Ditunjuknya
Mahasiswa Indonesia oleh Bagian Kebudayaan International University
of Africa untuk membuka event kebudayaan terbesar yang pernah
dilaksanakan oleh IUA hingga saat ini menunjukkan tingginya
kepercayaan IUA terhadap Mahasiswa Indonesia. Bagaimana tidak? Dari
beberapa negara yang dicalonkan untuk mengawali event ini,
Indonesialah yang akhirnya dipilih. Tentu hal ini telah melalui
pertimbangan yang matang, karena awal yang baik dari segala sesuatu
merupakan setengah dari keberhasilan sesuatu itu, dan IUA
mempercayakan setengah keberhasilan event yang akan berlangsung
secara estafet dari satu negara ke negara lain ini di tangan
Mahasiswa Indonesia.
Menjadi
ajang percontohan bukanlah hal yang mudah, karena dari situlah
standar baik atau buruknya acara selanjutnya dinilai. Hasilnya tidak
mengecewakan, acara yang diselenggarakan pada 29 Oktober 2016 itu
menuai sukses besar. Penonton membludak, African Hall yang didapuk
menjadi tempat terlaksananya acara itu disesaki banyak penonton,
bahkan sebagian dari mereka rela berdiri dari awal acara sampai akhir
acara. Gegap-gempita tepuk tangan dan sorak-sorai penonton mewarnai
jalannya acara sampai akhir. Meskipun begitu, tentu ada saja sedikit
kendala yang terjadi di tengah-tengah jalannya acara, namun tidak
mengurangi kemeriahan acara.
Menurut
penuturan ‘Abdurrahman Sibgatullah, Ketua Ikatan Mahasiswa
Indonesia (IMI) Sudan, pihak IUA sangat menaruh harapan besar
terhadap Mahasiswa Indonesia atas keberhasilan event As-Sanah
At-Tsaqofi,
pasalnya dalam beberapa kali pertemuan dengan Bagian Kebudayaan IUA,
mereka mengatakan bahwa Indonesia sebagai Negara yang mempunyai
budaya yang sedemikian kaya hendaknya mampu berbagi dengan negara
lainnya, mereka juga menuturkan bahwa Indonesia harus menjadi
penggerak dan pemimpin seluruh mahasiswa yang berasal dari Asia untuk
turut aktif dalam berbagai kegiatan yang diadakan oleh IUA sehingga
citra Mahasiswa Asia yang selama ini terkesan pasif dalam berbagai
kegiatan yang diadakan mereka bisa berubah. “Sebenarnya
wajar saja jika para mahasiswa Asia terlihat kurang aktif dalam
berbagai kegiatan di kampus, hal ini mungkin ditenggerai oleh bedanya
pola pikir, adat dan budaya antara Asia dan Afrika yang menjadikan
mereka enggan untuk berinteraksi karena seringkali terjadi banyak
kesalahpahaman, mereka percaya bahwa kita bisa melakukan itu semua,
maka sebaik mungkin kita harus bisa menjawab kepercayaan mereka
dengan bukti nyata”, ungkap
Abid dengan logat khas Makassarnya yang begitu kental./ Rif’at
0 Comments
Posting Komentar