Para Jurnalis Terhebat Sepanjang Masa itu adalah Muslim



Jika melakukan pencarian melalui mesin pencari digital jaman now (baca; Google), ‘siapakah jurnalis terhebat sepanjang masa?’, maka kita akan menemukan deretan nama-nama asing seperti; Robert Capa, Henry Cartier-Bresson, Robert Frank, Dorothea Lange dan lainnya, yang tak satu pun di antara mereka yang beragama Islam. Betulkah umat Islam tidak memiliki jurnalis yang menyejarah kehebatannya? Jawabannya adalah, umat Islam memiliki jurnalis yang lebih hebat dari deretan nama yang tertulis di atas. Siapakah mereka? Mereka adalah para ulama Hadits.

Dalam ilmu Mustolahul Hadits, semua pembahasan untuk menentukan keabsahan Hadits meliputi ilmu diroyah dan ilmu riwayah. Ilmu riwayah adalah ilmu yang membahas proses transmisi hadits dari Rasulullah sampai kemudian ke para sahabat kemudian ke pada para periwayat Hadits, sedangkan ilmu diroyah adalah ilmu yang membahas kandungan makna, hukum, dan segala apa yang dimaksudkan hadits yang diriwayatkan. Pada ilmu riwayah itu lah prinsip-prinsip jurnalistik diterapkan dengan sangat baik melebihi nama-nama yang menyandang profesi jurnalis yang pernah ada di dunia.

Pada ilmu riwayat prinsip jurnalistik diterapkan pada kaidah ‘ittisolu sanaad, dobtu ruwaat, ‘adaalah ruwat. Yang dimaksudkan ‘ittisolu sanaad adalah kesinambungan periwayatan hadits, sedangkan dobtu ruwaat bersangkutan dengan ketelitian dan kekuatan ingatan periwayat, sedangkan ‘adaalah ruwat adalah kepribadian dari periwayat. Periwayatan suatu hadits menjadi cacat tak hanya ketika proses transmisinya terputus, bahkan ketika ada masalah dengan kepribadian yang meriwayatkan, hadits yang diriwayatkannya pun terkena dampaknya. 
 
Mengenai kepribadian periwayat hadits, hal ini mendapat perhatian yang luar biasa dari para ‘ulama hadits. Seorang periwayat hadits haruslah terjaga dari perbuatan buruk dan akhlaq tercela. Dalam kitab Taysiirul Mustolahil Hadits karya Mahmud Tohan, seorang periwayat hadist telah dianggap berdusta dan tidak lagi diterima haditsnya ketika ia mengulurkan sebuah makanan kepada hewan, kemudian menarik makanan yang diulurkan dengan maksud mengelabui dan mempermainkan hewan tersebut. Sudah tentu jurnalis yang dinominasikan oleh orang-orang barat mengesampingkan hal-hal itu.

Jika kita cermati lebih lanjut kaidah-kaidah yang disebutkan di atas erat hubungannya dengan profesionalitas seorang jurnalis. Seorang jurnalis mestinya harus selalu menjaga validitas berita yang didapatkan dengan cara mencari dan mengejar sumber terpercaya, seorang jurnalis juga dituntut netral dan independen dalam memberitakan segala sesuatu, dan sangat dilarang untuk melakukan kebohongan publik. Itu semua diperlukan agar trust pers tetap terjaga di hadapan netizen sebagai konsumtor berita. Luar biasanya para ‘ulama hadits mampu melakukan itu semua dan menjaga validitas Hadits berabad-abad lamanya.

Bagaimana jurnalistik kita pada jaman ini? Pertanyaan yang hanya bisa dijawab sambil mengelus dada. Jagat jurnalistik pada jaman ini dipenuhi hoax yang tersebar di mana-mana. Perkembangan teknologi yang pesat seperti pisau beramata dua, informasi semakin mudah didapat, namun kemudahan itu juga menjadi jalan banyak kebohongan tersebar sangat masif. Dengan smartphone masing-masing kita bisa mengakses dan bisa menyebarkan banyak informasi dalam hitungan detik. Hal ini sangat mempengaruhi industri jurnalistik, media cetak tergerus media digital, yang akhirnya sebagian jurnalis kehilangan nilai-nilai emas jurnalistik, independen dan netralitas dibeli pemilik modal, dan berita-berita yang dibuat sarat kepentingan pemodal, tidak masalah jika harus melakukan dusta secara langsung maupun dengan framing (baca: dusta tidak langsung) yang menyesatkan pembaca.

Jika kita katakan bahwa para ulama hadist lebih hebat dari pada para wartawan yang telah disebutkan di atas, tentu banyak orang yang ingin mendebat. Mungkin mereka akan berkata, “Robert Capa sangat heroik, dia telah menjadi jurnalis di banyak medan perang dengan mempertaruhkan nyawa”, para ulama Hadits tak kalah heroik, sering kali ketika ingin mengambil satu periwayatan hadits mereka harus menyebarangi gurun pasir yang ganas. Mungkin mereka akan berkata, “Henry Cartier-Bresson sanggup mengabadikan peristiwa dalam foto yang bisa dinikmati hingga sekarang”, lihatlah hadits-hadits yang kita jadikan rujukan, sampai saat ini masih ada tanpa mengalami penyelewengan dan distorsi makna, sehingga Agama Islam merupakan agama yang paling benar karena dua sumber utamanya yaitu Al-Qur’an yang dijaga oleh Allah langsung dan Hadits yang dijaga oleh para ulama, dan saat ini kita masih menikmati kemurnian ajaran Islam ketika agama samawi lainnya diselewengkan oleh pengikutnya. Dan adakah kerja jurnalistik yang hebat dari apa yang mereka lakukan?

Posting Komentar

3 Comments

Posting Komentar

Formulir Kontak