Oleh: Si Mireg (nama pena)
Akar Konflik
Palestina Israel
Masalah konflik Palestina Israel bukanlah konflik satu bangsa dengan
bangsa lain. Ia adalah konflik antar peradaban, ideologi, sekaligus agama yang usianya sangat tua. Di sana
terbentang benang merah panjang, sejak konflik antara Nabi Muhammad Shallallâhu
‘Alaihi wa Sallam dengan kaum Yahudi di Madinah, konflik antara Yahudi dan
Romawi, Yahudi dengan negara-negara Eropa, konflik antara Musa AS dengan
Fir’aun bahkan konflik antara Yusuf AS dengan saudara-saudaranya.
Ujung-ujungnya adalah konflik abadi yang diusung Iblis terhadap umat manusia.
Kondisi umat modern yang
penuh kesulitan merupakan salah satu bagian dari konflik ini. Yahudi sendiri
adalah bangsa yang ‘kuat’ di dunia, satu-satunya ras yang berani
konfrontatif menentang kehendak Allah Ta’âla.
Sejarah Kebangkitan Yahudi
Semua ini sudah dimulai
jauh sebelum era perang Arab, pembakaran masjid Aqsa, tragedi Sabra Satila, Intifadhoh
akhir 80-an, tragedi Al-Khalil Hebron, penembakan Ad-Durah, pembunuhan Syaikh
Ahmad Yasin dan ‘Abdul ‘Aziz Rantisi, dan lainnya, sampai serangan Israel saat
ini.
Bani Israil pada dasarnya
masih keturunan Nabi Ibrahim AS. Ibrahim AS
mempunyai 2 orang anak, Ismail AS dan Ishaq AS. Ismail nantinya
mempunyai anak, Yaqub AS. Nah Yaqub AS inilah yang kemudian
digelari Israil (yang didekatkan kepada Allah Ta’âla), sehingga anak-anak
keturunan Yaqub AS. Inilah yang nantinya disebut Bani Israil.
Keturunan Nabi Yaqub AS
ini adalah Nabi Yusuf AS, Benyamin dan sebelas saudara lainnya, semuanya
berjumlah 13 orang: sesuai dengan “matahari”, “bulan” dan sebelas “bintang”
yang terlihat dalam mimpi Yusuf AS yang sedang bersujud (menghormati)
kepadanya (Q.S Yusuf 2-3). Karena itulah angka 13 merupakan angka keramat bagi
Yahudi sampai saat ini. Banyak logo-logo perusahaan top dunia dan lembaga-lembaga besar dunia dibuat dari karakter 13 ini.
Secara umum, sifat Bani Israil mewarisi 2 sifat besar; Shalih dan Thâlih.
Sifat yang pertama diturunkan dari garis Yusuf AS, sedangkan sifat yang
kedua diturunkan dari sifat-sifat saudara Yusuf AS yang berbeda ibu. Di
sana sudah tampak bakat-bakat kelicikan, dengki, kebohongan dan sebagainya.
Namun itu sebatas potensi, bukan kemutlakan takdir, apalagi pada akhirnya di akhir
hayat Yaqub AS, semua anak-anaknya tunduk dalam agama tauhid
(al-Baqarah: 133). Berbicara tentang Bani Israil, sebagian orang
sangat shalih dan sebagian orang sangat durhaka. Namun setelah datang Islam,
mereka diharuskan memeluknya, apabila tidak, maka mereka seluruhnya durhaka
tanpa toleransi sedikitpun (Ali-‘Imran: 85)
Mahasiswa Fakultas Adab di International University of Africa
![]() |
Sumber: history.com |
Yahudi merupakan
bangsa dengan sejuta misteri di dalamnya, dengan sejarahnya yang panjang pada
sejarah umat manusia, tak lepas dari bayang-bayang bangsa Yahudi di dalamnya. Bangsa
yang mengaku bangsa semit, aktor dunia, dan kekuatan yang berada di balik
panggung dunia ini selalu membayangi setiap langkah perjalanan umat manusia sekarang
di awal abad ke-21, Yahudi yang berdiaspora ke seluruh penjuru dunia pasca
runtuhnya setelah masa Nabi Sulaiman AS telah kembali berdiri dengan
adanya Israel di lautan bangsa Arab. Pasca kalahnya Islam dan Turki Utsmani
pada perang dunia kedua, dan hegemoni keluarga-keluarga Yahudi yang menguasai
London sebagai landlord dan banker pada saat itu, memudahkan
langkah Yahudi membangun peradabannya kembali dan memulai kembali peradaban
yang telah dijanjikan pada keyakinan mereka, The Great Israelia.
Perjalanan sejarah Bani Israil dimulai ketika Nabi Yusuf AS. bersentuhan dengan peradaban
Mesir. Waktu itu atas jasa-jasa Yusuf AS yang membantu bangsa Mesir,
maka mereka diberi lahan luas oleh penguasa Mesir di wilayah Kan’an. Di sana
Yaqub AS dan anak-keturunannya
mulai membangun kehidupan. Mereka memilih wilayah tersebut karena berdekatan
dengan wilayah Mesir yang makmur, sedang di wilayah asalnya sering dilanda
paceklik. Waktu itu anak-keturunan Yaqub AS sangat dihormati penguasa
Mesir. Entah bagaimana mulanya hubungan bangsa Mesir dengan anak-keturunan
Yaqub AS lama-lama menjadi buruk.
Alih-alih Mesir menghargai jasa-jasa Nabi Yusuf AS di masa lalu, mereka
malah menjadikan Bani Israil sebagai budak-budak, setelah sepeninggalnya Yaqub
dan Yusuf AS. Hal ini bisa kemungkinan antara dua hal; sifat buruk Bani Israil sendiri atau tabiat
menindas bangsa Mesir, namun jika mencermati sikap penguasa Mesir yang bersikap adil pada Yusuf AS, kemungkinan hal ini dikarenakan Bani Israil
sendiri.
Era perbudakan Bani Israil yang dilakukan oleh bangsa Mesir
sangat menghawatirkan, bukan hanya kejam namun juga menghancurkan karakter
sebuah bangsa (Bani Israil). Bisa dibayangkan penindasan ini terjadi selama
ratusan tahun. Bani Israil diberi anugerah berupa bakat-bakat kecerdasan besar,
dan manakala bakat itu dibesarkan di bawah sistem perbudakan, ia bisa
melahirkan penyimpangan mental dan pemikiran yang luar biasa. Oleh karena itu,
Allah Ta’âla mendatangkan Musa dan
Harun AS untuk menyelamatkan mereka. Misi dakwah ini sebenarnya selain
agar Fir’aun yang waktu itu tidak bersikap sombong di bumi, juga untuk
membebaskan Bani Israil dari cengkraman dan penindasannya (Al-A’râf: 104-105).
Musa AS awalnya tidak
diperintahkan untuk memerangi Fir’aun, hanya membawa Bani Israil ke tanah yang disucikan (Ardhul Muqaddas).
Namun karena Fir’aun mengejar mereka, akhirnya ditenggelamkanlah ia beserta
bala tentaranya (Al-Baqarah: 50)
Musa AS berhasil membawa Bani Israil keluar dari Mesir, Fir’aun dan bala tentaranya
tenggelam di Laut Merah. Lalu mereka berdiam
di Ardhul Muqoddas (sekarang Palestina) itu setelah berhasil mengalahkan
kaum Jabbariin di dalamnya (Al-Maaidah: 20-26)*. Ini adalah peradaban
mandiri Bani Israil kedua setelah era Yaqub AS dan Yusuf AS di wilayah Kan’aan. Musa dan Harun AS mendampingi mereka hingga
wafat. Namun ketika Musa dan Harun AS ,masih hidup, Bani Israil tak henti-hentinya menguji kesabaran mereka
berdua. Berapa banyak kasus-kasus kedurjanaan Bani Israil,
sekalipun di hadapan Nabinya sendiri. Diantara sikap-sikap
tersebut ialah; mereka menyuruh Musa dan Harun AS berperang di tanah
tersebut sedangkan mereka maunya duduk-duduk saja; mereka meminta agar
dibuatkan berhala untuk disembah seperti suatu kaum tertentu, mereka mengikuti
Samiri untuk menyembah patung anak lembu dari emas; mereka hendak membunuh
Harun AS karena selalu menasehati mereka; mereka hampir saja tidak
melakukan perintah Allah Ta’âla untuk menyembelih sapi betina, kerena
terlalu banyak bertanya sebagai alasan; mereka secara terang-terangan
mengungkapkan kebosanan mereka memakan Manna dan Salwa dan
meminta bawang, mentimun, kacang adas dll sebagai penggantinya. Namun begitu
sabarnya nabi Musa, sehingga Nabi Muhammad shallallâh ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda “Semoga Allah Ta’âla merahmati Musa, karena ia telah diganggu lebih
banyak dari ini (ujian yang menimpa Nabi), tetapi dia tetap sabar.” (HR.
Bukhori Muslim). Sangat mengagumkan apabila melihat ketabahan perjuangan Musa AS.
Orang-orang Yahudi di jaman sekarang mengklaim mencintai Musa, padahal di era
nenek moyang mereka, Musa AS benar-benar mereka sia-siakan. Nabi Musa AS
lebih dekat kepada kita daripada Yahudi La’natullah itu. Kemungkinan
sifat-sifat durjana kaum Yahudi ini merupakan kristalisasi dari sifat-sifat
buruk mereka selama ratusan bahkan ribuan tahun, sejak perilaku mereka kepada
Musa as, Dawud as, Sulaiman as, Zakariya as, Yahya as,
Isa as dan nabi-nabi lainnya ‘alaihimussalaam, sampai kedurhakaan mereka
terhadap Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Dalam
al-Qur’an disebutkan sebuah ayat yang terasa bagai petir yang menimpa mereka
(al-Baqarah: 61).
Peradaban terakhir Bani Israil yang berwujud
di muka bumi ialah kerajaan Nabi Sulaiman as di
Palestina. Beliau adalah putra dari Nabi Daud as dari salah seorang istrinya yang
berhasil mengalahkan Jalut (oleh karena itu di Barat terkenal kisah David
and Goliath). Nabi Sulaiman yang dikenal di Barat dengan nama King
Solomon, sampai sekarang kekayaan beliau masih diperdebatkan (diperebutkan)
keberadaaanya setelah masa kenabian Sulaiman berlalu,
peradaban Bani Israil
semakin merosot. Sampai akhirnya mereka dihancurkan oleh Nebuchadnezzar dari kerajaan Byzantium
(Romawi) hal tersebut dijelaskan dalam surat al-Israa’: 4-5.
Setelah Bani Israil tercerai berai di Palestina, mereka
menyebar ke berbagai belahan dunia. Mereka pergi ke Eropa, ke Jazirah Arab, ke anak benua India dan lain sebagainya.
Itulah yang kemudian dikenal dengan istilah diaspora. Mereka bercerai-berai
agar mendapat keamanan di Eropa, menjilat kepada penguasa Romawi sekaligus
menghasut Romawi agar memusuhi nabi Isa as dan para pengikutnya. Kisah ashabul kahfi adalah sebagian pecahan
dari para pengikut Isa al-Masih as.
(bersambung)
0 Comments
Posting Komentar