![]() |
Illustrasi: Google |
Oleh: Rif'at Mubarok
“Menulis adalah bekerja untuk keabadian”, seperti itulah bagaimana
seorang Pramudya Ananta Toer, penulis novel legendaris yang pernah dimiliki
oleh Indonesia mengungkapkan betapa agungnya menulis, terlepas dari segala
kontroversi yang menghiasi namanya, ia tetaplah penulis terbesar Indonesia. Lebih
dari dua ratus buku ia tulis dan telah diterjemahkan ke dalam 41 bahasa asing.
Dengan menulis, pemikiran seseorang terus mengalir bersama aliran waktu, bahkan
beberapa abad setelah kematian sang penulis. Ide-ide sang penulis terus dibaca,
difahami dan menjadi inspirasi banyak generasi setelahnya. Jika kita
berselancar di dunia maya untuk mencari tahu novel karya siapakah yang
menduduki urutan teratas sebagai novel terbaik Indonesia, maka bukan novel yang
baru-baru diterbitkan yang akan kita temukan, namun novel karya Pramudya Ananta
Toer yang berjudul Bumi Manusia. Sampai saat ini tak ada satupun yang bisa
menandingi pamor novel tersebut walaupun waktu sudah berjalan 35 tahun semenjak
awal penerbitannya. Dan kalian tahu? Novel itu ditulis dibalik jeruji penjara. Dasyatnya
menulis juga diungkapkan oleh Sayyid Qutb dalam perkataanya yang begitu fenomenal,
“Satu peluru hanya mampu menembus satu kepala, namun satu penulisan mampu
menembus ribuan bahkan jutaan kepala”. Tokoh pergerakan dan perubahan asal
Mesir ini, menyuarakan pemikiran-pemikirannya yang agung tidak hanya dengan
lisan dan perbuatan, namun lebih dari itu dengan tulisan. Ketika lisan
dibungkam, perbuatan untuk melakukan perubahan dibelenggu paksa, maka tulisan
tak kan bisa dihetikan dengan kurung penjara, bahkan dengan melepaskan nyawa
penulis dengan tiang gantungan maupun peluru yang memecah kepalanya. Karena apa
yang telah ia tulis tersimpan rapi dan tetap hidup di benak ribuan bahkan
jutaan pembaca yang akan terus menyuarakan ide-ide perjuangan miliknya.
Dewasa ini
generasi muslim mengalami krisis dalam dunia kepenulisan, terutama di
Indonesia. Hal ini ditenggarai karena masih minimnya kesadaran masyarakat
Indonesia tentang menulis. Menulis masih belum bisa dipahami sebagai alat
berkekspresi dan berkomunikasi yang bahkan lebih dasyat dibandingkan berbicara.
Berbicara tentang kepenulisan tentu tidak bisa dipisahkan dengan membaca,
keduanya merupakan satu senyawa yang menyatu. Menurut penilitian yang diadakan
UNESCO, minat baca bangsa Indonesia sangat menyedihkan. Mahasiswa di Negara
industri maju ternyata memiliki rata-rata
membaca selama delapan jam per hari, sedangkan di Negara berkembang termasuk
Indonesia, hanya dua jam sehari. Kurangnya minat baca dibuktikan dengan indeks
membaca masyarakat Indonesia saat ini yang hanya mencapai sekitar 0,001,
artinya dari seribu penduduk, hanya ada satu orang yang masih memiliki minat
baca tinggi. Angka ini masih jauh dibandingkan dengan Singapura yang mencapai
0,45. Hal ini tentu mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia yang berkaitan
erat dengan kemajuan Bangsa Indonesia.
Bagaimankah
mengatasi krisis ini? Salah satunya adalah dengan mengenalkan sedini mungkin anak-anak kita pada buku dan kepenulisan. Hal ini tentu tidak mudah,
namun penulis merangkum beberap tips untuk mengenalkan anak sedini mungkin pada
buku dan kepenulisan:
1. Membacakan
dongeng dan sejenisnya secara rutin
Budaya membacakan dongeng kian lama kian terkikis. Dahulu mungkin
kita selalu mendengarkan banyak kisah-kisah berupa dongeng, legenda, kisah
islami dari buku-buku cerita anak. Hal ini selain mengenalkan asyiknya membaca
buku, mengajarkan akhlaq, juga bisa memperkaya kosa kata anak kita sejak dini.
2. Membuatkan
cerita pendek seputar kegiatan sehari-hari untuk latihan menulis
Semasa anak melancarkan diri untuk menulis, sering kali para orang
tua hanya bergantung pada buku-buku latihan menulis yang dijual di toko-toko.
Didalamnya termuat cerita pendek sehari-hari yang bisa jadi tidak seluruhnya
sesuai dengan kehidupan sehari-hari anak-anak kita, sehingga tidak terlalu
berkesan untuk mereka. Maka, membuatkan kisah-kisah pendek berdasarkan
kehidupan nyata anak akan lebih memberikan kesan pada anak-anak. Dan
menumbuhkan bibit kecintaan pada menulis sejak dini.
3. Mengenalkan
dan membiasakan anak untuk menulis diari
Menulis diari, merupakan salah satu cara untuk mengenalkan
kepenulisan yang ampuh kepada anak-anak. Ada sebagian orang yang terlambat
menyadari bahwa ia mempunyai minat yang tinggi terhadap kepenulisan. Walaupun tidak ada kata terlambat untuk memulai
kepenulisan, namun tentu kepenulisan yang dipupuk sedini akan lebih
baik hasilnya. Dengan rutin menulis diari, anak-anak perlahan akan menyadari
berekspresi bukan hanya bisa dilakukan lewat lisan namun juga lewat tulisan. Salah satu
kendala pemula untuk menulis adalah kurangnya keberanian dan keyakinan pada
diri sendiri untuk menulis, dan menulis diari dapat melatih anak-anak untuk
berani menulis dengan bebas tanpa beban, serta melatihnya untuk mempunyai
konsep yang jelas dalam menulis.
Tidak perlu menuntutnya menulis dengan apik, sebab kecintaan dan
keberaniannya untuk berekspresi dengan tulisan, merupakan modal yang lebih dari
cukup untuk membuatnya menjadi penulis handal di masa depan. Disamping orang
tua harus selalu mengarahkan dan membimbing untuk membaca banyak buku sebagai
kesatuan yang tak terpisahkan dari kepenulisan. Ingin mempunyai anak yang
berhasil menjadi penulis besar di masa depan dan menjadi pelopor kemajuan? Yuk,
dicoba tips-tips nya.
0 Comments
Posting Komentar