan tempat-tempat ramai, hiburan, perusahaan, bahkan lembaga
pendidikan. Adanya kebijakan ini mengharuskan warga negara di suatu daerah
berdiam diri di rumah masing-masing, guna memutus penyebaran virus Corona.
Keadaan semacam ini mengingatkan kita kepada para
tokoh-tokoh Indonesia yang pernah mengalami hal yang hampir serupa, di mana
semua kegiatan sangat terbatas. Namun mereka membuktikan bahwa kreativitas dan
produktivitas tidak melulu dilakukan di luar rumah. Tokoh-tokoh ini telah
mengajari kita sebagai anak muda Indonesia agar selalu meningkatkan keahlian
dengan celah terkecil sekalipun.
Presiden pertama Indonesia ini pernah mendekam di penjara
Banceuy, komplek pertokoan Banceuy Permai, kota Bandung atas tuduhan akan
menggulingkan pemerintahan Hindia-Belanda pada 1929. Di dalam penjara, Ir.
Soekarno menulis pidato pembelaan (pleidoi) dengan judul "Indonesia
Menggugat".
Istri beliau Inggit Garnasih memasok kertas dan tinta dari
rumahnya di Jl. Dewi Sartika No. 22 Bandung. Juga buku-buku yang diselundupkan
secara rapi melalui kurir-kurir.
Ir. Soekarno menulisnya dengan bantuan kaleng rombeng tempat
kencing dan buang air besar yang diposisikan terbalik. Malam demi malam Bung
Karno duduk bersila dan menulis.
R.A. Kartini
Kartini mengalami nasib buruk usai lulus dari Europese
Lagere School (ELS) di tahun 1892. Kartini kecil harus menjalani masa pingitan
yang lazim dilakukan gadis-gadis ningrat menjelang remaja, untuk menyiapkan
diri memasuki kehidupan berumah tangga.
Semasa pingitan, dunia Kartini sangat sempit, terbatas
dinding-dinding gedung rumahnya yang tebal dan tinggi dengan pintu yang selalu
tertutup.
Untuk mengisi aktivitasnya, beliau membaca buku-buku
pemikiran modern yang diterima dari R.M. Sosrokartono. Juga buku, majalah, dan
koran berbahasa Belanda yang selalu disediakan ayahnya.
H. M. Yunan Nasution
Dia adalah seorang politikus, dai, dan jurnalis Indonesia
yang dipenjara pada 16 Januari 1962 di Madiun saat rezim Soekarno karena latar
belakang politik.
Semasa di penjara, salah satu kegiatan rutin beliau adalah
membaca dan menulis. Dalam buku berjudul Kenang-Kenangan di Belakang Terali
Besi di Zaman Orla (1967) disebutkan bahwa selama di Madiun ia telah
menyelesaikan lima naskah tulisan. Salah satunya berjudul Dinamika Hidup
yang diterbitkan oleh Bulan Bintang Jakarta.
Habiburrahman El-Shirazy (Kang Abik)
Seorang novelis yang berdakwah melalui karya tulisnya ini
setelah menyelesaikan studinya di Kairo, Mesir, Kang Abik kembali ke Indonesia.
Karir perdananya adalah sebagai guru di MAN 1 DIY.
Kang Abik pernah mengalami kecelakaan yang menjadikan
kakinya patah saat hendak perjalanan Yogayakarta-Semarang pada 23 Mei 2003.
Dengan apa yang dialaminya tersebut Kang Abik harus dirawat
selama 9 hari di rumah sakit dan berdiam diri di rumah selama proses
kesembuhannya. Situasi semacam lantas tidak menyurutkan jiwa kreativitasnya. Buktinya
ia mampu menulis novel Ayat-Ayat Cinta dan berhasil dia selesaikan di
dalam keadaan sakit.
Basuki Tjahja Purnama (BTP)
Ahok dipenjara pada 9 Mei 2017 di Mako Brimob, Jakarta, usai
dinyatakan bersalah dalam kasus penistaan agama.
Ahok berserita saat awal-awal masuk penjara merasa
kebingungan karena tak banyak aktivitas yang bisa dilakukan di dalam penjara.
Maka dengan usulan dari salah seorang penjenguknya, dia memutuskan menghabiskan
waktunya dengan menulis.
Hingga akhirnya Ahok dapat meluncurkan bukunya yang berjudul
Panggil Saya BTP, Perjalanan Psikologi Ahok Selama di Mako Brimob dengan
tebal buku 643 halaman.
Beberapa tokoh yang disebutkan di atas hanyalah sedikit dari
banyak orang yang selalu memanfaatkan waktu dan celah sekecil apapun untuk
meningkatkan kreativitas atau menuangkan buah pikirannya dalam rangka membangun
sejarah emas untuk Indonesia tanah air tercinta.
Oleh Lukman Al Khakim
0 Comments
Posting Komentar