Tarik ulur dalam
perebutan kekuasaan di Sudan masih berlangsung sejak Desember 2018 lalu hingga
hari ini. Kerusuhan yang disebabkan krisis ekonomi pada awalnya, kini menjadi
isu politik nasional dimana dialog antar militer dan perwakilan rakyat sipil
pun masih mengalami kebuntuan.
Saat ini Dewan
Transisi Militer yang dikepalai oleh Letnan Jenderal Abdul Fattah Al-Burhan
masih enggan menyerahkan tampuk kekuasaan kepada rakyat yang diwakili oleh serikat
pekerja Sudan di bawah nama Sudanese Professionals Associations. Konflik pun
muncul saat militer turun tangan untuk membubarkan para demonstran yang
menduduki beberapa area penting di Khartoum. Komite Pusat Dokter Sudan
mengeluarkan statemen bahwa korban tewas mencapai lima orang pada Senin pagi
(3/6).
![]() |
Ashraf Shazly/AFP |
Pada hasil
dialog sebelumnya, militer menyatakan akan memberlakukan serta mengawal tiga
tahun masa transisi yang dimulai sejak runtuhnya presiden Omar Al-Bashir.
Pernyataan ini ditolak oleh para demonstran dan rakyat yang menghendaki agar
militer sepenuhnya turun dari puncak kekuasaan.
Berikut lini masa krisis politik di Sudan yang telah kami rangkum secara singkat:
Desember 2018
Demonstrasi
rakyat terhadap pemerintah mulai menjamur di berbagai penjuru Sudan dengan
berbagai skala. Penyebabnya disinyalir karena tingginya harga makanan pokok
seperti roti, langkanya uang tunai di masyarakat, hingga minimnya cadangan
bahan bakar minyak terutama solar.
Faksi oposisi menyatakan bahwa situasi ini adalah dampak langsung dari pemerintahan Bashir yang menduduki tahta sejak kudeta 1989.
19 Februari 2019
Bashir
memberlakukan status keadaan darurat nasional, melarang perkumpulan massa yang
tidak diberi otorisasi, dan menerjunkan militer serta polisi untuk meredam
protes. Beberapa sumber melaporkan akan adanya penggunaan gas air mata dan peluru
tajam dalam proses peredaman protes.
6 April 2019
Demonstrasi
dengan skala besar terjadi di markas militer di Khartoum. Lima hari
selanjutnya, 22 demonstran tewas oleh pasukan pengamanan dalam demonstrasi
sekaligus pendudukan tersebut.
11 April 2019
Militer Sudan
menangkap Omar Al-Bashir dan menyatakan akan mengambil alih kekuasaan selama
dua tahun kedepan, juga memberlakukan masa darurat serta jam malam selama tiga
bulan. Jenderal Ahmad Awad Ibnu Auf didapuk sebagai kepala dewan pemerintahan militer.
Serikat pekerja Sudan (SPA), salah satu kelompok paling berpengaruh di kalangan demonstran mengajak semua demonstran untuk melanjutkan demonstrasi sekaligus pendudukan di markas militer. SPA menyatakan tidak percaya terhadap dewan militer dan akan terus melanjutkan protes hingga kekuasaan diserahkan ke rakyat.
12 April 2019
Dewan militer
meminta agar seluruh faksi politik menunjuk perwakilan untuk dialog dalam
menentukan transisi kekuasaan.
Jenderal Ibnu Auf turun dari jabatan kepala dewan transisi militer, digantikan oleh Letnan Jenderal Abdul Fattah Al-Burhan.
13 April 2019
Sepuluh anggota
delegasi yang merepresentasikan kelompok-kelompok di kalangan demonstran
bertemu dengan dewan militer. Omar Eldigair, ketua dari delegasi tersebut
menyatakan telah menyampaikan tuntutan-tuntutan rakya, termasuk di antaranya
pembentukan dewan transisi sipil.
18 April 2019
Sepekan setelah
jatuhnya Bashir, para demonstran di berbagai kota di Sudan terus menekan dewan
transisi militer untuk segera menyerahkan kekuasaan kepada sipil. Sehari
setelahnya, SPA menyatakan akan menunjuk beberapa nama untuk duduk dalam badan
pemerintahan sipil.
20 April 2019
Salah satu
anggota SPA, Ahmad Al-Rabia, memberitakan AFP bahwa akan dilaksanakan pertemuan
dengan dewan transisi militer untuk membahas pemindahan kekuasaan ke sipil.
Jika dewan militer menolak untuk menyerahkan kekuasaan, para pemimpin
demonstran akan tetap mengumumkan pembentukan badan pemerintahan sipil yang
berdaulat pada hari Minggu (21/3).
6 Mei 2019
Para demonstran
berjanji akan tetap melanjutkan pendudukan dan aksi selama Ramadan. Dialog
tetap berlanjut dengan banyaknya ketidaksetujuan antar kedua belah pihak.
28 Mei 2019
Demonstran
memobilisasi aksi mogok kerja nasional selama dua hari setelah dewan militer
menuduh para pemimpin protes tidak mau berbagi kekuasaan. Bandara internasional
Khartoum dipenuhi dengan ratusan penumpang yang terdampar setelah para pilot
dan pekerja diminta mogok. Tercatat bahwa paramedis, pengacara, dokter, serta
para pegawai bank juga turut serta dalam aksi mogok ini.
3 Juni 2019
Pasukan
pengamanan Sudan mulai bergerak untuk mengambil alih beberapa area yang
diduduki massa demonstran. Beberapa laporan menyatakan bahwa pasukan
menggunakan senapan mesin dan peledak dalam kejadian ini. Komite dokter Sudan
juga menyebutkan amunisi tajam juga digunakan di dalam Rumah Sakit East Nile di
Khartoum. Korban jiwa yang jatuh mencapai setidaknya lima orang (sembilan orang
dalam versi berita Al-Jazeera).
SPA dan para pemimpin aksi lain menyerukan rakyat agar turun ke jalan dan menutup jalan-jalan di seluruh wilayah Sudan.
Ismail Musyafa Ahmad, dirangkum dari berbagai sumber
1 Comments
Sejauh ini mahasiswa di sana aman kan ust ?
BalasHapusPosting Komentar