Oleh : Nina Mariana
“Dan Allah
mempersatukan hati para hamba yang beriman. Jikapun kau nafkahkan
perbendaharaan bumi seluruhnya untuk mengikat hati mereka, takkan bisa kau
himpunkan hati mereka. Tetapi Allahlah yang telah menyatu padukan mereka..”
(Q.S. Al-Anfal : 63)
Maha benar
Allah dengan segala firman-Nya
Kemarin-kemarin
kita mungkin begitu jengah saat perpecahan selalu menggores hati-hati kita
padahal berbagai usaha sampai harta benda selalu kita usahakan demi persatuan,
sampai hampir saja kita berputus asa benarkah kita akan bersatu padu dan satu
irama. Tapi kini Allah membuktikannya. Bahwa hanya Dia yang bisa menghimpun
hati-hati kita dalam nada yang sama. Bahkan hanya dengan satu ayat saja yang
dicela, aku kamu kita semua langsung sepakat untuk tidak terima.
“Aqidah ini
memang ajaib! Ketika telah meresap dalam hati, ia akan menjadikan hati itu
dipenuhi rasa cinta dan kasih sayang diantara sesamanya. Yang keras beralih
lunak, yang kasar menjelma lembut, yang kering berubah menjadi basah, yang liar
menjadi jinak. Ia-ia berjalin kelindan diantara sesamanya dengan jalinan yang
kokoh, empuk dan dalam” Begitulah Sayyid Quthub berkata.
Ya, aqidah
islam kita memang ajaib, saat musuh-musuh melukainya ia serentak mengetuk hati-hati
kita menghapus ego-ego yang dulu tidak menemukan muara. Ya, aqidah islam kita
memang ajaib, saat ia meresap semua berubah jadi cinta.
Sejarah
mencatat betapa aqidah ini menghasilkan satu kisah indah di Qadisiyah. Kisah
itu tentang pasukan Muhajirin dan Anshar yang menyeberangi sungai Eufrat untuk
melawan pasukan Persia. Betapa aqidah ini bisa membuat pasukan Arab yang
terbiasa hidup digurun itu menjadi kokoh dan kuat untuk menyeberangi sungai
deras yang bagi mereka barang langka. Bahkan saat seorang muslim kehilangan
kantong airnya, bagai domino serentak mereka meraba-raba untuk mencarinya. Maka
pasukan Persia tercengang menahan ludahnya, panas dingin gentar mereka berkata “Jika
hanya karena sebuah kantong air semua pasukan mengaduk-aduk sungai raksasa yang
berarus sangat deras, lalu bagaimana kalau salah satu dari mereka terbunuh oleh
kita?”
Terpana kita?
Ah, tentu saja. Tapi tetap saja kemarin kita masih ragu akan menemukan cerita
yang serupa, saat umat muslim jaya dan
penuh cinta.
Lalu sang waktu
menjawabnya. Kini saat tiba-tiba satu mulut kotor mengusik kesucian kitab kita.
Aqidah pun memanggil kita menyatukan jiwa dan suara untuk membela. Kini umat
kita akan kembali menemukan jaya bukan di qadisiyah tapi di Nusantara.
Dan masih
ingatkah dengan episode lain dari romantisme ukhuwah Muhajirin dan Anshar di
Yatsrib yang berubah menjadi kota cahaya. Kala Anshar menyambut penuh cinta
Muhajirin yang berhijrah berjuang demi agama. Saat syair-syair badar bergema di
langit-langit kota cahaya. Ketika harta dan keluarga rela mereka bagi sama rata
dengan saudara barunya.
Ah, Lagi-lagi
kita terpana, bahkan takjub tak mengerti dengan cinta yang mereka rasa. Ajaib
ya, sampai kita jua berfikir akankah lagi menemukan kisah serupa?
Lagi sang
waktu menjawabnya. Kini kisah itu kembali menjelma dengan tokoh yang berbeda.
Kalian generasi penerus muhajirin, para pejuang pembela agama yang rela
berjalan menempuh ratusan kilo meter dari berbagai kota demi menuju Jayakarta.
Juga kalian generasi penerus Anshar yang setia tumpah ruah dijalanan demi
menyambut para pejuang dengan suka dan cinta jua dengan ikhlas berbagi harta.
Lagi bukan di kota cahaya tapi di Nusantara.
Ah, bukankah
ini nikmat Allah yang tiada tara. Ketika Allah kembali mempersatukan hati kita
dan memenuhinya dengan cinta. Dan Mari saudara kita menjaganya. Baik dengan
doa-doa dan aksi bela. Semoga Allah selalu melindungi dan membersamai kita.
0 Comments
Posting Komentar