Jilbab Bagi Muslimah adalah Lambang Kemajuan

Picture by Google

oleh : Nina Mariana

Diceritakan dalam riwayat Bukhari, bahwa Siti Saudah (istri Rasulullah) keluar rumah untuk sesuatu keperluan setelah diturunkan ayat hijab. Ia adalah seorang yang badannya tinggi besar sehingga mudah dikenal orang. Pada waktu itu Umar melihatnya, dan ia berkata: “Hai Saudah. Demi Allah, bagaimana pun kami akan dapat mengenalmu. Karenanya cobalah pikir mengapa engkau keluar?” Dengan tergesa-gesa ia pulang dan saat itu Rasulullah barada di rumah Aisyah sedang memegang tulang sewaktu makan. Ketika masuk ia berkata: “Ya Rasulallah, aku keluar untuk sesuatu keperluan, dan Umar menegurku (karena ia masih mengenalku)”.
Sedang dalam riwayat lain melalui Ibnu Sa’d dikemukakan bahwa istri-istri Rasulullah pernah keluar malam untuk mengqadla hajat (buang air). Pada waktu itu kaum munafiqin mengganggu mereka. Hal ini diadukan kepada Rasulullah SAW, sehingga Rasul menegur kaum munafiqin. Mereka menjawab: “Kami hanya mengganggu hamba sahaya.”
 Riwayat-riwayat tersebut menunjukan satu kondisi problematika yang dialami  para mukminah di zaman Rasulullah SAW. Berbentuk kekhawatiran Umar terhadap Saudah dan gangguan-gangguan kaum munafiq terhadap istri-istri Rasulullah SAW. Maka tak menunggu lama Allah yang Maha Rahim itu menurunkan ayat hijab yang diibaratkan bagai  hujan deras yang menghapus debu-debu kegalauan para mukmin saat itu.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Ahzab ayat 56)
Islam dan syari’at-syari’at yang Allah SWT berikan memang terbukti selalu menjadi solusi bagi problematika manusia dan tantangan-tantangan zaman. Ideologi ini pula yang terpatri kuat di kalangan mukminah di masa Rasulullah. Maka tanpa banyak bertanya dan ditunda-tunda para mukminah Anshar langsung memakai kain apa saja yang ada disekitar mereka untuk menutupi tubuh mereka. Syaikh Albani pun memberi komentar atas kejadian ini : “Wanita-wanita yang telah terdidik semacam itu akan dengan ringan melaksanakan perintah menutup wajahnya, bila memang itu hukumnya wajib.”
Zaman pun berganti membiaskan ideologi syari’at islam dengan tawaran-tawaran ideologi-ideologi syubhat yang dikemas cantik dan memabukan. Liberalisme, pluralisme, sekulerisme, matrealisme dan isme-isme lainnya seolah menyajikan pandangan baru bagi para wanita moderen masa kini dan sudah pasti juga ikut menggerogoti para muslimah untuk meninggalkan pribadi-pribadi mukminah anshar. Maka entah berapa banyak muslimah yang kini kehilangan kebanggaannya terhadab syari’at bahkan menjadi ragu dan balik menyerang. Pandangan-pandangan baru tersebut tentu saja bertentangan dengan islam tapi dengan pongahnya mereka sebut bahwa pandangan-pandangan baru itu adalah sebuah kemajuan untuk meninggalkan keterbelakangan ideologi islam.
Isme-isme syubhat itu pula yang melahirkan sebuah gerakan bernama feminisme. Sebuah gerakan yang gencar mengasumsikan bahwa merekalah yang membebaskan para wanita dari keterjajahan kaum pria dan agama. Kesetaraan dan kebebasan baik dalam berekspresi dan berpakaian mereka anggap sebagai satu titik kemajuan dan solusi dari problematika para wanita moderen masa kini
Namun apakah benar solusi yang mereka asumsikan itu?
Mari kita lihat, bagaimana solusi para feminis itu bekerja. Jika yang di yel-yelkan para wanita moderen itu adalah kesetaraan dan keterbebasan mereka dari penjajahan para pria, maka seberapa efektif kah hal itu terjadi selama mereka masih menganggap kebebasan berekspresi dan berpakaian sekalipun telanjang adalah simbol kemajuan. Faktanya dimasa kini kaum wanita  jauh lebih terdeskritkan dengan pemahaman seperti itu. Buktinya  saat para wanita semakin menampilkan keindahan mereka, justru malah semakin gencar pula mereka dijadikan komoditas bagi dunia industri dan komersial. Berapa banyak kita lihat iklan-iklan ditelevisi menjajakan wanita-wanita cantik untuk mempromosikan barang-barang dagangan dan sudah pasti pemasaran itu ditargetkan kebanyakan pada kaum pria. Yang berarti seolah-olah wanita dipandang hanya menjadi bahan objek pemuas dari kerakusan mata para pria. Sehingga beredarlah sebuah faham bahwa semakin cantik luaran seorang wanita maka  semakin banyak pula ia diminati. Bahkan tidak dielakan lagi hal ini juga berdampak pada ramainya industri operasi plastik di beberapa negara di belahan dunia. Dan terbukti pula bahwa kebebasan yang mereka agungkan itu malah berdampak semakin mencebloskan mereka pada penjara keterjajahan bukan hanya fisik namun jiwa , seolah mereka tidak  dapat berharga jika hanya menjadi diri sendiri tanpa harus menanggapi pandangan-pandangan yang memaksa mereka melakukan proses-proses menyakitkan untuk sebuah pengakuan karena sebuah penampilan.
Dan masih tentang kebebasan berpakaian yang mereka anggap solusi, apakah terbukti menghentikan gangguan-gangguan dan pelecehan yang diterima para kaum wanita moderen masa kini? Tidak, nyatanya kian hari kasus pelecehan dan pemerkosaan justru makin berkembang biak. Karena tentu para lelaki hidung belang itu tidak akan tergoda jika para wanita tidak membuka kesempatan untuk melihat keindahannya.
Jadi, apakah ini sebuah kemajuan atau keterbelakangan? Tentu saja keterbelakangan.
Dari 14 abad yang lalu Islam sudah mewanti-wanti bahwa masalah ini akan terus berkembang. Oleh karena itu Islam menghadirkan jilbab sebagai solusi. Bukan hanya untuk menjaga kehormatan dan menjauhi gangguan namun untuk memberantas penjajahan wanita sebagai komoditas periklanan dan objek seksual. Didalam islam penggunaan jilbab menghilangkan pandangan bahwa wanita hanya dihargai saat ia cantik dan memiliki tubuh yang indah, justru keindahan tubuh itu harus disembunyikan dan sebagai gantinya keindahan karakter dan jiwalah yang ditonjolkan sehingga mereka tidak terbebani untuk merubah penampilan dan hidup bahagia sebagaimana fitrahnya.
Inilah yang disebut kemajuan yang sesungguhnya saat kita dihargai dari apa yang kita lakukan bukan dari penampilan.
Sebuah cerita menarik dialami oleh Tawakul Karman seorang aktivis kemanusiaan wanita dari Yaman. Kala itu Tawakul Karman yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian ditanya tentang hijabnya oleh seorang wartawan, apakah hal itu sesuai dengan tingkat intelektual dan pendidikannya, maka dengan elegan ia pun menjawab :
“Manusia di jaman purba berpenampilan hampir telanjang, dan ketika intelektual berkembang, ia mulai menggunakan pakaian. Bagaimana saya saat ini, dan apa yang saya pakai merupakan tingkat tertinggi pemikiran dan peradaban yang sudah dicapai manusia, dan bukan kemunduran. Membuka busana adalah kemunduran yang akan membawa kita ke masa lampau!”
Jawaban itu tentu amat telak dan bisa membungkam sang wartawan seketika. Dan bukankah para penggiat Darwinisme pun kini dirundung dilema saat harus mengomentari jilbab karena terbukti teori mereka saja bahkan tidak bisa mengelaknya. Inilah yang kita sebut senjata makan tuan.
Dan pada akhirnya kita meyakini bahwa tentu ini semata-mata hanyalah bukti bagi keagungan Allah melalui kesempurnaan syari’at-Nya. Zaman yang sudah menua dan semakin banyak masalah ini tidak memerlukan masalah baru namun membutuhkan solusi agar dapat terus memutarkan roda kemajuannya. Maka dari itu, mari kembali menjadi wanita-wanita terdidik seperti mukminah Anshar yang mengerti bahwa problematika – problematika zaman hanya bisa diobati dengan kepatuhan kepada syari’at Allah semata.
Wallahu a’lam bish shawab

Posting Komentar

0 Comments

Formulir Kontak