Oleh: Muhammad Ilyas Jundullah
Pada tahun
1990, Perang Teluk berkobar di Timur Tengah. Efek dari hal tersebut membuat
lonjakan permintaan persenjataan Amerika Serikat meningkat tajam. Arab Saudi
dan negara Teluk lainnya menghabiskan jutaan dolar untuk membeli peralatan
persenjataan modern berupa M-1A2 Abrams, M-2A2 Bradley, pesawat tempur F-15E
dan rudal Patriot. Bagaimanapun juga sebelum Perang Teluk terjadi, tiga negara Teluk
menguasai pembelian senjata global sebesar 40 persen. Arab Saudi mengimpor $55,600,000,000,
Iraq mengimpor $22,700,000,000, Iran mengimpor $13,900,000,000. Sesudah Perang Teluk
selesai, Amerika Serikat mendapatkan banyak keuntungan dari penjualan senjata
dan juga dominasi militernya di Timur Tengah semakin kuat. Perang Teluk menjadi
bukti keefektifan peralatan tempur Amerika Serikat.
Sesudah Perang Teluk selesai, menjadi pelajaran bagi Amerika Serikat dan negara- negara Teluk bahwa mereka harus mulai memperkuat militer serta persenjataanya. Pada tanggal 11 September 2001, terjadi serangan teroris terhadap Amerika Serikat. Hal tersebut membuat marah Amerika Serikat lalu mereka menyerbu Afghanistan dalam rangka mengalahkan Al-Qaeda yang menyatakan klaim atas penyerangan tersebut, ditambah lagi dengan operasi Amerika Serikat terhadap Iraq demi memusnahkan senjata pemusnah massal yang diklaim akan digunakan untuk menyerang Amerika Serikat dan sekutunya. Kejadian tersebut sontak membuat lonjakan permintaan persenjataan Amerika Serikat melonjak tajam, terutama di kawasan Timur Tengah. Hal ini ditandai dengan berbagai macam keputusan Amerika Serikat untuk menjual bermacam-macam senjata untuk negara-negara Timur Tengah.
Di masa
modern ini, beberapa negara Timur Tengah merajai pembelian senjata Amerika
Serikat secara berkala. Di antaranya Kuwait yang membeli persenjataan Amerika
Serikat senilai $1,360,000,000, Bahrain menghabiskan $3,800,000,000, U.E.A.
menghabiskan $7,600,000,000, Oman menghabiskan $842,000, Qatar menghabiskan
$2,630,000,000, Mesir menghabiskan $2,840,000, Israel menghabiskan
$2,910,000,000, Iraq menghabiskan $4,450,000,000, dan posisi puncak sebagai pengimpor
senjata Amerika Serikat adalah Saudi Arabia yang sudah menghabiskan $13,720,000,000
untuk memperkuat arsenal mereka. Dengan melonjaknya pembelian senjata Amerika
Serikat di Timur Tengah sebesar 192% selama periode 2014-2018 serta mulai
banyaknya negara-negara lain yang mencoba peruntungan dalam bisnis tersebut
membuat para pengamat serta dunia internasional skeptis terhadap kesudahan
konflik dan terwujudnya perdamaian di kawasan tersebut.
Polemik muncul
tentang bagaimana senjata-senjata yang telah dibeli itu, apakah digunakan oleh
pihak-pihak yang bertanggung jawab dan apakah tidak digunakan untuk menyakiti
pihak-pihak yang tidak bersalah sudah menjadi perdebatan di publik bahkan di Kongres
sendiri. Kenyataannya di lapangan, senjata-senjata tersebut sangat mematikan
bagi warga sipil. Fenomena tersebut diambil dari banyaknya kasus kematian warga
sipil yang diakibatkan oleh senjata Amerika Serikat, seperti bagaimana koalisi Arab
Saudi dengan menggunakan pesawat tempur Amerika Serikat telah menghancurkan
banyak bangunan dan membunuh warga sipil yang tak bersalah dengan rudal dan
satelit serta peralatan intelijen buatan Amerika Serikat dengan dalih memerangi
Houthi. Kasus tersebut hanyalah sebagian dari permasalahan yang ditimbulkan akibat
dari penjualan senjata yang tidak dikontrol.
Resiko mempersenjatai proxy itu berakibat sangat fatal, karena yang ditakutkan adalah senjata tersebut jatuh ke tangan para musuh Amerika Serikat baik dari kalangan pro Iran ataupun ke tangan para teroris, sehingga dampak yang ditimbulkan lebih banyak merugikan pihak Amerika Serikat dan koalisi Arab Saudi.
1) Dampak
Militer
Suka atau tidak suka, kebijakan Amerika Serikat dalam mempersenjatai dan melatih militer negara-negara Timur Tengah menjadi sebuah kebijakan solutif demi menjadikan militer mereka mampu secara mandiri dalam melindungi aset-aset penting seperti tambang minyak serta jalur penyalurannya. Selain itu dengan semakin kuatnya militer mereka, maka secara otomatis Amerika Serikat tidak perlu bersusah payah untuk ikut campur melawan hegemoni Iran dan proxy-nya di beberapa wilayah konflik di Timur Tengah.
Bagi negara-negara Teluk sendiri, dengan adanya kerjasama militer yang erat antar kedua belah pihak membuat mereka bisa mendapatkan senjata-senjata yang lebih modern seperti tank Abrams, helikopter Apache long bow, rudal mematikan seperti Hellfire, sistem SAM Patriot, pesawat tempur generasi terbaru, serta pelatihan militer kelas dunia dari para tentara Amerika Serikat sehingga meningkatkan kemampuan dan arsenal mereka secara drastis dibanding negara-negara lain. Dengan adanya hubungan yang erat tersebut membuat kedua belah pihak merasakan dampak yang menguntungkan tanpa ada salah satu pihak yang dirugikan.
2) Dampak
Terhadap Perang Terorisme
Akan tetapi strategi mempersenjatai negara-negara Teluk untuk memukul kekuatan Al-Qaeda di berbagai front malah menimbulkan polemik tersendiri. Hal itu terjadi lantaran negara-negara semacam Arab Saudi lebih senang untuk mempersenjatai proxy-nya untuk memukul Al-Qaeda dan grup teroris lainnya dibanding menggunakan pasukannya sendiri. Hal tersebut adalah yang diinginkan secara tidak langsung oleh para teroris, karena mereka tahu bahwa di lapangan, para proxy Arab Saudi dan negara Timur Tengah lainnya tidak mempunyai moral dan pelatihan militer yang mumpuni sehingga kebanyakan dari senjata-senjata tersebut berhasil direbut. Kemudian senjata-senjata tersebut digunakan untuk meluaskan pengaruh dan wilayah mereka bahkan sebagian senjata rampasan tersebut diselundupkan ke sel-sel mereka di wilayah lain. Muncul juga polemik di publik internasional tentang keabsahan perang melawan teror dikarenakan banyaknya korban sipil yang berjatuhan. Selama hal tersebut berlangsung, Al-Qaeda dan grup teroris lainnya dapat mengalahkan proxy pasukan koalisi Amerika Serikat dan Timur Tengah serta berhasil merebut senjata -senjata mereka. Sehingga hal yang paling ditakutkan Amerika Serikat terjadi yaitu jatuhnya senjata-senjata mereka ke tangan musuh. Dapat dikatakan, dampak mempersenjatai negara-negara Timur Tengah dalam perang terorisme adalah keputusan yang lebih banyak menimbulkan kerugian dari pada keuntungan karena minimnya moral bertempur serta tekanan dunia internasional terhadap pasukan-pasukan asing yang terlibat.
3) Dampak
Secara Ekonomi
Hasil keuntungan dari penjualan senjata-senjata di Timur Tengah secara tak langsung membantu perekonomian Amerika Serikat yang dalam beberapa tahun ini mengalami penurunan signifikan akibat krisis global dan juga dalam pembiayaan perang yang selama periode 2001 sampai sekarang telah menghabiskan uang Amerika Serikat sebanyak $5,900,000,000,000. Zona-zona konflik tersebut tersebar di berbagai macam wilayah serta membantu ekonomi Amerika Serikat yang saat ini sedang terlibat perang dagang dengan China. Di lain sisi, berkah dari keuntungan bisnis tersebut menyedot perhatian dan ikut campur negara lain seperti Rusia, China, Prancis, Jerman dan negara lainnya. Selain penjualan legal, para penyelundup pun mulai membanjiri bisnis tersebut sehingga menjadikan penjualan senjata sebagai bisnis yang menjanjikan bagi semua kalangan.
4) Dampak
Secara Politik
Dibanjirinya wilayah-wilayah Timur Tengah dengan senjata secara gila-gilaan membuat potensi adanya konflik baru yang lebih besar serta lebih mematikan di kemudian hari. Hal ini terjadi lantaran Iran yang merasa terancam posisinya akibat peningkatan kekuatan negara-negara seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab mulai tersulut untuk memodernisasi dan memperkuat persenjataan mereka secara massal.
Hal ini ditandai dengan kemampuan mereka memodernisasi reaktor nuklirnya dan dapat membuat rudal balistik yang mampu mengenai target sejauh 1.000 kilometer serta bisa membawa hulu ledak nuklir, membuat kondisi politik Timu Tengah kian memanas dan membuat khawatir banyak pihak tentang digunakannya nuklir tersebut untuk melawan Amerika Serikat serta negara-negara Arab.
5) Dampak
Terhadap Kemanusiaan
Kejadian tersebut secara kasat mata terjadi di wilayah Yaman. Menurut laporan lembaga kemanusian internasional seperti Save Children, sekitar 85.000 anak-anak Yaman meninggal akibat gizi buruk selama kampanye peperangan berlangsung, lalu sekitar 100.000 warga sipil meninggal dan jutaan orang melarikan diri.
Babak
Baru Penjualan Senjata Amerika Serikat di Era Modern
Sesudah Perang Teluk selesai, menjadi pelajaran bagi Amerika Serikat dan negara- negara Teluk bahwa mereka harus mulai memperkuat militer serta persenjataanya. Pada tanggal 11 September 2001, terjadi serangan teroris terhadap Amerika Serikat. Hal tersebut membuat marah Amerika Serikat lalu mereka menyerbu Afghanistan dalam rangka mengalahkan Al-Qaeda yang menyatakan klaim atas penyerangan tersebut, ditambah lagi dengan operasi Amerika Serikat terhadap Iraq demi memusnahkan senjata pemusnah massal yang diklaim akan digunakan untuk menyerang Amerika Serikat dan sekutunya. Kejadian tersebut sontak membuat lonjakan permintaan persenjataan Amerika Serikat melonjak tajam, terutama di kawasan Timur Tengah. Hal ini ditandai dengan berbagai macam keputusan Amerika Serikat untuk menjual bermacam-macam senjata untuk negara-negara Timur Tengah.
Bagaimana
Senjata Tersebut Digunakan & Dampaknya Terhadap Lini Kehidupan
Selain
itu senjata-senjata tersebut rawan digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung
jawab. Sebagaimana yang telah dikhawatirkan oleh para anggota Kongres, hal
tersebut berdasarkan banyak temuan di lapangan bahwa koalisi Arab Saudi
mentransfer senjata-senjata Amerika Serikat kepada para pelaku proxy-nya dalam
perang Yaman. Seperti kelompok pasukan loyalis Abdu Rabbi Mansur, pasukan resmi
Yaman dan proxy-nya. Selain di Yaman, Arab Saudi juga mentransfer senjatanya ke
proxy-nya di Suriah seperti Jaisyul Fath, FSA, Ahrar Syam, dan lainnya.
Resiko mempersenjatai proxy itu berakibat sangat fatal, karena yang ditakutkan adalah senjata tersebut jatuh ke tangan para musuh Amerika Serikat baik dari kalangan pro Iran ataupun ke tangan para teroris, sehingga dampak yang ditimbulkan lebih banyak merugikan pihak Amerika Serikat dan koalisi Arab Saudi.
Suka atau tidak suka, kebijakan Amerika Serikat dalam mempersenjatai dan melatih militer negara-negara Timur Tengah menjadi sebuah kebijakan solutif demi menjadikan militer mereka mampu secara mandiri dalam melindungi aset-aset penting seperti tambang minyak serta jalur penyalurannya. Selain itu dengan semakin kuatnya militer mereka, maka secara otomatis Amerika Serikat tidak perlu bersusah payah untuk ikut campur melawan hegemoni Iran dan proxy-nya di beberapa wilayah konflik di Timur Tengah.
Keuntungan
lainnya adalah dengan eratnya hubungan antara kedua belah pihak memungkinkan Amerika
Serikat untuk membangun pangkalan militernya di berbagai wilayah Timur Tengah
seperti di Iraq, Qatar, Arab Saudi, Syria, dan lainnya.
Bagi negara-negara Teluk sendiri, dengan adanya kerjasama militer yang erat antar kedua belah pihak membuat mereka bisa mendapatkan senjata-senjata yang lebih modern seperti tank Abrams, helikopter Apache long bow, rudal mematikan seperti Hellfire, sistem SAM Patriot, pesawat tempur generasi terbaru, serta pelatihan militer kelas dunia dari para tentara Amerika Serikat sehingga meningkatkan kemampuan dan arsenal mereka secara drastis dibanding negara-negara lain. Dengan adanya hubungan yang erat tersebut membuat kedua belah pihak merasakan dampak yang menguntungkan tanpa ada salah satu pihak yang dirugikan.
Semenjak
kejadian penyerangan WTC yang diklaim oleh Al-Qaeda, Amerika Serikat berang dan
menginvasi tempat persembunyian mereka di Afghanistan. Selama masa penyerbuan
tersebut, Amerika Serikat melakukan kampanye penyerangan dengan koalisi mereka
di Timur Tengah secara masif dengan tema kampanya ‘perang melawan teroris’.
Selama masa kampanye tersebut, Amerika Serikat dan koalisinya berhasil memukul
mundur kekuatan Al-Qaeda dari berbagai macam wilayah di Afghanistan hingga mereka
tersudutkan di pegunungan Tora Bora, akan tetapi invasi langsung tersebut
membuat Al-Qaeda merubah pola kekuatan mereka dari yang terpusat menjadi
terpecah-pecah hingga menimbulkan gelombang baru yang bernama ‘strategi menarik
dan memukul ular di luar sarangnya’. Dengan adanya strategi tersebut membuat Amerika
Serikat mulai merubah strategi mereka dengan memberikan pemukul kepada proxy-nya
untuk mengurangi kerugian serta agar lebih memudahkan untuk memukul Al-Qaeda di
berbagai front.
Akan tetapi strategi mempersenjatai negara-negara Teluk untuk memukul kekuatan Al-Qaeda di berbagai front malah menimbulkan polemik tersendiri. Hal itu terjadi lantaran negara-negara semacam Arab Saudi lebih senang untuk mempersenjatai proxy-nya untuk memukul Al-Qaeda dan grup teroris lainnya dibanding menggunakan pasukannya sendiri. Hal tersebut adalah yang diinginkan secara tidak langsung oleh para teroris, karena mereka tahu bahwa di lapangan, para proxy Arab Saudi dan negara Timur Tengah lainnya tidak mempunyai moral dan pelatihan militer yang mumpuni sehingga kebanyakan dari senjata-senjata tersebut berhasil direbut. Kemudian senjata-senjata tersebut digunakan untuk meluaskan pengaruh dan wilayah mereka bahkan sebagian senjata rampasan tersebut diselundupkan ke sel-sel mereka di wilayah lain. Muncul juga polemik di publik internasional tentang keabsahan perang melawan teror dikarenakan banyaknya korban sipil yang berjatuhan. Selama hal tersebut berlangsung, Al-Qaeda dan grup teroris lainnya dapat mengalahkan proxy pasukan koalisi Amerika Serikat dan Timur Tengah serta berhasil merebut senjata -senjata mereka. Sehingga hal yang paling ditakutkan Amerika Serikat terjadi yaitu jatuhnya senjata-senjata mereka ke tangan musuh. Dapat dikatakan, dampak mempersenjatai negara-negara Timur Tengah dalam perang terorisme adalah keputusan yang lebih banyak menimbulkan kerugian dari pada keuntungan karena minimnya moral bertempur serta tekanan dunia internasional terhadap pasukan-pasukan asing yang terlibat.
Fenomena
penjualan senjata Amerika Serikat di wilayah Timur Tengah mempunyai dampak yang
sangat besar terhadap perekonomian Amerika Serikat yang mana negara-negara Timur
Tengah masih menjadi pelanggan tetap senjata Amerika Serikat. Hal ini ditandai
dengan ditandatanganinya kontrak penjualan senjata antara Amerika Serikat
dengan Arab Saudi senilai $110,000,000. Penjualan tersebut ditandatangani oleh
kedua belah pihak yang sontak membuat industri persenjataan Amerika Serikat
mendapatkan proyek besar serta secara tak langsung dapat menyerap lebih banyak
tenaga kerja baru bagi para penduduk Amerika Serikat. Dan hal tersebut baru
dari satu negara saja, belum termasuk di dalamnya negara semacam Uni Emirat
Arab yang mengimpor persenjataan Amerika Serikat sebesar 7,4% dari total ekspor
senjata Amerika Serikat secara global lalu disusul oleh Iraq senilai 5,5%.
Hasil keuntungan dari penjualan senjata-senjata di Timur Tengah secara tak langsung membantu perekonomian Amerika Serikat yang dalam beberapa tahun ini mengalami penurunan signifikan akibat krisis global dan juga dalam pembiayaan perang yang selama periode 2001 sampai sekarang telah menghabiskan uang Amerika Serikat sebanyak $5,900,000,000,000. Zona-zona konflik tersebut tersebar di berbagai macam wilayah serta membantu ekonomi Amerika Serikat yang saat ini sedang terlibat perang dagang dengan China. Di lain sisi, berkah dari keuntungan bisnis tersebut menyedot perhatian dan ikut campur negara lain seperti Rusia, China, Prancis, Jerman dan negara lainnya. Selain penjualan legal, para penyelundup pun mulai membanjiri bisnis tersebut sehingga menjadikan penjualan senjata sebagai bisnis yang menjanjikan bagi semua kalangan.
Dibanjirinya wilayah-wilayah Timur Tengah dengan senjata secara gila-gilaan membuat potensi adanya konflik baru yang lebih besar serta lebih mematikan di kemudian hari. Hal ini terjadi lantaran Iran yang merasa terancam posisinya akibat peningkatan kekuatan negara-negara seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab mulai tersulut untuk memodernisasi dan memperkuat persenjataan mereka secara massal.
Hal ini ditandai dengan kemampuan mereka memodernisasi reaktor nuklirnya dan dapat membuat rudal balistik yang mampu mengenai target sejauh 1.000 kilometer serta bisa membawa hulu ledak nuklir, membuat kondisi politik Timu Tengah kian memanas dan membuat khawatir banyak pihak tentang digunakannya nuklir tersebut untuk melawan Amerika Serikat serta negara-negara Arab.
Secara
tak langsung, dengan kebijakan Amerika Serikat mempersenjatai sekutunya membuat
gagasan perdamaian di wilayah Timur Tengah semakin jauh ditambah lagi
keenggganan kedua belah pihak untuk berunding tentang penghentian
mempersenjatai proxy mereka.
Hal yang
menyedihkan adalah, semakin banyaknya senjata yang ditumpuk di suatu wilayah
maka potensi konflik akan semakin meningkat. Di saat hal tersebut terjadi, maka
yang akan menjadi korban adalah warga sipil itu sendiri. Berapa banyak
kejahatan terhadap kemanusiaan terjadi? Pastinya hal tersebut sudah tidak bisa
dihitung lagi. Berbagai kisah pilu dari wilayah konflik terjadi dan sekali lagi
warga sipil yang tak bersalah menjadi korban.
Kejadian tersebut secara kasat mata terjadi di wilayah Yaman. Menurut laporan lembaga kemanusian internasional seperti Save Children, sekitar 85.000 anak-anak Yaman meninggal akibat gizi buruk selama kampanye peperangan berlangsung, lalu sekitar 100.000 warga sipil meninggal dan jutaan orang melarikan diri.
Bagaimana
Negara Internasional Menanggapi Fenomena Tersebut
Negara-negara
internasional harus menanggapi masalah tersebut secara serius. Salah satunya adalah
dengan menyepakati perjanjian tentang regulasi pembatasan penjualan senjata
yang poinnya memberikan sanksi yang tegas bagi negara-negara yang melanggar
serta mengadakan konferensi khusus dengan perusahaan-perusahaan pengekspor
senjata agar bisa menemukan titik temu dalam memecahkan permasalahan tersebut.
Lalu negara-negara
yang mendukung tentang regulasi pembatasan penjualan senjata harus membuat
sebuah gerakan khusus yang bertugas mengungkap dampak buruk penjualan senjata
berlebihan yang telah membanjiri dunia, khususnya Timur Tengah agar orang-orang
bersatu untuk menekan negara-negara dan perusahaan - perusahaan pengekspor
senjata supaya mematuhi regulasi yang telah dicanangkan sebelumnya. Semua
hal-hal tersebut wajib dilakukan oleh semua negara agar gagasan tentang konsep
perdamaian bisa terwujud atau bahkan sekadar mengurangi potensi konflik yang
lebih mengerikan terjadi di kawasan Timur Tengah. (selesai)
DAFTAR
PUSTAKA
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perang_Yom_Kippur
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perang_Yom_Kippur
0 Comments
Posting Komentar